* KHITBAH *
Prilly termenung mempertanyakan tentang tawaran Kyai Zubair yang mengatakan bahwa ada seseorang yang ingin mengkhitbah-nya.
Semalam sepulangnya dari acara kondangan Kyai Zubair dan juga Umi Faridha terlihat berbincang dengan seseorang.
Prilly tau itu, karena saat ingin ke dapur dan melintas di ruang tengah Prily melihat. Namun Prilly tak bisa melihat dengan pasti siapa pemuda yang berbincang dengan Kyai Zubair dan terlihat serius itu.
Prilly masih bimbang sebenarnya untuk menerima tawaran dari Kyai Zubair. Berharap ia masih sedikit trauma dengan pengalamannya yang diterima pria bernama Adam dan berakhir tragis. Ia masih enggan untuk membuka hati lagi, ini terlalu cepat dibuka. Kata-kata dan u*****n dari bu Ratna ibu Adam saat itu kembali terngiang di telinga Prilly. Rasanya ia tak siap jika nanti harus mengulang kejadian yang sama seperti dulu.
Namun, akan menghargai Kyai Zubair dan Umi Faridha sekeluarga selama ini yang sudah disetujui dan dilindunginya seperti anak mereka sendiri. Prilly sangat tidak punya hati jika harus menolak niat baik dari orang yang dengan tulus menyayanginya. Prilly masih ingat betul, malam saat mendengar kabar Adam, siapa yang membuat Ratna bisa menuduh Prilly-lah siapa yang menjadi penyebab semua kejadian itu. Malam dimana ia suka terdakwa tengah menunggu untuk di hakimi.
" Gadis pembawa sial !! Kita usir Saja Dari kampung Penyanyi . Kalau TIDAK SEMUA Yang ADA disini akan Ikut terkena sialnya . " Ujar bu Ratna menuding Prilly Waktu ITU. Sementara Prilly hanya bisa menangis mendengar semua yang dikatakan.
" Memang dasar anak pungut pembawa sial !! ' cercah bu Ratna lagi. Yang sontak membuat Prilly tercekat nafasnya mendengar penuturan wanita baya itu.
Sementara bu Aida juga hanya bisa menangis dan pasrah. Akhirnya rahasia yangg disimpan selama duapuluh tahun terbongkar juga.
Prilly mendekati izin untuk memastikan apa yang sudah ia dengar dari mulut bu Ratna itu salah. Namun demikian harapan Prilly tak sesuai karena bu Aida hanya diam dan menunduk bisa menjelaskan apa pun.
" Sudah kita usir saja Aida dan anak pungutnya yang pembawa sial ini . "
" Berhenti !! TIDAK ADA Yang berhak memperlakukannya seperti ITU ." Saat orang-orang akan menyeret Aida dan Prilly, Kyaii Zubair datang dan melerei mereka semua.
" Punya hak APA Kalian SEMUA mendoktrin Seseorang DENGAN kata pembawa sial seperti ITU ," ujar Suara tegas nan berwibawah. Kyai Zubair yang kala itu hadir dalam takzia ke rumah pak Ahmad selaku kades lokal atas meninggalnya Adam yang tak lain adalah calon suami dari Prilly.
" Kalian SEMUA TIDAK berhak menghakimi Hidup Seseorang seperti ITU . Allah TIDAK PERNAH creates Satu pun makhluknya DENGAN label pembawa sial seperti ITU. SETIAP Manusia Yang terlahir Ke Dunia Penyanyi Sudah get fitra-nya Sendiri-Sendiri ." katakan kyai Zubair lagi saat itu dan buat semua orang yang disitu jadi terbungkam oleh kata-katanya, terutama bu Ratna.
" Biar Fatimah Dan also Aida Saya bawa Ke pesantren untuk review Tinggal Disana Saja , daripada disini TAPI TIDAK ADA Yang menghargainya sama Sekali ." cercah Kyai Zubair menatap tajam ke semua orang yang ada disitu. " Dan kamu Ratna ! Ingat , kamu jangan ujub . Hidup di dunia ini hanya sementara , apa yg sudah terjadi itu adalah ketentuan Allah SWT . Lebih baik kamu ikhlas menerima semua yang sudah menjadi kehendaknya , " kyai Zubair berganti pandangan ke Arah bu Ratna. Sementara bu Ratna menjadi bungkam seribu bahasa mendapat teguran dari Kyai Zubair.
" Ayo Fatimah , Aida Kalian Siap-Siap kemasi APA yg Kalian butuhkan ," titah Kyai Zubair PADA Prilly Dan ibunya.
Bu Aida dan Prilly berjalan gontai ke rumah mereka dengan pikiran masing-masing. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka berdua.
Prilly masih belum mengeluarkan suara, saat bu Aida menghampiri ke kamarnya. Prilly terlihat memasukkan beberapa potong baju dan juga barang-barang yang penting saja.
"Nak, maafin ibu," hanya itu kata yang keluar dari mulut Aida saat itu. Prily masih bergeming namun airmata terus mengalir di kedua sudut matanya.
"Kamu berhak marah sama ibu nak, maafkan ibu yang telah menyembunyikan kebenaran ini selama hampir dua puluh tahun," airmata bu Aida tak kalah derasnya kala mengucapkan itu semua.
"Lalu aku ini anak siapa bu? Kenapa orangtua kandungku tega membuangku, kenapa mereka tidak menginginkanku,apa karena aku ini memang benar pembawa sial seperti yang di katakan bu Ratna!" Prily akhirnya berucap dan mengeluarkan semua yg sudah ditahannya sedari tadi.
'Tidak nak, jangan berkata seperti itu, bagi ibu kamu itu anak pembawa berkah, bukan pembawa sial. Kamu itu Anugrah terindah yang Tuhan berikan untuk ibu nak," Aida membawa Prily ke dalam dekapannya. Tangis Prilly pun makin pecah di dekapan bu Aida.
"Maafin ibu ya nak."
"Nggak, ibu jangan minta maaf lagi. Ibu nggak salah apa-apa. Justru Prilly merasa beruntung sudah jadi anak ibu,walaupun Prily bukanlah anak kandung ibu," Prilly tak kalah erat memeluk tubuh Aida dan menumpahkan semua tangisnya di pelukan sang ibu.
"Sudah saatnya kamu mengetahui semuanya nak, tunggulah disini sebentar, ibu akan mengambil sesuatu."
Bu Aida berjalan gontai ke kamarnya untuk mengambil sesuatu dan tak berselang lama ia kembali ke kamar Prilly dengan sebuah kain di tangannya.
Aida mendekat pada Prily dan memberikan kain yang sepertinya sebuah selimut bayi tapi sudah nampak usang itu.
"Ambil lah nak, hanya ini satu-satunya yang melekat di tubuh mu waktu kamu di tinggalkan di atas gerobak ibu di samping rumah, duapuluh tahun yang lalu."
Prily menerima kain itu dengan tangan bergetar. Seketika tangisnya kembali pecah menatap benda yang ada di tangannya. Hatinya teriris, ia merasa disisi kan dan di buang.
Prilly mengamati tiap sudut helai dari kain itu, dan matanya memicing saat ia melihat tulisan yang seperti sulaman tangan dan terukir indah namanya disana. Prilly. Nama itulah yg terukir di sudut kain berwarna biru dan sudah terlihat usang dan memudar itu.
"Ibu,ini.." tangan Prilly terulur menyentuh ukiran namanya di kain itu.
"Iya nak, nama itu adalah nama kamu yang mungkin sudah di persiapkan untukmu. Ibu dan juga almarhum bapakmu sepakat memberikan nama itu untuk kamu,karena kami tidak ingin menghilangkan identitas kamu yg sebenarnya nak," ujar Aida menceritakan yang sebenarnya pada Prilly.
"Apa ini nama yangg di berikan oleh orangtua kandung Prily bu,?"
"Mungkin iya nak, lalu kami menambahkan nama Khanza dan Fatimah di antara nama kamu, sebenarnya bukan kami yang menambahkan nama itu, tapi Kyai Zubair dan juga Umi Farida yang memberikannya untukmu nak, itulah kenapa mereka lebih suka memanggilmu Fatimah." terang bu Aida.
**
"Masih memikirkan jawaban atas tawaran Kyai Zubair nak?" suara bu Aida menyadarkan Prily dari lamunanya.
"Ibu yakin sekali, kalau pilihan abahmu itu tak akan pernah salah, beliau pasti telah memilihkan yang terbaik di antara yang baik," ujar bu Aida lagi kepada putrinya itu.
"Iya bu, tapi yang membuat Prilly masih ragu bukan karena pilihan abah Zubair, tapi lebih kepada ketakutan Prilly akan perkataan orang-orang yang menganggap kalau Prily ini pembawa sial bagi siapapun yg akan menjadi suami Prily nanti bu," lirih Prily berkata.
"Tidak usah takut nak, yakin kan saja hatimu pada Allah, sang Maha segalanya. Jangan mempercayai hal yg musrik seperti itu. Jodoh rezeki dan maut semua sudah menjadi ketentuan yang di atas, tinggal bagaimana kita menjalani dengan ikhlas dan tawakal nak," bu Aida mendekat dan mengusap punggung Prilly untuk menenangkannya.
"Iya bu, Prilly juga berfikir seperti itu. Prily pasrahkan semuanya pada yang di atas, yang Maha mengetahui baik dan buruk semua yang ada di dunia ini."
"Ibu sarankan kamu untuk sholat istikhara nak, mintalah petunjuk dan jawaban yang sebaik-baiknya,"
Aida meyakinkan anak gadisnya itu, jika ingin mendapat jawaban terbaik dan tepat bu Aida menyarankan Prilly untuk sholat istikhara agar ia mendapat jawaban yang sebaik-baiknya.
**
Ali kini tengah kembali ke Jakarta dan akan menyiapkan semua keperluannya. Setelah mengutarakan niatnya pada Kyai Zubair kemarin,ia memang memutuskan kembali sebentar ke rumah untuk mengambil barang-barang yang di perlukan karena untuk beberapa saat kedepan ia akan tinggal di pesantren sebagai pengajar selain niatnya untuk mengkhitbah seorang gadis atas saran dari Kyai Zubair.
"Bagaiman Li,? Apa kamu sudah bertemu dengan gadis yang dimaksud oleh Kyai Zubair,?" tanya Fariz dan Anindita orangtuanya. Saat mereka tengah menikmati makan malam bersama sebelum besok Ali kembali ke pesantren.
"Belum Mam,Pap. Ali memang sengaja tidak ingin bertemu dengannya. Biarlah nanti saja kami bertemu untuk pertama kalinya saat kami sudah sama-sama halal dan sah."
"Kenapa begitu Li? Nanti kalau gadis itu tidak sesuai dengan impiannya bagaiamna?" cerca bu Anind.
"Insya Allah Ali akan menerima apapun nanti jika memang dua jodoh Ali Mam, tapi yang terpenting adalah restu dari Mama dan Papa,"
"Kami terserah pada pilihanmu Li, yang penting kamu bahagia Papa sama Mama akan selalu mendukung dan mendoakan, iya kan Ma?" timpal pak Fariz dan mendapat anggukan dari bu Anind.
Ali merasa beruntung sekali kedua orangtuanya tidak terlalu mempermasalahkan siapa pilihannya nanti. Ingatan Ali jadi kembali berputar saat ia dan Kyai Zubair bertemu untuk mengutarakan sesuatu dan niatnya kala itu.
" Faidh, saya tahu kedatangan kamu kesini tidak hanya untuk sekedar berkunjung. Kedua orangtua-mu sudah menceritakan nya Faidh." Kyai Zubair tahu kalau kedatangan Ali ke pesantren itu atas permintaan kedua orangtuanya yang ingin Ali dikenalkan dengan salah satu santri atau gadis di pesantren itu.
"Iya Kyai, Mama dan Papa ingin segera saya mengakhiri masa lajang, tapi karena sampai sekarang saya tidak punya pandangan tentang gadis yang akan saya jadikan pendamping saya nanti, maka dari itu saya meminta saran dari Kyai," ujar Ali kala itu menyampaikan niatnya.
"Panggil abah saja Faidh, biar tidak terlalu kaku, kamu ini seperti sama siapa saja. Kami disini juga sudah menganggapmu seperti putra kami sendiri. Bukan begitu Umi," ujar Kyai Zubair dan di balas anggukan Umi Farida.
"Gadis seperti apa yg ingin kau jadikan pendamping hidupmu nanti Faidh. Sebutkan kriteria kamu, agar nanti kami tak salah pilih untukmu,"
"Apapun pilihan Abah saya pasti akan menerimanya, saya tidak akan meragukan kalau itu sudah Abah yang memilihkan," jawab Ali mantap dengan penuh keyakinan.
"Jangan begitu Faidh, bagimana nanti kalau ternyata pilihan kami tidak sesuai dengan kriteria dan harapan kamu, karena itulah tolong kamu sebutkan saja,"
"Yang pasti saya akan memilih perempuan yg menempatkan cinta pertamanya kepada Allah dan Rasul-nya karena dengan begitu sudah bisa di pastikan kalau dia termasuk dalam golongan wanita sholeha," mantap Ali berucap akan kriteria wanita idamannya.
"Ada seorang gadis yang insya Allah
Memenuhi kriteria yang kamu sebutkan Faidh, saya bisa menjamin kalau dia sangat berbeda dengan kebanyakan gadis sekarang," ujar Kyai Zubair menjelaskan.
"Saya percaya dengan siapapun pilihan Abah, saya pasti akan menerima. Apa boleh saya tahu namanya Abah?" tanya Ali penasaran.
"Fatimah. Gadis itu bernama Fatimah, kalau kamu serius ingin bertaaruf dengan Fatimah. Nanti biar Abah dan Umi mengatur pertemuan kalian." seru Kyai Zubair pada Ali.
"Tidak Abah, saya tidak ingin bertaaruf, melainkan ingin langsung mengkhitbah-nya." ujar Ali lagi dengan penuh kemantapan hati. Entah mengapa hatinya bergetar kala mendengar nama Fatimah di telinganya.
"Apa kamu yakin Faidh? Apa kamu tidak ingin bertemu dulu dengannya?"
"Saya yakin Abah. Bukankah niat baik itu harus disegerakan. Saya percaya dengan pilihan Abah." tak ada keraguan sama sekali saat Ali mengucapkan kata-kata itu.
"Baiklah kalau begitu,nanti akan segera ku sampaikan niat baikmu itu pada Fatimah. Tapi ingat Faidh, keputusan tetap berada di tangan Fatimah. Entah dia menerima atau tidak."
"Baik Abah. Apapun keputusannya nanti akan saya terima dengan ikhlas."
"Li,kenapa kamu tidak ingin bertemu dulu dengan gadis itu. Apa kamu sudah yakin akan keputusan kamu nak?" Pertanyaan Mamanya menyadarkan Ali dari ingatanya akan pertemuannya dengan Kyai Zubair kala itu.
"Tidak perlu Mam, Ali sangat yakin dengan pilihan Abah Zubair," ujar Ali pada Mamanya.
"Baiklah nak kalau itu sudah menjadi keputusan kamu,mama sama papa hanya bisa mendoakan semoga ini yg terbaik, iya kan pap,"
"Iya mam, Aamin. Papa juga cuma bisa mendukung dan mendoakan,selebihnya kami menyerahkan semua keputusan di tangan kamu Li," Fariz sang Papa ikut menimpali.
***
Sebuah mobil honda jazz memasuki pelataran pesantren menarik perhatian Prilly yang tengah menyapu di halaman depan.
Terlihat seorang lelaki yangg sudah berumur namun masih terlihat gagah dengan tampilan rapinya menuruni mobil tersebut kemudian membukakan pintu di sebelahnya dan turunlah perempuan paruh baya namun masih terlihat sangat anggun dan cantik.
Si pria paruh baya itu terlihat membuka pintu bagasi mobil dan mengeluarkan barang-barang yang sepertinya akan di sumbangkan ke pesantren.
Dengan senang hati melihat barang yang akan di bawa oleh dua orang yang baru datang itu berinisiatif menghampiri dan ingin membantunya membawa barang bawaan mereka.
"Assalamualaikum, ada yang bisa saya bantu bapak, ibu?" katakanlah Prilly sopan.
"Waalaikumsalam," jawab perempuan itu menoleh dan menjawab salam Prily.
Ada rasa bergetar di hati Prilly saat mendengar suara perempuan pulihbaya itu. Prilly suka mengenali akan sorot mata yang menatap ke arahnya itu. Seakan mata itu sangat terkenal dan tidak asing.
####