Bab 5 : Tidur Seranjang

1266 Kata
“Saya minta maaf atas kejadian kemarin,” lirih Abi menemui Bintang secara khusus. “Bagus kalau Pak Abi cepat menyadari. Saya menuruti keinginan Kanina karena sayang padanya, sama seperti saya menyayangi murid lainnya. Jadi tolong jangan melewati batas,” kata Bintang ketus. Bintang memilih mengabaikan informasi dari Abi malam itu, dia yakin kekasihnya tidak mungkin mengewakannya. Bisa saja Abi yang salah lihat. Pernikahan Bintang dengan Zafran tinggal menghitung hari saja. Akan banyak cobaan menjelang hari pernikahan, pikirnya. “Terima kasih, Miss. Kanina tidak berhenti menunggu Miss Bintang setiap hari,” kata Abi. Sudah beberapa hari sejak kejadian malam itu, Bintang tidak menyanggupi keinginan Kanina untuk datang ke rumahnya. Ada saja alasan ibu guru itu untuk menghindar datang ke rumah Abi. “Apa boleh besok Miss Bintang menemani Kanina di rumah? Saya ada pekerjaan—” “Sudah mulai bekerja lagi?” pangkas Bintang dan Abi mengangguk ragu. “Syukurlah. Besok saya pulang sekolah bersama Kanina, bermain sebentar dengannya di rumah. Ada Bibi, Pak Abi, ‘kan?” Abi menyahut membenarkan. Akhirnya, Bintang mengalah. Hatinya terlalu lembut untuk menolak permintaan Abi, terutama jika itu menyangkut Kanina. Ia tahu betapa rapuhnya Kanina sejak ibunya meninggal, dan belum genap sebulan, ia telah menjadi sosok pengganti ibu bagi anak kecil itu. *** Seharian bersama Kanina, Bintang tidak merasa direpotkan sama sekali. Keduanya melakukan banyak hal bersama di rumah dan saat ini sedang melakukan panggilan video call dengan orang tua Bintang. “Nenek,” pekik Kanina di atas pangkuan Bintang. “Kakek, lihat ini siapa yang telepon,” panggil Bu Sekar pada sang suami, Pak Suryono. Mendengar tawa renyah Kanina Pak Suryono segera mendekat menyapa Kanina. Keduanya menyukai Kanina. Bintang sudah menjelaskan keadaan Kanina, menceritakan kejadian di pemakaman waktu itu hingga satu tahun kemudian mereka kembali dipertemukan. Kedua orang tua Bintang mengizinkan anaknya menemui Kanina di rumah duda anak satu itu karena ada Bik Tari yang mengaku adik dari Ibu Abi. Hanya dengan mendengar celotehan Kanina, kedua orang tua itu sudah senang. Sambungan telepon berakhir dan Bintang mengajak Kanina tidur di kamarnya. “Ayah,” panggil Kanina mendengar suara Abi mengucap salam ketika masuk ke dalam rumah. Karena Abi sudah pulang Bintang pun undur diri. Selalunya begitu, tapi kali ini Kanina tidak mengizinkan Bintang pulang. Katanya dia ingin tidur bersama wanita yang gadis kecil itu panggil ibu. Sementara Abi berpamitan membersihkan diri. Abi baru saja pulang setelah melakukan perjalanan bisnis sehari di Sukabumi. Usai membersihkan diri, Abi menuju kamar sang anak yang sengaja tidak ditutup. Bintang memberi isyarat kalau Kanina sudah tidur dan dia ingin pulang. Abi pun mengangguk paham masuk ke dalam kamar. Perlahan Bintang melepas pelukan Kanina hingga gadis kecil itu tersadar. “Ibu, jangan pergi,” rengeknya. Kanina mengusap wajahnya melihat Abi berdiri tidak jauh dari tempatnya tidur meminta Abi ikut tidur bersama mereka. Abi cepat menolak, tapi Kanina sudah menangis memohon. Abi naik ke atas kasur setelah mendapat anggukan dari Bintang. Siang itu, mereka bertiga berakhir tidur di kasur yang sama. Abi di satu sisi, Kanina di tengah, dan Bintang di sisi lain. Awalnya, semuanya berjalan baik. Kanina tidur nyenyak di tengah mereka, wajahnya yang polos tampak damai. Namun, sesaat kemudian Bintang membuka matanya dan merasakan ada sesuatu yang salah. Dia merasakan tangan besar memeluk tubuh mungilnya. Bintang membulatkan matanya melihat Kanina sudah bertukar tempat dengannya—menyadari tubuhnya saat ini terjebak dalam pelukan Abi. Ia langsung tersentak bangun, merasa seluruh tubuhnya kaku dan hatinya berdebar tak karuan. Abi, yang terbangun karena gerakan tiba-tiba Bintang, tampak terkejut saat Bintang memekik. Cepat Abi menahan tubuh Bintang seraya menutup mulutnya dengan sebelah tangannya khawatir Kanina terbangun. “Bapak ngapain peluk saya!” “Maaf, saya tidak sengaja,” ujar Abi, wajah keduanya merah padam karena saat ini wajah dan tubuh mereka begitu dekat. Bintang lebih dulu tersadar terlalu lama dalam posisi ini. Dia membulatkan matanya berbicara tidak jelas karena mulutnya dibekap Abi. “Maaf,” kata Abi sekali lagi—melepas bekapannya. Bintang melayangkan tangan kanannya menyapa pipi Abi. Dia tidak bisa mengabaikan batas yang telah terlewati, sungguh sangat tidak pantas. “Ini sudah melampaui batas. Saya tidak terima—” Abi mengisyaratkan Bintang untuk mengecilkan suaranya. “Saya sudah bilang tidak sengaja. Kamu yang pindah ke samping saya,” pangkas Abi tidak ingin disalahkan sendiri. Lagi pula tadi Abi sudah menolak, tapi Bintang mengizinkannya naik ke atas kasur yang sama. “Oh, jadi Bapak salahin saya? Jelas-jelas Bapak yang peluk saya! Saya tidak mau tahu, Bapak harus menjelaskan pada Kanina bahwa saya bukan ibunya. Saya akan segera menikah, tidak ada hari esok lagi. Saya sudah terlalu bermurah hati,” tegas Bintang dengan nada yang tidak bisa ditawar lagi. Abi hanya bisa terdiam, menyadari kebenaran di balik kata-kata Bintang. Namun, dia juga tidak sadar berakhir tidur memeluk Bintang. Bahkan dia merasa tidur siang yang singkat itu terasa menenangkan. “Saya minta maaf,” lirih Abi mengikuti langkah Bintang, sementara Kanina masih tertidur. “Bee,” panggil Abi membuat Bintang menghentikan langkahnya menoleh menatap Abi. “Bee …, Bee …, nama saya Bintang,” ketusnya kemudian pergi begitu saja meninggalkan rumah Abi. Abi menggigit bibir bawahnya menyesal karena memanggil Bintang sesingkat itu hingga ibu guru itu terlihat sangat marah. *** Setelah kejadian tidur seranjang, Bintang menjauh. Beberapa hari dia tidak mengajar. Tanpa Abi ketahui Bintang sudah mengambil cuti dari pekerjaannya, fokus mempersiapkan pernikahannya dengan sang kekasih. Abi merasa bersalah mengira Bintang menjauhinya dan Kanina karena situasi tidak terduga hari itu. Kanina yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, mulai menunjukkan tantrum hampir setiap hari, kehilangan sosok yang selama ini menjadi pelipur laranya. Abi mencoba segala cara untuk menenangkan gadis kecilnya, kali ini dengan membawa Kanina ke rumah orang tuanya. “Mama heran, Miss Bintang itu nggak biasanya begini. Mungkin kamu terlambat memberinya uang saku?” Abi menggeleng. Dia menjelaskan Bintang tidak mau menerima uang saku pemberiannya dan meminta Abi untuk menyimpan, mengingat Abi sedang menunggu panggilan kerja dari perusahaan tempatnya bekerja. Ya, Abi tidak mengaku sebagai CMO dan mengatakan pada Bintang kalau dia karyawan lepas di perusahaan tempat dia menjabat. “Lalu, kenapa?” pikir sang Mama. “Kamu nggak melakukan hal aneh yang membuat Miss Bintang marah ‘kan?” “M—mana mungkin Abi macam-macam,” ucapnya terbata-bata membuat Mama Ara menatapnya dengan memicingkan mata. “Nggak ada, Ma. Abi nggak macam-macam.” Bahkan saat sudah di rumah omanya Kanina, masih saja meminta dipertemukan dengan Bintang. Kali ini gadis kecilnya seolah tidak ingin dibantah. Keesokan harinya, sabtu pagi, Abi tidak jadi berangkat ke kantor memutuskan untuk membawa Kanina ke rumah Bintang. Ia ingin meminta pertolongan ibu guru itu sekali lagi. Ketika mereka tiba, suasana di rumah Bintang terasa berbeda. Ada keramaian dan dekorasi pernikahan yang cantik menghiasi taman depan rumah. Abi menggenggam erat tangan Kanina, merasa ada sesuatu yang tidak beres. Apakah hari ini pernikahan Bintang? pikirnya. Mereka disambut oleh seorang wanita yang tampak gelisah di gerbang acara. “Permisi, Mbak. Ini acara pernikahan Bintang?” tanya Abi, merasa jantungnya berdegup kencang. “Benar, silahkan masuk saja ya, Mas,” kata wanita yang tampak kebingungan itu. Abi melangkah pelan bersama Kanina. Pandangan Abi jatuh pada Bapak dan Ibu Bintang yang terlihat ribut di dalam rumah, sementara Bintang duduk di meja akad tertunduk. “Kekasihnya tidak datang,” bisik para tetamu. “Katanya pergi bersama wanita lain,” sahut yang lainnya ikut berbisik. Kata-kata itu terasa seperti pukulan keras bagi Abi. Dia melihat ke sekeliling, tamu yang hadir tampak berbisik sesekali menertawai. Kemudian pandangan Abi jatuh pada wanita yang tadi mempersilakannya masuk sedang berbicara dengan Ibu dan Bapak Bintang. “Zafran mengirim pesan mengatakan dia tidak bisa melanjutkan pernikahan ini, Ambu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN