Bab 6 : Tawaran Abi

1074 Kata
Hari ini seharusnya menjadi hari yang paling istimewa bagi Bintang—hari pernikahannya dengan Zafran. Semua sudah dipersiapkan dengan matang. Dekorasi bunga yang cantik menghiasi setiap sudut halaman, meja prasmanan dipenuhi hidangan lezat, dan para tamu sudah mulai berdatangan. Namun ada yang hilang, ada kekosongan yang mencuat di antara semua kegembiraan yang dipaksakan. Zafran, calon mempelai pria, tidak kunjung tiba. Bintang duduk di meja akad, mengenakan gaun putih yang indah, tapi wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun kebahagiaan. Ia menundukkan kepala, menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Semua mata tertuju padanya, seolah-olah semua orang menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ayah dan ibu Bintang berada di dalam rumah, wajah mereka tampak cemas dan bingung. “Ayah, itu Nenek,” tunjuk Kanina pada Bu Sekar yang tak sengaja beradu pandang dengan Abi. “Nenek,” pekik Kanina menarik tangan Abi menuju ke arah Bu Sekar, Ibu Bintang. Bu Sekar mendekat dan meraih Kanina. “Kanina? Pak Abi?” Beliau terlihat terkejut dengan kehadiran ayah dan anak itu. Senyum di wajahnya terukir—mengusap sayang lengan Kanina melompat girang. “Kanina mau ketemu Ibu, Nenek,” kata Kanina sumringah. “Kakek,” panggil Kanina melihat Pak Suryono mendekat dengan ragu. Sang istri segera menarik suaminya memperkenalkan Kanina dan Pak Abi. Bu Sekar mempersilakan duduk. Ini kali pertama mereka bertemu secara langsung dengan Kanina, selama ini hanya saling bicara melalui sambungan panggilan video. Begitu juga dengan Abi, dia beberapa kali masuk ke dalam frame panggilan video call saat mereka menghabiskan waktu bersama. Berbeda dengan Abi yang terlihat canggung, Kanina begitu santai dan terlihat bahagia. Mereka saling menyapa, Abi dengan takzim menyalami kedua orang tua Bintang. Keluarga Bintang, terutama ayahnya, sangat menyukai gadis kecil itu. Kanina, dengan senyum manis dan kepolosannya, mampu mencairkan suasana rumah Bintang yang sempat tegang. “Sebentar saya ambilkan minum—” “Tidak perlu, Bu,” cegah Abi. “Maaf kalau saya lancang. Apa yang sebenarnya terjadi, Bu, Pak?” Abi tak peduli dikatai melewati batas lagi, dia terlalu risih mendekat bisik para tetamu di luar sana. Bu Sekar menoleh ke arah sang suami kemudian mengangguk seolah memberi isyarat. Pak Suryono menjelaskan keadaan yang kalut ini. Calon suami Bintang, Zafran, baru saja menghubungi ponsel Bintang dan mengatakan kalau dia tidak dapat melanjutkan pernikahan ini tanpa meninggalkan alasan. Namun teman Bintang, Gita, wanita yang bertemu dengan Abi di depan tadi melihat di media sosial Zafran, lelaki itu tengah berada di bandara bersama seorang wanita. “Bintang duduk di sana dan belum mengetahui hal ini,” tambah sang ibu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Ruangan menjadi sunyi. Para tamu di luar sana berbisik-bisik mulai saling pandang dengan ekspresi binguns. Bu Sekar menutup mulutnya dengan sebelah tangan, berusaha menahan tangis. "Pak, Bu, ada yang ingin saya bicarakan," kata Abi dengan nada serius, tanpa basa-basi. Pak Suryono mengernyitkan dahi, menatap Abi dan sang istri bergantian. "Saya akan menikahi Bintang. Biarkan saya yang menggantikan Zafran," kata Abi tanpa ragu, suaranya tegas dan jelas. Pak Suryono terdiam, tidak menyangka akan mendengar pernyataan seperti itu. Mata tuanya memandang Abi lekat-lekat, mencari sesuatu di balik ucapan itu. Bagaimana mungkin Abi dengan suka rela ingin menikahi Bintang? "Bintang ... apakah dia tahu tentang perasaan Pak Abi?" tanya Pak Suryono, mencoba menjaga ketenangan suaranya. Abi menggeleng pelan. "Belum, Pak. Jujur saya sendiri belum pasti dengan perasaan saya, tapi saya akan memastikan Bintang tidak kekurangan satu apa pun dan membuatnya bahagia. Saya akan belajar mencintai Bintang. Saya yakin ini adalah yang terbaik bagi kita semua... dan bagi Kanina." Pak Suryono merasa darahnya berdesir mendengar kata-kata itu. Sementara sang istri sudah menangis memeluk Kanina. Ia tahu Bintang adalah anak yang keras kepala, memiliki pendiriannya sendiri, dan tidak mudah dipengaruhi. Ayah dan ibu Bintang kemudian saling menatap dengan keterkejutan yang nyata. Mereka tidak menyangka tawaran seperti ini. Bu Sekar masih saja menangis, sementara Pak Suryono mulai berpikir keras. Di satu sisi, ini bisa menjadi solusi yang menyelamatkan muka keluarga mereka. Mereka juga sudah mengenal Abi dengan baik meski belum lama, dan mereka menyukai Kanina. Namun, keputusan ini sangat mendadak. “Apa Pak Abi serius?” tanya Pak Suryono dengan hati-hati. “Bagaimana dengan orang tua Pak Abi?” “Beri saya waktu untuk menghubungi kedua orang tua saya, Pak,” kata Abi mantap. Pak Suryono dan sang istri mengangguk setuju. Abi sedikit menjauh, dia terlihat serius dengan percakapannya dengan Mama Ara di seberang telepon sana yang saat ini sedang berada di Jepang. “Abi hanya perlu restu Mama dan Papa,” lirih Abi. Terdengar isakan kecil di seberang sana membuat Abi memejamkan matanya. Mama Ara meratapi kisah percintaan anaknya. Sedikit tidak Mama Ara menyayangkan keputusan keluarga mendiang istri Abi menyembunyikan rahasia besar. “Bukankah sebaiknya Abi mencari wanita yang Abi cintai? Mama tidak bermaksud apa-apa. Mama menyukai pribadi Miss Bintang sekalipun kami belum pernah bertemu, tapi kebahagiaan Abi itu yang terpenting buat Mama, Nak.” “Abi bahagia jika Mama dan Papa memberi restu atas pernikahan ini,” balas Abi. Mama Ara tidak bisa berkata-kata. Dia tahu, jika memutuskan sesuatu Abi pasti sudah memikirkannya dengan sebaik-baiknya. “Kamu mendapatkan restu Papa dan Mama, Abi,” kata Pak Aditama mantap. “Berikan ponselnya pada orang tua Bintang, Papa akan menyampaikan secara langsung restu kami untuk pernikahan kamu dan Bintang.” Pak Suryono menghela napas panjang, merasa sedikit lega setelah berbicara dengan orang tua Abi. Sejujurnya alasan lain Pak Suryono menerima tawaran Abi karena dia dapat merasakan ketulusan dan kebaikan Abi. Abi segera mengakhiri panggilan telepon kemudian menyalami Pak Suryono dengan takzim seraya bersimpuh di hadapan lelaki paruh baya itu. "Pak, Saya Abinza Dio Aditama dengan ini meminta restu pada Bapak dan Ibu, saya ingin menikahi putri Bapak, Bintang. Saya janji, saya akan menjaga Bintang sebaik mungkin,” katanya berusaha kembali meyakinkan Pak Suryono yang sudah mengangguk seraya menepuk lembut bahu Abi. Jangan ditanya bagaimana terharunya Bu Sekar melihat perlakuan Abi. Dia memeluk Kanina erat, mengusap sayang, dan mengecup puncak kepala anak kecil itu. Suasana rumah Bintang berubah menjadi hiruk-pikuk dengan persiapan. Senyum di wajah Bintang terukir, percaya diri calon suaminya sudah tiba setelah beberapa saat menunggu. Abi meminta Kanina menunggu bersama Bu Sekar. Gadis kecilnya mengangguk patuh setelah Abi mengatakan dia akan pergi mendatangi Bintang. Dengan langkah mantap Abi berjalan menuju meja akad. Abi menarik kursi di samping Bintang membuat pandangan wanita itu terangkat. Dia menoleh ke arah sampingnya, senyum yang sejak tadi terukir di wajahnya seketika menghilang berubah menjadi terkejut. Matanya membulat sempurna melihat Abi duduk di sampingnya saat ini. “Maaf sudah membuatmu menunggu lama, Bee.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN