Bab 3. Sebuah Insiden

1099 Kata
Fira yang kesal, berjalan cepat ke depan mobil dan memukul kap mobilnya dengan kesal. Pria itu terperangah, tidak menyangka akan sikap Fira yang menurutnya sangat berlebihan. Dia turun dari mobilnya dengan membiarkan pintu mobilnya terbuka, dan menghampiri Fira yang berdiri menantang. “Kamu pikir kamu siapa? Kamu bisa saya tuntut karena telah mencampuri urusan orang lain secara berlebihan,” desis pria itu sopir dengan tatapan bengisnya. Tangan kirinya menunjuk-nunjuk wajah Fira yang memerah menahan marah. Fira diam tidak membalas, sepertinya akan percuma membalas kata-kata dan perlakuan orang yang tidak menyadari perbuatan salahnya. Fira tidak mengacuhkan pria itu, dia justru mendekati ibu tua yang masih syok, lalu membimbingnya ke tepi jalan. “Sudah, Neng. Nggak apa-apa,” ujar ibu tua itu. Beberapa saat kemudian, barulah dia merasa lebih tenang. Sementara mobil pria itu sudah memasuki gerbang kantor perusahaan Elmer Group, dan Fira sempat bertanya-tanya. Fira menyesalkan tindakan orang itu yang semena-mena terhadap orang tua yang lemah. Menurutnya tidaklah salah menunggu beberapa detik membiarkan ibu itu melewati gerbang gedung, karena ibu itu juga sudah lebih dulu berada di tengah gerbang dan akan melewatinya. Tapi karena langkahnya lambat, membuat si sopir congkak itu tidak sabaran. Fira melupakan kejadian tadi dan memasuki gedung kantor Elmer Group dengan langkah mantap. Ada enam calon peserta magang, termasuk Fira, yang akan mengikuti induksi pagi ini. Semuanya adalah mahasiswa dari kampus yang sama dengan Fira, tapi dari Fakultas dan jurusan yang berbeda-beda. Tentu Fira baru saja mengenal mereka, bahkan di antara mereka ada yang sudah semester jauh di atas Fira. “Kalian adalah peserta yang beruntung. Ada seratus lima puluh satu pelamar yang mendaftar. Setelah kami telah melakukan seleksi ketat, maka kalianlah yang terpilih.” Nia, sang sekretaris menjelaskan dengan wajah tegas dan senang, karena melihat penampilan calon peserta magang yang sangat rapi dan siap mengikuti induksi pagi ini. “Ini adalah pak Johnson, yang akan memandu kalian. Silakan, Pak Johnson.” Nia mundur dari rombongan dan membiarkan Johnson memandu para peserta untuk melihat-lihat keadaan kantor dan ruang kerja mereka masing-masing. Bukan main Fira senang dengan keadaan kantor Elmer Group yang sangat nyaman dan sejuk, dengan fasilitas standar internasional. Dia melihat beberapa pegawai ekspatriat yang serius bekerja di depan komputer dan mereka terlihat sangat serius dalam bekerja. Rasanya Fira ingin memulai magangnya saat ini juga. Namun, perasaan Fira mendadak tidak semangat saat Johnson memperkenalkan pimpinan Elmer Group. “Kalian sangat beruntung hari ini, karena pak Edwin hadir di tengah-tengah kita, beliau ini adalah pimpinan tertinggi Elmer Group,” ujar Johnson penuh semangat. Semua peserta memandang perawakan pria berdarah campuran itu penuh rasa kagum. Bagaimana tidak, Edwin memiliki pesona dengan kesempurnaan fisik. Tubuhnya indah seindah wajahnya, pun kulit tubuhnya yang putih bersih. Para peserta magang dengan semangat menyalaminya. Hanya satu yang tidak semangat, Fira. Gadis itu lemah saat ditatap tajam Edwin, tatapan disertai dendam. Karena dia adalah pria yang membentak seorang ibu tua dan Fira yang telah melabraknya dengan penuh amarah sebelum memasuki gedung perusahaan. Benar saja apa yang dikhawatirkan Fira saat ditatap tajam dan sinis oleh Edwin. Setelah acara induksi selesai, tiba-tiba Nia datang mendekatinya. “Fira Cahya Amanda?” “Iya. Saya, Bu.” Nia menghela napas sejenak, wajahnya tampak sedih. “Maaf, Fira. Kamu ditolak.” Fira mengangguk lemah. Dia menyadari konsekuensi sikapnya. Meskipun dia berpikir bahwa tindakannya benar sekalipun, tidak akan mengubah nasibnya hari ini. “Baik, Bu.” Fira lalu melangkah gontai menuju lobi kantor. Entah kenapa Nia merasa iba melihat punggung gadis itu. Dia sudah berdandan cantik hari ini dan tentu saja sudah mengharapkan bisa magang seperti peserta lainnya. Nia lalu kembali masuk ke dalam kantor dan berpaspasan dengan Johnson. “Kenapa Pak Edwin menolaknya? Bukannya gadis itu memiliki nilai terbaik?” “Aku juga nggak tau alasannya. Pak Edwin hanya bilang bahwa jumlah peserta magang kembali ke peraturan awal, lima dan bukan enam, itu saja. Dan memang kemarin itu nama Fira adalah yang terakhir disebutkan.” Johnson menggeleng tidak berdaya. “Dia peserta yang paling cepat tanggap dan cepat pula mengerti. Sayang sekali.” Nia jadi merasa angka aneh dengan sikap Edwin kemarin, dia yang telah menunjuk nama Fira sebagai nama terakhir yang masuk dalam peserta magang, tapi hari ini dia malah mencoretnya. *** Pikiran Fira menjadi tidak karu-karuan dan tidak konsentrasi saat menuju pintu lift. Dia sudah membayangkan kekasihnya yang pasti akan kecewa karena dia ternyata gagal masuk magang di Elmer Group. Bagaimanapun, Fira tidak pula menyesali tindakannya yang telah membela orang lemah, menurutnya sikap Edwin tidak pantas dan sepantasnya diingatkan. Pintu lift di depannya sudah terbuka, dan Fira memasukinya tanpa melihat wajah pria yang ada di dalamnya. “Jadi kamu sudah tahu siapa saya?” Fira terkejut, dia sontak menoleh dan sangat terkejut. Lagi-lagi dia bertemu Edwin yang tersenyum dingin dan bengis ke arahnya, dan kali ini sangat dekat. Saking terkejutnya, Fira tidak bisa bicara apapun, memilih diam, dan ingin segera pergi. Tubuh Fira mendadak panas dingin, sibuk mengatur emosinya. Dia melirik dua nomor berbeda yang sudah ditekan di sisi pintu lift, mengira Edwin akan segera ke luar. Saat lift berhenti di nomor sebelum menuju ke lantai dasar, ternyata dugaan Fira salah, Edwin tidak ke luar dan mungkin akan ke luar dari pintu lift bersamanya. “Aku telah berbuat benar, membentak ibu tua adalah tindakan yang sama sekali tidak benar. Kamu punya ibu, ‘kan? Kamu bayangkan itu ibumu!” sergah Fira, ingin pria itu berpikir bahwa tindakannya salah. Edwin menelan ludahnya, mengakui nyali Fira yang berani membalasnya. Pintu lift terbuka, dan Fira bergegas ke luar mendahului Edwin. Karena tergesa-gesa, tubuh Fira menjadi tidak seimbang, kakinya tersandung dan terdorong ke depan. Edwin yang berada tepat di belakang Fira, dengan cepat menangkap lengannya agar tidak jatuh, lalu membimbing Fira ke luar dari lift. Fira hendak berontak, tapi kakinya masih terasa lemah. “Edwin!” Edwin gugup, ternyata istrinya datang ke kantornya tanpa memberitahu. Imelda tampak terkejut melihat Edwin yang baru ke luar dari pintu lift sambil mendekap lengan seorang gadis yang kesusahan berjalan. “Siapa?” Edwin menyuruh salah satu staff untuk membantu Fira berjalan ke luar gedung. “Peserta magang.” “Kenapa dia masuk ke lift khusus?” “Mungkin dia belum tahu aturan itu.” Imelda belum sempat melihat wajah gadis yang dibantu Edwin, namun dia memuji tubuh gadis itu ramping dan masih muda. Imelda menoleh Edwin yang tampak murung. “Dia tersandung, lalu aku membantunya,” jelas Edwin. Edwin dan Imelda berjalan ke luar gedung, dan sebuah mobil mewah sudah terparkir untuk mereka berdua. Edwin terus saja memikirkan kata-kata gadis itu yang menyinggung tentang seorang ibu. Ada perasaan sesal setelah menyadari bahwa tindakannya memang salah, dan tiba-tiba saja bayangan wajah almarhumah ibunya terlintas di benaknya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN