Entahlah, sudah berkali-kali Arman menyusahkannya, tapi Fira tidak kuasa lepas darinya. Apalagi di saat dia meminta maaf dan bersikap manis, Fira pasti luluh. Matanya memang sudah dibutakan cinta terhadap sosok Arman.
“Kalo sudah terperangkap sama orang toksik memang susah lepasnya.” Rubi menghela napas pendek, “Aku sangat berharap suatu saat kamu sadar sesadarnya.”
Fira tersenyum kecil melihat ekspresi wajah serius dan sinis Rubi ketika menyinggung kekasihnya, yang dikenal tampan di kampus dan banyak perempuan yang mengejar-ngejarnya. Arman juga aktif di organisasi kampus, membuatnya cukup digilai banyak perempuan. Tapi sebenarnya bukan karena itu Fira menyukainya, dia mencintai Arman karena perlakuan Arman terhadapnya, yang juga menyatakan cintanya terlebih dahulu dan dianggap Fira sosok laki-laki yang paling serius menjalin hubungan dengannya.
***
Fira akhirnya memberitahu Arman tentang proposal magangnya di Elmer Group yang diterima. Arman senang bukan main, itu artinya Fira akan berkesempatan memiliki karir yang menjanjikan setelah kuliah.
“Aku antar kamu besok.”
Fira memperbaiki posisi ponselnya. “Bukannya besok kamu ada janji dengan dosbing satu?”
“Perkara gampang, nanti bisa aku ubah jadwal konsultasi.”
Fira tertawa kecil. “Haha, gaya ah. Ini mana dosen mana mahasiswa. Gaya banget kamu atur-atur jadwal.”
“Iya dong. Kasih saja dua tandan pisang kepok, pasti dah diturutin kemauan aku.”
“Dasar!”
“Pengalaman organisasiku bikin aku jadi tahu watak-watak dosen dan kemauan mereka. Jadi kamu jangan terlalu mikirin soal itu. Yang penting, kamu besok mulai magang yang baik, dan tunjukkan sikap baik kamu ke bos besar.”
Fira tertawa lagi. “Ya jelas dong. Masa kitanya males-males, namanya anak magang. Ya, kayak aku dulu magang di supermarket.”
“Ya, beda, Sayang. Jangan disamakan dengan supermarket. Kalo di perkantoran itu harus pandai cari muka, biar karir melesat tajam kayak roket. Beeeeh, aku sudah bayangin kalo kamu nanti jadi kepala bagian saja di sana, di kantong minimal lima puluh juta satu bulan.”
“Ah, masa sebanyak itu?”
“Elmer, Fira. Elmeeer. Ini aku sampe ngiler lo.”
“Hahaha. Segitunya deh. Dulu kenapa kamu miliknya tulis laporan dan nggak milih magang?”
“Ya, kan aku sudah bilang kalo aku itu tipe pemikir dan bukan tipe pekerja kayak kamu.”
Fira manggut-manggut, hatinya senang mendengar kata-kata optimis dari yayangnya.
Dia mengakhiri panggilannya dengan hati senang.
“Heleh heleeeh, kalo sudah dengar suara si kodok mencret saja kayak sudah terbang ke angkasa raya saking saltingnya,” cibir Elvi, teman kos Fira. Sama dengan Rubi, Elvi juga gedek sama Arman. Tentu banyak sekali kisah dan gosip seputar hubungan Fira dan Arman yang sudah berlangsung hampir empat tahun.
Fira menanggapi dengan sikap santai, dia sudah terlanjur cinta dengan Arman, tidak peduli dengan kata orang yang menganggap Arman yang kerap memanfaatkan kebaikan Fira, terutama soal keuangan. Padahal Arman berasal dari keluarga berada.
“Jadi kapan kamu mulai magang di Elmer klemer klemer?” tanya Elvi dengan nada canda.
“Besok mulai induksi.”
“Itu langsung lulus magang atau bagaimana?”
“Nggak tau sih, semoga saja langsung diterima magang.”
“Yang diterima berapa orang?”
“Nah, itu dia. Mungkin besok penjelasannya.” Fira memainkan ponselnya. “Masih tahap wawancara juga sih katanya.”
Elvi memandang wajah Fira, bergumam, “Semoga kamu diterima. Oiya, si mama toksik sudah tahu belum?”
Fira menggeleng. “Belum,” katanya dengan nada pelan. Bagaimana Elvi tidak mengatakan mamanya Fira adalah toksik, dia kerap meminta Fira memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan sejumlah uang yang terkadang tidak masuk akal, bahkan Fira dibebankan setiap bulan biaya sehari-harinya serta biaya sekolah Fahri, adiknya.
“Saranku, jangan dikasih tahu dulu, kalo sudah magang selama satu bulan dan kamu terima uang gaji pertama, baru bebas kamu kasih tahu,” usul Elvi dan tampaknya Fira setuju.
***
Fira bangun pagi hari ini dan memulai hari pertama magang dengan hati riang. Dia sudah cantik dengan pakaiannya, celana panjang dan kemeja putih polos. Sesekali dia memastikan penampilannya di depan kaca cermin.
“Ya, sudah cocok jadi pegawai di SCBD dengan gaji dua kali lipat UMR deh. Nggak lama lagi kopi starbu*k setiap hari sampe mabok, biar gaya meski baru dua bulan kerja,” sindir Elvi lagi.
“Haha, nggaklah. Ngapain juga gaya-gaya kalo nggak sesuai kantong,” tanggap Fira santai.
“Bilangnya di awal begitu, ntar kalo sudah kelelep sama gaya hidup … udah deh, bye bye Elviii, bye bye Rubiii. Kalo bye bye Arman sih nggak apa-apa, aku dukung seribu persen.”
Lagi-lagi Elvi menyinggung Arman.
Tidak lama kemudian, ponsel Fira berbunyi, ternyata Arman yang menghubunginya.
“Ah, orang toksik selalu panjang umurnya, baru juga disebut-sebut—“
“Aku pergi dulu ya, Elvi. Doakan aku.”
“Iya, dong. Selalu terbaik buat Fira cantik.”
Fira pergi dari kamar kosnya dengan hati berbunga-bunga. Baginya, tidak masalah orang-orang menyebutnya bodoh berhubungan dengan Arman, dia yang merasakan begitu nyaman berdekatan dengan Arman, dan dia yang tahu cintanya yang amat dalam terhadap Arman.
Ternyata Arman mengantarnya dengan mobil. Fira tahu bahwa mobil yang dibawa Arman adalah mobil milik ayahnya yang bekerja di kantor pemerintahan propinsi DKI Jakarta. Dan perjalanan menuju gedung perusahaan Elmer Group pun terasa sangat menyenangkan.
“Kamu cantik sekali hari ini.”
Ah, sudah dua orang yang memuji Fira di awal pagi ini, Elvi dan kini sang kekasih yang menatapnya dengan mata penuh rayuan. Fira memang cantik, apalagi semangatnya yang menyebabkan siapa saja yang melihatnya akan memujinya. Dia gadis yang pantang menyerah, dan realistis, kecuali jika bersinggungan tentang Arman.
“Makasih, Arman. Kamu memang selalu yang terbaik,.”
“Aku akan selalu ada untuk kamu, Fira.”
Mendengar kata-kata sayang dari orang yang dicinta memang memabukkan, tidak terkecuali Fira.
“Aku antar sampai di sini saja, nggak apa-apa kamu jalan sedikit ya?” ujar Arman dengan nada membujuk. Gedung kantor Elmer Group berjarak sekitar lima puluh meter dari posisi mobilnya, tapi di depan kendaraan sangat banyak dan Arman sepertinya tidak mau repot memutar mobil jauh, sementara dia harus berbalik arah menuju pulang sekarang.
Fira mengangguk mengerti. Setelah berciuman bibir, dia turun dari mobil.
***
Tak lama mobil Arman hilang dari pandangannya, Fira tiba-tiba saja melihat pemandangan yang kurang mengenakkan di depan matanya. Sebuah mobil mewah berhenti mendadak tepat di depan seorang ibu tua yang sedang berjalan melintasi gerbang perusahaan Elmer Group.
“Hei! Punya mata nggak? Yang cepat jalannya! Ini jalan perusahaan! Cepat!”
Bunyi klakson berkali-kali dibunyikan sopir mobil mewah itu, membuat orang-orang yang lalu lalang, juga pengendara lain menoleh ke arahnya.
Fira yang terhenyak dengan sikap sopir angkuh itu, mempercepat langkahnya dan menghampiri sopir yang berkata kasar kepada si ibu tua.
“Heh! Yang sabar jadi orang! Mikir pakai otak! Ini orang tua! Jangan congkak jadi orang! Mentang-mentang punya mobil!” sembur Fira, namun pria itu malah menutup jendela mobilnya.
Bersambung