5

511 Kata
"Tetap aja walau gak jadi nikah dengan Yeni, dia udah nyakitin aku, Bu!" sahutku penuh penekanan. Ibu tampak menelan ludah, tak mengatakan apa pun lagi. Ia berjalan masuk, lalu duduk di kursi, wajahnya tampak terbebani. Begitu pun bapak. Aku memutuskan masuk ke kamar, karena sedang tidak salat, aku menarik selimut bersiap tidur. Aku menghela napas panjang saat teringat kenangan indahku bersama Haykal, menari-nari di pelupuk mata. Kami sangat bahagia. Lupakan. Lupakan, kataku dalam hati. Lelaki itu, tak pantas ditangisi, tekanku pada diri sendiri, lagi-lagi menarik napas panjang. Ah sakitnya, andai kamu tahu. Walau aku sudah balas dendam, ternyata patah hati rasanya tetap menyakitkan. Membuat tubuh terasa lemas dan tak bersemangat. *** Aku terbangun saat sayup-sayup mendengar pembicaraan ayah dan ibu, dengan beberapa orang entah siapa. Aku beranjak bangkit lalu membuka tirai kamar sedikit, membuatku dapat melihat pacar adikku, Asti, bersama kedua orang tuanya dan beberapa orang, maksud kedatangan mereka ternyata untuk melamar Asti. Aku tak tahu apa-apa mengenai hal ini, jadi begitu syok, menganga tak percaya dengan kepala menggeleng-geleng. Aku tak ingin dilangkahi. Apa ini dibalik alasan ibu belakangan ini menyuruhku agar menyuruh Haykal datang melamar bersama orang tuanya? Sepertinya, begitu. Melihat wajah adik perempuanku yang begitu bahagia, aku sungguh iri. Asti dan pacarnya baru berpacaran dua tahun, sementara aku dan Haykal lebih lama dari mereka. Lima tahun berhubungan, tentu bukan waktu yang sebentar. Setelah percakapan yang panjang, akhirnya keluarga pacar Asti pulang. Dadaku bergemuruh saat ibu berjalan ke arahku. Aku langsung pura-pura membuat laporan kerja agar tak kentara jika tadi mendengar pembicaraan ibu dan calon besannya. "Yang, kalau ibu pikir-pikir, apa tak sebaiknya kamu terima lamaran Haykal? Dia kan tidak jadi nikah dengan Yeni." Ibu menatap memohon, membuatku menganga tak percaya. "Asti baru saja dilamar, ibu inginnya kamu dulu yang nikah, Yang." Wajahnya sendu. Aku juga tak ingin dilangkahi, tapi juga tak bisa mengabulkan keinginan ibu. Menikah dengan Haykal yang meminta depe duluan? Gila. Dan dia sudah berzina, aku tak mau. Aku menggeleng tegas. "Gak, Bu! Aku gak mau nikah sama lelaki jahat itu!" "Ibu malu sama tetangga kalau harus Asti dulu yang nikah." "Gak usah pikirin tetangga, Bu. Kalo waktunya Mayang dapat jodoh, ya, dapat. Mungkin, sekarang belum tepat waktunya buat Mayang." "Tepat kalau kamu mau terima lamaran Haykal, Yang. Allah saja maha pemaaf, masa kamu tidak? Terima ya, Yang?" Ibu memohon. Aku tetap bersikukuh pada pendirian. "Kamu itu jadi anak tidak bisa dibilangi. Ibu pasti akan sangat malu jika Asti dulu yang nikah, nanti dikira hamil duluan. Pokoknya ibu tidak mau tahu, Yang, kamu menikah dengan Haykal, atau ibu jodohkan!" Lalu ibu keluar kamarku, meninggalkanku yang menghela napas panjang-panjang. Sungguh kalau aku bisa, aku akan berkata, adakadabra sambil mengayunkan tongkat, lalu cowok tampan yang baik hati berdiri di hadapan, mengajak nikah. Tapi, itu hanya ilusi. Dengan gerak lelah, aku merebahkan badan di pembaringan. Menikah dengan Haykal? Gila. Itu sungguh hal gila. Tapi bagaimana caranya aku kabulkan keinginan ibu agar aku nikah duluan? *Dengan follow akun Innovelku Soh dan klik b**********n cerita ini, kalian akan dapat notif tiap cerita ini tayang. Kalau kamu Mayang, apa yang akan kamu lakuin?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN