1. Serpihan Luka
Serpihan luka itu
Awan hitam membumbung tinggi di atas langit hidup seorang gadis, dinginnya embusan angin yang menerpa seakan menambah sunyi dan gelapnya dalam hati. Takdir seakan memang belum memihak pada kisah cintanya. Kisah cinta yang baru saja dimulai titik awalnya, namun di awal itu juga harus menjadi akhir dari segalanya. Bukan, bukan salah takdir, tapi semua memang sudah menjadi jalan yang Kuasa untuk menguji kesabaran setiap umatnya. Sabarkah dia menghadapai semua cobaannya? Ataukah akan dengan mudah terperosok ke dalam jurang yang bernama putus asa?
"Kamu itu pembawa sial! lebih baik kamu pergi yang jauh dari sini daripada semua pemuda disini mati mendadak gara-gara kamu."
Gadis cantik berwajah teduh namun kini terlihat sendu itu terus terngiang kata-kata orang-orang yang mendoktrinnya sebagai pembawa sial.
"Apa salahku, kenapa kalian semua sangat membenciku, bukan aku yang memilih takdir seperti ini, tapi aku hanya menjalani apa yang sudah menjadi ketentuan sang Maha Kuasa," cericitnya dalam hati.
Gadis yang tidak pernah memilih ingin memiliki takdir dan hidup yg seperti apa. Khanza Lailatul Fatimah menjalani hidupnya dengan selalu tawadu' dan berparasangka baik kepada Allah. Tuhan yang Maha segalanya.
Sejak kecil gadis yang akrab disapa Khanza itu sudah diajarkan dan ditanamkan tentang nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan dalam hatinya.
Ia tidak pernah menggugat kepada sang Pencipta hidup tentang apa yang sudah menjadi takdirnya.
"Ini semua terjadi gara-gara kamu!" Perempuan paruh baya itu menangis histeris menuding seorang gadis yang juga tengah menangis di depan jenazah yang terbujur kaku terbungkus kain putih. Isakannya menggema memenuhi setiap sudut ruang. Pada pentakzia pun seolah ikut larut dalam adegan dramatis penuh kesedihan.
Perempuan setengah tua itu kembali menuding ke arah si gadis.
"Kalau saja Fatan mendengarkan kata-kataku, untuk tidak berhubungan dengan gadis pembawa sial sepertimu!!!" Ucapnya lagi mengguncangkan bahu gadis itu dengan kasar. Sementara gadis itu hanya bisa terdiam dengan airmata terus mengalir di kedua sudut matanya.
"Bu, sudalah. Jangan menyalahkan seperti itu. Ini semua sudah takdir dari yang Kuasa." Laki-laki paruh baya di sebelah perempuan itu terlihat menenangkannya.
"Pergi kamu dari sini! jangan sekali-kali kamu menampakan diri lagi di hadapan kami. Dasar gadis bahu lawean, pembawa sial. Semoga saja setelah ini tak ada lagi pemuda yang menjadi korban kesialanmu. Aku sumpahi kamu, tak akan ada lagi laki-laki yang akan meminangmu untuk menjadikanmu istri. Cukup anakku yang menjadi korban kesialanmu!!"
Gadis itu menggelengkan kepalanya dengan airmata berderai dan perasaan bersalah yang mendalam. Mendengar sumpah serapah yang telah diucapkan perempuan paruh baya itu. Dunianya seakan runtuh seketika saat mendengar kabar bahwa lelaki yang telah mengkhitbahnya telah pergi meninggalkannya untuk selamanya. Bukan cuma itu saja yang terasa menyakitkan di hati Fatimah, tapi tudingan dan cacian yang menyatakan kalau dia adalah gadis pembawa sial menambah luka yang semakin mengagah.
Bahu lawean dalam kepercayaan orang tertentu, memiliki makna pembawa sial. Sebutan Bahu lawean biasanya melekat pada seorang gadis yang memiliki dua tanda lahir sekaligus di kedua bahunya.
Konon perempuan dengan tanda lahir seperti itu akan membawa kesialan bagi siapa saja lelaki yang dekat dengannya.
Terlepas dari benar atau tidaknya tentang mitos tentang bahu lawean, ada baiknya setiap orang mempercayakan takdir pada ketentuan Allah Ta'alah.
Segala apa yang terjadi di dalam dunia fana ini tidak terlepas dari ketentuan Sang Khalik, semua sudah tertulis jelas di Lauhul Mahfudz.
Umur, rejeki, dan jodoh, semua sudah tertulis jelas pada saat malaikat di utus Allah untuk meniupkan ruh di dalam kandungan seorang perempuan.
***
Khanza termenung mengingat kembali tentang kisah singkatnya beberapa bulan terakhir ini.
Memori itu kembali berputar bagai kaset rusak yang terus-menerus terekam dalam pikirannya. Angannya melayang pada waktu pertama kali dekat dengan almarhum Fatan, calon suami yang telah pergi meninggalkannya selamanya.
"Sendirian aja Dek?" tanya pemuda tampan yang tengah mengendarai motornya dengan pelan mengimbangi jalan seorang gadis cantik.
"Eh, Mas Fatan. Iya Mas, ini ibu nyuruh Khanza ke pasar beli keperluan buat bikin tumpeng pesenan bu Kades," sahut gadis itu tersenyum tipis.
Lelaki yang memanggilnya dengan sebutan 'dek' itu masih mensejajari langkah Khanza, "Kok jalan kaki, biar aku anterin kamu ke pasar ya Dek." tawar Fatan pada Khanza.
Khanza menggeleng, merasa tak enak dengan tawaran Fatan, "Nggak usah Mas, ini udah deket kok. Nanti malah merepotkan Mas Fatan." Tolaknya halus.
"Nggak ngrepotin kok Dek, lagian kamu belanja buat pesanan-nya ibu, kan? Jadi nggak ada salahnya kan kalau aku bantuin kamu." Kekeh Fatan tak menyerah.
"Tapi Mas..."
"Udah, ayo naik. Nggak boleh nolak bantuan orang lho Dek."
Khanza tersenyum getir. Rentetan memori tentang awal kedekatannya dengan Fatan kembali memutar dalam otaknya. Sesak ikut meruangi hatinya saat nama Fatan menginvasi ingatan Khanza, dan telaga pun segera terbentuk diantara kedua pelupuk mata Khanza, siap mengaliri kedua pipi gadis itu.
Fatan Sofyan adalah putera dari Kades di desa tempat Khanza tinggal. Fatan sebenarnya sudah lama memendam rasa suka pada Khanza, bahkan saat gadis itu masih duduk di bangku menengah pertama, dan Fatan sendiri saat itu masih kelas tiga SMA.
Tapi karena waktu itu Khanza masih terlalu kecil untuk di ajak berkomitmen untuk membentuk sebuah hubungan, maka Fatan hanya bisa memendam rasa yang ia miliki. Lagipula saat itu ia akan lulus dan melanjutkan kuliah di kota. Lelaki itu bertekat akan mengejar cita-citanya dulu baru setelah itu ia akan mengungkapkan perasaanya pada gadis berjilbab dengan paras manis yang ia kagumi itu di saat tepat.
Sementara Khanza sendiri, tidak mengenal dengan yang namanya pacaran. Dari kecil kedua orangtuanya sudah mewanti-wanti dirinya untuk selalu menjauhi apa saja yang banyak menimbulkan mudharat daripada kebaikan.
"Pacaran itu ndak ada kebaikannya Nak, lebih banyak mudharatnya, jadi Bapak sangat berharap kepadamu, jika nanti ada lelaki yang ingin serius langsung saja suruh nemuin bapak untuk melamarmu," begitu pesan almarhum pak Arman bapak Khanza.
Pak Ahmad Sofyan adalah seorang kepala desa di kampung Khanza. Hari ini putera mereka satu-satunya Fatan Sofyan telah lulus menjadi sarjana dan di wisuda dengan prestasi yang membanggakan. Untuk itulah Bu Ratna istrinya berniat menggelar syukuran dengan mengundang warga setempat dan memesan nasi tumpeng dari Bu Aida ibunya Khanza. Semenjak ditinggal pergi untuk selamanya oleh suaminya, bu Aida memang membuka usaha pesanan nasi tumpeng bagi siapa saja yang mempunyai hajatan atau syukuran ingin memesan di tempatnya. Dengan di bantu oleh putri semata wayangnya Khanza usaha mereka sudah berjalan kurang lebih tiga tahunan, sejak Khanza duduk di bangku SMP kelas tiga.
Sebenarnya Khanza bukanlah anak kandung dari Aida dan Arman.
Aida dan Arman telah menikah lebih dari 15 tahun tapi belum juga di karunia seorang anak kala itu.
Suatu hari menjelang subuh, saat baru terbangun dan ingin mengambil wudhu, Aida mendengar suara seperti tangis seorang bayi. Langkahnya menuntun untuk terus mendekat ke asal suara. Tepat di samping rumah Aida sangat terkejut melihat bayi mungil yang meringkuk di atas gerobak soto tempat Pak Arman biasa membuka dagangannya.
Dengan tangan gemetar Aida mengangkat bayi mungil yang ternyata berjenis kelamin perempuan itu. Hati perempuan itu berdesir hebat, naluri keibuan seketika menyusup dalam kalbunya. Ah! Siapa yang setega ini membuang dan menelantarkan bayi cantik tak berdosa itu. Aida memeluk hangat tubuh kecil nan rapuh itu, hatinya bertekad bahwa mulai detik itu juga Aida akan merawat, menyayangi dan mencintai bayi kecil cantik itu layaknya puteri kandungnya.
*********Muhasabah Cinta*********
Minta dukungan vote dan koment nya ya.
Catatan kaki:
Bahu lawean, dalam kepercayaan masyarakat tertentu, mempercayai kalau perempuan yang terlahir dengan dua tanda lahir di bahunya disebut dengan bahu lawean, konon katanya perempuan tersebut akan membawa sial bagi setiap laki-laki yang dekat dengannya.
Ini mitos ya. Harap jangan mempercayai mitos yang sudah jelas tidak ada dalil ataupun sanadnya. jatuhnya malah Khufarat.
Apa Khufarat itu?
Khufarat itu bisa disebut sebuah cerita bohong yang di besar-besaran dan disebarkan di khalayak umum, contohnya pelbagai mitos yang berkembang di tengah masyarakat.
Percaya tetap harus pada Allah Ta'alah.
Kak kenapa malah menyisipkan tema cerita yang mengandung Khurafat/mitos?
Nggak papa. Cuma buat benang merahnya aja kok. Bahasnya juga cuma diawal doang.