Dengan semangat Fira mengambil ponselnya, “Halo, Pak Edwin.” Mungkin karena deru napas Fira yang tidak biasa, membuat Edwin di ujung sana bertanya, “Kamu nggak apa-apa, Fira?” “I, iya, Pak. Nggak apa-apa.” “Di mana kamu?” “Di kosan.” “Apa yang terjadi?” “Pak….” Fira memegang dadanya yang tiba-tiba bergemuruh, dia mulai berpikir Edwin selalu bisa merasakan kegalauannya. “Tadi saya bertemu Arman.” “Aish, ck. Saya telat memberitahu kamu, seharusnya kamu nggak bertemu dengannya.” “Saya nggak sengaja bertemu di lorong, Pak. Saya sedang beli makan siang tadi.” “Dia baru saja mencarimu ke kantor, mengaku ada keluargamu yang meninggal.” Dahi Fira mengernyit, heran akan sikap Arman yang bisa-bisanya mendatangi kantor dan mengatakan ada yang meninggal dunia. Arman sudah sangat keterlaluan.