Bab 11. Hari Pertama Magang

1025 Kata
Fira melangkah mantap menuju lobi gedung perusahaan Elmer. Baru saja dia memperkenalkan dirinya ke resepsionis, Fira disambut senyuman manis. “Oh, Fira Cahya Amanda. Mari saya antar ke ruang kerja bu Nia. Kamu sudah ditunggu di ruang kerjanya di lantai sebelas,” ujar resepsionis ketika Fira baru saja menyebut namanya saat memperkenalkan diri. Fira mendadak mendapat semangat baru, jika sebelumnya dia disambut biasa oleh resepsionis, tapi kali ini sambutannya luar biasa dan dia malah diantar resepsionis itu ke ruang Nia yang berada di lantai sebelas. “Kamu beruntung bisa langsung magang. Beberapa peserta magang yang lain baru akan mulai magang lusa, ada yang bahkan mulai minggu depan,” ujar resepsionis yang bernama Liza. Dia tersenyum dengan wajah binar melihat penampilan rapi dan cantik Fira. Fira baru tersadar akan keadaannya bahwa seharusnya dia magang minggu depan jika diterima beberapa hari yang lalu. Dia jadi bertanya-tanya, tapi dengan cepat pula menepis pikirannya dan merasa lebih baik fokus melakukan tugasnya. “Kamu tinggal di mana?” tanya Liza. “Oh, nggak begitu jauh, Mbak. Saya naik motor sendiri. Sepuluh menit saja kalo nggak kena macet.” “Wah, pasti gesit naik motor.” “Iya, sejak SMA saya sudah bisa mengendarai motor.” “Wah, saya masih takut sekali mengendarai motor.” Fira senang akan sikap Liza yang ramah dan sopan. Meski basa basi dia merasa tenang. “Mbak sendiri tinggal di mana?” “Oh, saya di apartemen depan. Jadi jalan kaki kalo ke sini.” Fira manggut-manggut, dalam hati pasti harga sewanya sangat mahal. “Sudah lama bekerja di sini?” “Sepuluh tahun.” “Wow.” Belum sempat Fira mengungkapkan kekagumannya kepada Liza, dia dan Liza sudah berdiri di depan pintu ruang kerja Nia. Liza bahkan membukakan pintu untuk Fira. “Liza. Oh, hai, Fira. Silakan masuk.” Nia berseru senang. Fira terkaget sekaligus gugup, ternyata di dalam ruangan itu Nia sedang berbincang berdua dengan Edwin, dan mereka tampak santai. Nia duduk di depan meja kerjanya dan Edwin duduk berseberangan dengannya. “Aku ke bawah, ya,” pamit Liza, dia mengangguk ke arah Edwin, dan Edwin membalasnya dengan anggukkan. Fira bingung dan sibuk mengatur emosinya, apalagi tampak Edwin memperhatikannya dengan seksama, membuat Fira semakin gugup. Dia jadi mengingat pertemuan pertamanya dengan Edwin dan sikap Edwin yang menjengkelkan. Fira memilih berdiri dan berusaha menjaga sikap, khawatir Edwin salah menilainya lagi. “Duduk, Fira,” suruh Edwin setelah beberapa saat memperhatikan Fira. Dia menyodorkan kursi kosong yang berada di sampingnya. Perasaan Fira mendadak hangat disapa Edwin dengan nama, padahal dia belum memperkenalkan diri. Pun Edwin yang juga belum memperkenalkan dirinya secara personal. Terlebih, Edwin menyodorkan kursi untuknya, membuat Fira merasa sangat terhormat. Fira tampak ragu, seharusnya dia memperkenalkan diri terlebih dahulu dengan menyalami Edwin. Mendadak apa yang dia bayangkan buyar, tapi dia tetap sebisa mungkin tidak melakukan kekeliruan. Edwin yang menyadari sikap gugup Fira, menyodorkan tangan kanannya ke Fira, dan Fira menyambutnya tanpa ragu sambil menunduk hormat. “Saya Edwin, direktur utama Elmer Group. Ah ya, kita sebelumnya sudah bertemu di hari induksi beberapa hari yang lalu.” “Iya, Pak. Saya Fira.” “Ya, saya tau, saya dan Nia baru saja membicarakan kamu.” Fira tersenyum kaku, dia melirik Nia dan Nia mengangguk tersenyum. “Perempuan … kepo kenapa saya memanggil kamu kembali ke sini,” ujar Edwin dengan gaya santainya, menoleh sebentar ke Nia yang senyum-senyum malu. Fira bertambah kikuk membayangkan Edwin bercerita tentang pertemuan pertama mereka yang diawali kemarahan Fira yang kesal akan sikap Edwin. “Maaf, apa saya terlambat?” tanya Fira mengingat kedua pejabat tinggi perusahaan sudah datang di kantor yang menurutnya sangat awal. Apalagi saat baru saja memasuki gedung kantor, keadaan kantor masih sangat sepi. “Tidak, Fira. Kamu datang sangat awal,” ujar Nia. Edwin tampak bersiap-siap pergi dari ruang kerja Nia, mengambil buku catatan, tablet dan properti miliknya dari atas meja kerja Nia. “Kita bekerja sebagai tim, Fira. Kamu adalah asisten Kania. Nanti Nia yang akan mengarahkan kamu apa saja yang harus kamu kerjakan selama magang di kantornya. Tapi kamu juga bekerja dengan saya.” “Baik, Pak,” tanggap Fira saat ada jeda di dalam penjelasan Edwin. “Sudah tau kantor saya di mana?” tanya Edwin. “Iya, Pak. Waktu induksi pak Johnson sudah menjelaskannya kepada saya dan juga kepada peserta magang lainnya.” Edwin cukup terkejut mendengar jawaban Fira. Biasanya peserta atau pegawai baru akan bertanya ulang di mana, tapi Fira justru menjawab seadanya dan dia bahkan masih mengingat penjelasan Johnson. Edwin melirik ke Nia sebentar dan mengangguk kecil, seolah dia menyetujui sesuatu tentang Fira dari Nia. “Jadi, posisinya di mana?” tanya Edwin ingin memastikan Fira. “Di samping kantor ini.” Edwin tersenyum mengangguk. “Baiklah. Kalo begitu, selamat bekerja di kantor ini. Jangan sungkan menyampaikan kritik atau apapun ke saya atau ke Nia.” Edwin sudah berdiri dan melangkah pelan menuju pintu. Fira dengan cepat berdiri dan menunduk, lalu berucap, “Terima kasih, Pak Edwin.” “Ya.” Edwin ke luar dari kantor dan Fira beberapa detik memperhatikan punggung besarnya. Aroma parfum mahalnya tercium oleh indra penciuman Fira dan sepertinya sulit Fira lupakan. Edwin benar-benar gagah dan manis hari ini, terlepas sikap kasarnya beberapa hari lalu. “Selamat datang, Fira.” “Ibu.” Fira menunduk hormat ke arah Nia. “Pak Edwin memang begitu. Sebenarnya ramah dan baik hati, tapi kadang kalo datang marahnya atau serius, saya angkat tangan.” Fira mengangguk mengerti. Ucapan Nia benar dan dia sudah mengalaminya. “Jadi seperti yang sudah dijelaskan pak Edwin barusan, kamu bekerja di ruangan saya, sebagai asisten saya. Kalo saya butuh bantuan kamu untuk menghadap pak Edwin, kamu yang nantinya berurusan langsung dengan beliau, dan tidak lupa membuat laporan setiap hari apa saja yang kamu lakukan terkait pekerjaan.” “Baik, Bu,” ucap Fira senang. “Kamu yang dulu ditolak, justru sekarang diterima dan magang lebih awal. Hm … kamu dengar tadi, ‘kan? Pak Edwin bilang selama bekerja dan bukan magang. Itu artinya kamu berkesempatan untuk bisa diterima bekerja di perusahaan ini.” Fira lega mendengar penjelasan dari Nia. Tapi dia tidak lekas berbangga diri, ini baru hari pertama dan dia bahkan belum memulai bekerja. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN