Faidh
"Li, bagaimana dengan tawaran Mama dan Papa kemarin?" perempuan paruh baya yang masih terlihat anggun dan cantik itu menghampiri anak-nya yang tengah duduk santai dengan buku tebal di kedua dikumpulkan.
"Ali belum berpikir sama tentang Ma tentang tawaran itu," kata pemuda yang menjawab tanya Minta tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang dibaca.
"Mama mau meminta kamu buru-buru menerimanya, ganti tanya dulu. Apa tidak boleh kamu minta saran dari Kyai Zubair untuk sementara tinggal di pesantren-nya sebagai pengajar, lagipula dengan begitu kamu bisa menyalurkan ilmu yang kamu bisa dan bisa juga bisa cari satu persatu karakter para gadis di sana. "
"Nanti akan aku kembali lagi. Mungkin saran Kyai Zubair tidak terlalu buruk untuk dicoba."
***
Ahmad Ali Faidhil Barakat
Pemuda 27 tahun yang baru menyeleseikan program studi S2-nya di fakultas Ushuludin Universitas Al-Azhar Kairo dengan jurusan Aqidah Filsafat. Dengan bekal ilmu pengetahuan tentang agama yang dimilikinya Ahmad Ali Faidhil Barakat atau yang biasa di sapa Ali lulus dengan nilai mumtaz atau clumcude di atas rata-rata. Tiga tahun Ali menetap di negeri ratu Cleopatra dan baru beberapa hari ini ia kembali ke Indonesia.
Sepulang dari Kairo Ali langsung di berondong dengan berbagai pertanyaan dan desakan kapan saja akan meminta masa depan lajangnya. Terutama oleh Fariz dan Anindita kedua orangtuanya.
" Kapan Li , kamu mau membawakan mama sama papa calon menantu ?" ali teringat pertanyaan sang mama kala ia baru saja menginjakkan pertanyaan di rumah.
" Mam , baru also nyampe rumah udah di tanyain soal Calon menantu aja . Mama tau kan Prinsip Ali . Ali nggak mau pacaran Ma , Nanti kalau ADA yg Cocok Langsung nikah aja."
" Papa Dan mama Kemarin berkunjung Ke pesantren Kyai Zubair , Li . Sepertinya di sana Banyak gadis DENGAN Kriteria Dan Prinsip Yang kamu pegang ITU . Papa Sudah Bicara PADA Beliu , meminta Saran untuk review mencarikan Calon Istri untukmu , "
kata-kata pak Fariz saat itu sontak membuat napas Ali agak tercekat. Itu memang sudah disetujui hal itu. Tapi mau tak mau harus seperti yang orangtuanya mau. Ali masih ingin menata karirnya sebelum nanti ia meminimalisir seorang wanita untuk di jadikan pendamping beruntung. Lagipula menikah bukan cuma urusan lelaki dan perempuan yang bersanding bersama. Tapi untuk menuju itu juga diperlukan cinta. Meskipun bukan yang utama, tetapi bagi Ali ia juga bisa memimpikan bisa dengan perempuan yang akan menggantikan cinta dan juga yang akan ia cintai dibawa.
" Kenapa buru-buru Pa ? Ali Masih Ingin meniti karir . Ali also baru Lulus kan , Belum ADA Pekerjaan yg Pasti . "
" Kalau masalah karir ITU gampang Li , kamu ITU lulusan Terbaik Dari Leiden universitas Belanda . Di Tambah Lagi s2 kamu DENGAN hasil temuan mumtaz di Al Azhar Kairo , Papa rasa tak akan Sulit Bagimu untuk review get Pekerjaan Dan karir Yang Bagus . "
Memang benar apa yang di ucapkan papa-nya. Dengan bekal ilmu yang ia dapat dari dua Universitas unggulan di dunia itu akan lebih mudah untuknya mendapatkan pekerjaan yang ia mau. Sebenarnya Fariz sendiri sudah sering menawarkan posisi yang lumayan penting dan menjanjikan di kantor papanya itu. Namun Ali selalu menolak dengan alasan bahwa ia memiliki prinsip jika akan memulai semuanya dengan nol. Tanpa mengandalkan orangtuanya.
" Besok kamu harus berkunjung ke pesantren Kyai Zubair Li , hitung-hitung silaturahmi , s udah lama juga kan kamu nggak kesana ." Ucap Fariz menambahkan saat itu.
Dan disinilah Ali sekarang di dalam mobil yang akan diarahkan menuju pesantren seperti yang kedua orangtuanya ceritakan.
Mobil yang Ali kendarai membuka pesantren yang lumayan luas di sebuah desa di kabupaten Solo Jawah tengah. Butuh waktu sekitar dua jam perjalanan yang ia tempuh mulai dari jakarta dengan menumpang pesawat dan mendarat di bandara Adi sumarmo Solo hingga naik mobil jemputan yang telah siap di paparkan menuju ke pesantren tersebut.
Pondok pesantren Al-istiqomah yang terletak di kecamatan demak sebelah barat kota Solo. Pesantren yang di pimpin oleh Kyai haji Zubair yang merupakan asosiasi ke empat dari pendiri pesantren tersebut. Ali sudah tidak lagi dengan pesantren dengan bangunan sederhana dan terletak di tengah desa kecil itu. Dulu saat ia masih kecil sering diajak oleh kedua orangtuanya mengunjungi kesana, bahkan Ali juga sempat mondok selama liburan sekolahnya dulu. Dan lagi di kampung itu tinggal salah satu saudara dari Fariz papanya. Makanya Ali sekeluarga sering bertandang kesana.
>>>
"Assalamualaikum .."
"Waalaikumsalam. Akhirnya gagal datang juga kamu, ayo.ayo, masuk." laki-laki diubah baya yang berwujud berwibawa itu mempersilahkan Ali untuk masuk.
"Bagaimana kabar kamu Faidh?"
"Alhamdulilah Kyai, seperti yang Kyiai lihat," jawab Ali pada orang yang dimintanya Kyai itu. Saat kecil dulu memang keluarga Kyai Zubair di pesantren lebih suka memanggil Ali dengan panggilan 'Faidh' kata Kyai Zubair lebih sreg dan enak di dengar. Makanya sampai sekarang semua orang mengenal Ali di pesantren pasti menyambutnya Faidh.
"Sudah lama sekali ya kita tidak bertemu."
"Iya Kyai, terakhir tiga tahun yang lalu saat aku akan berangkat ke kairo."
"Faidh, di minum nak tehnya." Umi Farida istri Kyai Zubair datang sambil membawa nampan sambil memberikan dua cangkir teh dan juga beberapa stoples cemilan.
"Terimakasih Umi, jangan repot-repot" ucap Faidh kemudian mengambil cangkir berisi teh dan meneguknya.
"Repot apa sih. Enggak kog Faidh." Umi Farida beranjak duduk di sebelah kiai Zubair.
"Umi, Fatimah mana? Kog umi sendiri yang bawain tehnya." Kyai Zubair meminta agar Prilly. Yang dimaksud dengan Fatimah oleh Kyai Zubair adalah Prilly.
"Fatimah sedang menemani belanja Nafisah ke pasar Ba." katakanlah Umi Farida.
Ali jadi bingung sendiri. Siapakah Fatimah yang di maksud oleh Kiai Zubair dan Umi Farida. Karena setahu Ali anak Kyai dan juga umi cuma satu, yaitu kak Nafisah. putri mereka satu-satunya yang lebih tua empat tahun dari ali. Karena itu saat ini kecil dulu dan sering di ajak berkunjung ke Pesantren ini, Ali pasti akan ajak Nafisah berkeliling pesantren atau main utama sungai yang tak jauh dari situ. 'Mungkin Fatimah itu salah satu santri di sini.' Batin Ali dalam hati.
"Maaf ya. Kimi dan juga Umi, Ali tidak bisa hadir saat pernikahan kak Nafisah." kata Ali yang teringat akan Nafisah yang sudah suka kakak diterima.
"Tidak apa-apa Faidh, kami ngerti. Kan waktu itu kamu masih menyeleseikan s2-mu di Kairo." sahut Umi Farida.
"Abah jangn lupa lepas dzuhur ada undangan dari Pak Wibi untuk memberikan ceramah di acara walimatul arusy putrinya." umi Faridha berkata lagi mengingatkan Kyai Zubair.
"Kita pergi sekarang saja Mi, nanti kita sekalian dzuhur di sana. Faidh tidak apa-apa kan kita tinggal dulu? Kamu mau keliling-keliling pesantren. Kan sudah lama juga kamu nggak kesini." katakanlah Kyai Zubair sebelum berangkat Ali untuk diundang undangan dari teman menerima.
****
Ali berjalan menyusuri setiap sudut pesantren. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mau mengunjungi sana, semua masih sama seperti waktu terakhir kali ia mengunjungi kesini tiga tahun yang lalu sebelum berangkat ke Kairo. Tidak banyak yang berubah.
Sampai di tepi kolam samping asrama putri. Ali melihat gambar perempuan yang tampak tak asing.
Siapa perempuan berwajah teduh itu. Gumam hati Ali. Hatinya berdebar
pada tampilan berpadu pada gadis yang tengah terduduk di tepi kolam dengan kaki tercelup ke dalam kolam air.
Ali masih betah memperhatikan sosok gadis cantik dari kejauhan. Tiba-tiba ingatannya kembali menerawang pada kejadian sepuluh tahun yang lalu.
Saat ini masih tujuh belas tahun, saat di ajak berkunjung ke pesantren ini.
Saat dirinya menolong perempuan, gadis menghabiskan sepuluh tahun dan tepat di pinggir kolam tempat gadis berwajah teduh itu termenung.
' Ibuu .. huhu .. hu ... ibu ,' gadis kecil itu berteriak memanggil-manggil panggilan.
"A dek , kenapa ?" Ali kala itu sedang berjalan dan berkeliling di pesantren mendapati gadis kecil yang sedang mencari mencari.
"Ib u kamu mana dek ? Biar kakak anter ke tempat ibu kamu , ya."
" Fatimaah , astagfirullah di cariin Dari Tadi Ternyata kamu disini nak ,"
belum layak Ali ingin mengantar gadis kecil itu. Umi Farida telah tiba terlebih dahulu di tempat itu dan menggandeng gadis itu untuk di ajak masuk.
" Faidh kamu juga tadi dicari sama abah ternyata di sini . Cepetan kamu nyusul ke masjid Faidh . Tausiyah abah dibuka lagi di mulai . "
umi Farida menyerukan pada Ali untuk segera beranjak ke masjid. Sementara itu sendiri masuk ke dalam rumah yang di tempati-nya di dalam pesantren. Seulas senyum menyungging di wajah Ali saat kembali mengingat kejadian yang sudah berlalu melewati sepuluh tahun lalu itu. Gadis kecil dan perempuan berwajah teduh itu, sama-sama di tempat inilah Ali bertemu semua. Jika dulu dengan si gadis kecil yang menangis itu Ali langsung menghampirinya. Tapi tidak untuk wanita dengan wajah teduhnya, Ali cukup memperhatikan saja dari kejauhan. Lagipula mereka bukan mahram, akan rentan timbul fitnah jika Ali mendekatinya tidak ada niat apa-apa. 'Pasti gadis kecil itu sekarang sudah beranjak dewasa, atau mungkin seumuran dengan perempuan di tepi kolam itu.' Gumam hati Ali menganalisa sendiri pemikirannya.
"Fatimah," suara panggilan nan lembut menyadarkan Prilly dari lamunannya.
"Kak Nafisah, iya kak kenapa?" tanya Prilly beranjak dari kolam menghampiri perempuan anggun dan cantik yang dia panggil kakak itu.
"Kakak, bisakah minta tolong dek sama kamu?" ujar Nafisah mengutarakan niatnya.
"Tentu kak, aku pasti tolong kakak selama aku bisa."
"Makasih ya dek,"
"Iya, Kak Nafisah mau minta tolong apa?"
"Jadi begini dek, nanti lepas ashar kakak sama bang Reihan ada undangan di kota. Kakak bisa tolong nitip jagain Raffa dek?" katakan Nafisah minta tolong.
"Iya kak, tenang aja biar Prilly yang jagain Raffa, kakak pergi aja."
"Makasih ya Fatimah, Raffa masih bobok di kamar depan. Kakak udah siapin botol susunya kalau nanti dia haus. Kakak tinggal dulu ya dek," ucap Nafisah sebelum berangkat meninggalkan Prilly.
'Fatimah ?? Siapa sih sebenarnya dia? Kenapa selama ini aku tak pernah melihat di sini. Seperti dia dia sangat dekat sekali dengan kak Nafisah. Biar aku tanyakan saja nanti tentang Fatimah. ' Ali masih menggumam sendiri dalam hati saat memperhatikan gadis berwajah teduh itu melenggang masuk meninggalkan kolam.
>>>>
Sementara itu di sebuah rumah besar dan terlihat megah. Seorang wanita paru-paru namun masih terlihat cantik dan anggun sedang menangis dan mengingat masa lalunya. Jika orang awam menelisik dari tempat tinggalnya yang mewah dan serba ada pasti akan berpikir alangkah bahagia semua serba ada yang tidak suka apapun. Namun, jika dilihat lebih dekat, semua terasa terasa. Perempuan itu harus dipisahkan. Hari-putaran menjadi penuh dengan airmata penyesalan sejak kejadian dua puluh tahun yang lalu itu.
"Sampai kapanpun kamu merasa bersalah seperti itu Mam?" perempuan parubaya terlihat menitikkan airmata dengan kedua memeluk kain yang seperti selimut dan mendekapkan kain itu ke dadanya.
"Sudahlah Mam, kita sudah berusaha mencarinya selama ini, tetapi Tuhan memang belum berkehendak untuk mempertemukan kita." lelaki memutuskan baya di sebelahnya mencoba menenangkan wanita itu.
"Besok kita pergi ke pesantren Kyai Zubair lagi ya Mam, Papi harap Mama bisa tenang setelah mengunjungi kesana, kita cari lagi informasi di sana." mengatakan lelaki itu lagi tapi masih tidak ada jawaban yang keluar dari mulut perempuan yang berteriak itu.
*****