Pagi pun tiba.
Hari minggu ini, keluarga Manendra biasanya pergi ke Gedung Olahraga yang berada di tengah kota untuk melakukan olahraga bersama. Karena itu memang sudah menjadi kebiasaan dari Keluarga Manendra sejak dulu dan juga secara turun temurun.
Arjuna sudah bangun, karena sudah terbiasa bangun pagi di minggu pagi. Setelah bangun, Arjuna pun bersiap-siap untuk mengikuti keluarganya berolahraga. Ia selalu bersemangat sekali untuk berolahraga karena ia memang menyukai olahraga tersebut.
Namun tiba-tiba pintu kamar Arjuna di ketuk, dan ternyata itu adalah Mama nya Arjuna. Arjuna pun mendekati Mama nya dan bertanya mengapa Mama nya disini. Apakah Mama nya butuh bantuan atau bagaimana. Ia pun akhirnya bertanya kepada Mamanya saat ini.
"Kenapa Mah? Ada yang perlu Juna bantu?" tanya Arjuna.
"Kita kan mau ke Gedung Olahraga, kamu bangunin Anjani ya Jun. Biar sekalian Jani ikut kita olahraga juga nanti, biar rame" ujar Mama Arjuna yang membuat Arjuna terkejut.
"Mah Tapi kan ini olahraga keluarga Mah, lagian Opa juga ga pernah ngijinin orang lain buat ikut olahraga kita kan. Jadi ga usah aja lah, lagian paling nanti Anjani juga udah pulang kok Mah. Ga usah aja ya Mah" ujar Arjuna membuat alasan karena ia sangat malas sekali.
"Hush kamu kok ngomongnya gitu, Anjani itu bukan orang lain. Dia kan pacar kamu, calon istri kamu. Lagian ini juga Opa kamu yang minta. Udah gih kamu sekarang bangunin Anjani ya. Terus nanti langsung nyusul ke Gedung Olahraga aja. Mama sama yang lainnya mau berangkat sekarang. Mama ga mau tau ya Arjuna" ujar Mama Arjuna.
"Iya Mah" jawab Arjuna dengan lesu dan sangat terpaksa sekali ia mengatakannya.
"Inget loh ya Juna kamu nanti nyusul sama Anjani. Jangan di tinggal Anjani nya" ujar Mama Arjuna lagi mengingatkan Arjuna dengan berkali-kali mengingatkan tersebut.
"Iya Mah iyaa. Mama hati-hati ya ke sananya Mah" ujar Arjuna.
Setelah itu Mama nya meninggalkan Arjuna. Tak beberapa lama kemudian, suara mobil yang meninggalkan rumah pun terdengar. Itu artinya keluarga nya sudah benar-benar berangkat. Saat ini hanya tersisa Arjuna dengan segala rasa bingungnya tersebut. Tentu saja ia bingung bagaimana caranya untuk membangunkan Anjani dan mengatakan padanya.
Arjuna bingung sekali ia harus bagaimana. Apakah ia harus menuruti Mama nya dengan membangunkan Anjani dan mengajaknya ke Gedung Olahraga, atau ia harus meninggalkan sendiri Anjani di sini. Arjuna pun tampak berfikir keputusan mana yang akan ia pilih. Setelah beberapa saat, akhirnya Arjuna pun menemukan pilihannya tersebut.
Ia akan mencoba membangunkan Anjani dan mengajaknya ke Gedung Olahraga.
Arjuna pun berjalan menuju ke kamar di sebelahnya. Kamar yang tadi malam di gunakan oleh Anjani untuk tidur. Saat ini dia berusaha untuk membangunkan Anjani terlebih dahulu.
Arjuna mengetuk pintu kamar Anjani dengan pelan dan berangsur-angsur keras.
Tokk... Tokk... Tok...
Setelah ketukan ke tiga, Anjani membuka pintunya dengan wajah bantal sehabis bangun tidur. Ia pun melihat ke arah Arjuna dengan padangan yang bingung sekali.
"Apaan sih ganggu banget" ujar Anjani ketika melihat yang mengetuk pintu tadi adalah Arjuna. Ia pun mengatakan hal tersebut dengan raut kesal dan nada yang sangat sarkas.
"Gih cuci muka terus ganti baju buat olahraga" ujar Arjuna pada Anjani.
"Maksud lo? Gua masih mau tidur tau. Udah sana lo pergi dari sini" ujar Anjani.
"Lo di suruh Opa gua buat ikut olahraga bareng keluarga gua. Gih lo ganti baju gua tunggu di bawah cepetan. Ga pake lama ya lo" ujar Arjuna.
Arjuna pun sudah akan turun dari tangga, namun sebuah suara membuatnya berhenti.
"Kalo gua ga mau gimana" ujar Anjani sembari masih menguap tanda mengantuk.
"Kalo lo mau handphone lo balik, cepetan lakuin apa yang gua minta tadi terus ke bawah. Kalo ga, handphone lo bakalan gua buang. Tapi tenang ntar gua ganti" ujar Arjuna membuat Anjani teringat jika handphone nya belum ia ambil dari Arjuna.
"Ihh lo nyebelin ya" ujar Anjani.
"10 menit, kalo lebih lo harus ngucapin salam perpisahan buat handphone lo ini" ujar Arjuna.
Setelah itu, Arjuna pun turun ke bawah dan memanaskan motornya.
Anjani pun langsung menutup pintunya dan bersiap-siap. Ini bukan masalah handphonenya. Anjani yakin ia bisa membeli lagi handphone tersebut bahkan Arjuna juga pasti akan mengganti handphone tersebut jika nantinya handphone Anjani ia rusak. Namun ini masalah file yang ada di handphone tersebut.
Semua file penting yang ada di handphone tersebut belum Anjani salin ke flashdisk atau hardisk. Jadi ia nanti akan kesulitan jika handphone nya rusak.
Setelah bersiap-siap dan sudah menggunakan baju olahraga, Anjani pun turun ke bawah.
Di bawah hanya ada Arjuna saja yang sedang menyiapkan motornya.
"Yang lainnya mana? Keluarga lo?" tanya Anjani karena tidak menemukan siapa pun selain mereka berdua.
"Mereka udah berangkat duluan tadi. Lo berangkat sama gua" ujar Arjuna.
"Gua berangkat sama lo?" tanya Anjani kepada Arjuna.
"Iya lo berangkat sama gua. Pakek motor ini" jawab Arjuna.
"What? Gua berangkat sama lo pakek motor?" tanya Anjani terkejut.
"Iya, kenapa? Oh pasti anak mami ga pernah ya kepanasan naik motor. Atau jangan-jangan lo ga pernah ya naik motor. Wah parah sih, anak mami banget lo" ejek Arjuna.
Bukan. Bukan itu sebenarnya alasan Anjani menolak ajakan Arjuna. Ada alasan lain yang belum bisa Anjani ceritakan.
"Ya udah deh khusus buat anak mami, gua mah manasin mobil dulu. Biar anak mami ga ke panasan" ujar Arjuna.
Namun segera di halangi oleh Anjani. Anjani tidak suka jika di bilang bahwa ia adalah anak Mami.
"Ga perlu. Kata siapa gua ga suka naik motor. Kata siapa gua ga suka kepanasan? Lo jangan bilang gua anak Mami" ujar Anjani.
"Ohh gitu, bagus deh. Ya udah gih lo naik" ujar Arjuna yang saat ini sudah menaiki motor.
Anjani dengan ragu-ragu menaiki motor tersebut.
Mereka berdua pun berangkat ke Gedung Olahraga.
Di jalanan, Anjani berusaha menghilangkan segara pikiran yang membuat ia menjadi takut.
Sekuat mungkin Anjani tidak memperlihatkan bahwa ia takut.
Tapi semua itu gagal ketika Arjuna membawa motor tersebut dengan kencang. Arjuna ngebut, membuat Anjani refleks memeluk Arjuna dari belakang.
Ini sama. Ini kayak yang dulu. Apa habis ini gua bakalan kecelakaan juga. Batin Anjani mengingat trauma nya dulu saat kecelakaan motor bersama temannya.
"Juna stop Jun. Stop" ujar Anjani yang sudah tidak kuat dengan Arjuna yang membawa motor dengan kencang.
Arjuna pun menepi dan mematikan mesin motornya.
"Lo kenapa? Lo takut kepanasan atau gimana ha? Masa gitu doang udah mau nangis sih" ujar Arjuna melihat Anjani yang saat ini berwajah pucat dan dengan mata yang berlinang air mata.
"Tuh kan lo kayaknya tadi emang harusnya pake mobil... Jani, Anjani lo kenapa?" ujar Arjuna yang khawatir ketika Anjani ambruk pingsan ke tubuhnya.
"Anjani woy bangun. Lo kenapa?" ujar Arjuna sembari mencoba membangunkan Anjani.
Namun Anjani tidak bangun-bangun. Arjuna baru sadar jika Anjani terlihat sangat pucat dengan badan yang penuh dengan keringat.
Apa gua tadi terlalu ngebut? Perasaan engga kok. Batin Arjuna.
Arjuna pun menyetop taksi dan membawa Anjani ke rumah sakit. Arjuna meninggalkan motornya di warung yang berada di dekat Anjani pingsan.
Di rumah sakit, Arjuna langsung membawa Anjani untuk di periksa oleh dokter.
Tak lupa, Arjuna juga mengabari keluarga nya. Agar mereka tidak mencari-cari Arjuna dan Anjani. Arjuna pun menelfon Mama nya.
Panggilan di telefon
"Mah, hallo Mah"
"Hallo, Arjuna kamu kemana aja. Ini udah ditungguin loh sama Opa dan yang lainnya. Jangan lupa bawa Anjani juga ya"
"Mah, Arjuna ga bisa ke sana. Anjani tadi pingsan Mah. Ini Juna lagi di rumah sakit"
"Kenap.... Apa? Anjani pingsan? Kalian ada di mana? Di rumah sakit mana? Biar kita ke sana"
"Rumah sakit Permata Mah"
"Ya udah Mama sama yang lainnya ke sana. Kamu ga usah hubungi keluarga Anjani karena Mama di sini juga sama keluarga Anjani. Kamu tunggu di situ ya"
"Iya Mah"
Percakapan di telefon berhenti
"Lo kenapa sih. Bikin ribet deh" ujar Arjuna di kursi tunggu rumah sakit. Sementara itu Anjani masih di periksa oleh dokter.
Sementara itu, Keluarga Manendra dan Keluarga Falisha sudah sampai di Rumah Sakit Permata. Mereka langsung mendatangi ruangan yang tadi di beri tahu oleh Arjuna.
Sesampainya di ruangan itu, Arjuna masih menunggu di depan kamar.
"Gimana Arjuna, Anjani gimana keadaannya?" tanya Mama Anjani.
"Juna belum tau Tante, Anjani masih di periksa sama dokter" jawab Arjuna.
"Astaga, Anjani" ujar Mama Anjani.
Tak beberapa lama kemudian, Dokter yang tadi memeriksa Anjani pun keluar dari ruangan.
"Gimana keadaan anak saya dok?" tanya Papa Anjani.
"Sepertinya tadi pasien shock akibat trauma nya datang lagi. Kalo boleh tau pasien apa memiliki trauma? Dan apa yang baru saja pasien lakukan?" tanya dokter tersebut.
"Ga ada dok, tadi saya sama Anjani cuman lagi mau berangkat ke Gedung Olahraga terus tadi dia minta untuk berhenti dan turun dari motor" ujar Arjuna yang membuat keluarga Falisha terkejut.
"Apa Jun?? Lo ajak Jani naik motor??" tanya Ishana dengan terkejut.
"Iya emangnya kenapa?" tanya Arjuna bingung.
"Lo bener-bener ga tau? Anjani kan trauma naik motor karena dulu dia pernah di boncengin dan kecelakaan. Makanya dia ga pernah di bolehin makek motor atau di boncengin motor. Lo ga tau?" tanya Ishana.
"Iya gua ga tau" ujar Arjuna.
"Emangnya Jani ga cerita sama lo?" tanya Ishana membuat mereka semua menatap ke arah Arjuna.
"Mungkin Arjuna lupa, kalo gitu kita masuk ke kamarnya Anjani aja. Makasih ya dok" ujar Rangga, Opa dari Anjani.
"Iya Opa" jawab mereka.
Mereka pun masuk ke dalam kamar Anjani. Saat ini Anjani masih belum siuman.
Arjuna menjadi merasa bersalah karena yang menyebabkan ini semua adalah dirinya sendiri.
"Tante, Om, Opa. Maaf ya Anjani kayak gini gara-gara Arjuna" ujar Arjuna meminta maaf kepada keluarga Anjani.
"Ga papa Arjuna. Mungkin Anjani ga mau bilang sama kamu karena pengen boncengan berdua sama kamu. Opa maklum kok sama Jani. Dia emang suka kayak gitu. Suka malu-malu" ujar Rangga.
"Iya Opa" jawab Arjuna.
Padahal Arjuna tahu jika Anjani mau naik motor bersama dengan dia karena Anjani tidak mau di cap sebagai anak mami.
Jani, sorry Jan. Gua ga tau. Batin Arjuna.