Mataku melebar saat melihat statusku di sss yang discrenhot. Duuuuh, aku ketahuan, niiih. Huhuuuu. Sumpah rasanya, aku ingin menghapus status sss tapi sungguh tak berguna.
"Gadis aneh. Siapa namamu?" tanya cowok asing di depanku, aku tersentak dan memandangnya lewat spions.
"Mayang. Kamu?"
"Tadi kan sudah melihat KT-ku."
Aku langsung menepuk jidat. Benar juga yang dikatakannya. Aku pun menatap KTPnya yang dikirim Haykal ke WAku, umurnya ternyata dua tahun di atasku. Jantungku berdetak kencang saat satu pesan tiba-tiba masuk, dari Haykal.
(Nanti malam aku akan datang ke rumahmu dengan ayah. Kamu harus jelasin semuanya kalau tidak, aku perkarakan ke polisi)
Duuh, bagaimana caranya aku jelasin ke ayahnya? Enggak banget kalau aku harus mengaku. Tapi aku tak punya pilihan kecuali mau masuk penjara, iiih jangan sampai. Aku menghela napas, benar-benar gak bisa tenang. Ingin rasanya segera sampai rumah lalu merebahkan tubuh penat ini di ranjang. Mencoba berpikir bagaimana caranyanya menjelaskan pada ayah Haykal bahwa aku hanya berdusta tentang kehamilanku.
"Mas Aryo," panggilku pelan. Yang kupanggil langsung menoleh.
"Boleh gak agak cepetan dikit? Aku pengen cepet sampai rumah, soalnya besok masuk shift pagi, nanti aku bayar," kataku dengan tak nyaman. Memikirkan pesan Haykal sungguh membuatku deg deg kan sekaligus pusing. Arrrgh. Sungguh aku ingin mengumpat stays kecerobohanku.
"Baiklah jika itu maumu gadis aneh."
Aku tersenyum kecil. Hening. Ia pun menuruti permintaanku. Motor melaju cepat membelah jalanan lengang. Angin menerpa wajah membuat jilbabku berkibar-kibar. Aku bersidekap karena dingin.
"Kalau takut ngebut boleh kok pegangan pinggangku, Yang," katanya, menatapku dari spions dan mengerling. Aku membenahi letak duduk dan berpegangan pada besi di belakang jok alih-alih berpegangan padanya. Yang benar saja berpegangan padanya, memangnya aku perempuan murahan, apa? Enggak banget deh.
"Mas, gapura depan itu belok kiri, ya?" kataku sambil menuding gapura bertulis "Selamat Datang". Ia pun membalas dengan anggukan.
"Oh ya, Mas, pelan aja ya, hampir sampai soalnya. Nanti depan sebelah kiri ada masjid belok kiri, ya!" Aku memberikan arahan lagi. Lagi-lagi ia mengangguk, menuruti perkataanku. Sungguh tak sabar rasanya ingin segera sampai rumah dan merebah.
Akhirnya motor berhenti depan rumah. Akun pun turun lalu merogoh dompet, memberikan uang seratusan ribu yang hanya ia respons dengan senyuman.
"Simpan saja uangmu, gadis aneh. Aku bukan tukang ojek," katanya, ia tersenyum kecil. Aku menggaruk kepala dan ikut tersenyum.
"Kalau gitu makasih yaa udah anterin aku pulang dengan selamat," kataku sambil tersenyum. Ia mengangguk sambil tersenyum juga.
"Tentu saja aku harus mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Kalau tidak, bisa-bisa aku berurusan dengan polisi."Ia mengerling dengan bahu bergetar oleh tawa membuatku malu saja. Haha. Aku memang kebiasaan gitu dari dulu. Tiap diantar teman kantor yang lawan jenis, aku pasti selalu memotret KTPnya terlebih dulu.
Tanpa sengaja tatapanku dan Aryo bertemu. Aku memperhatikannya lama. Ia lelaki bertubuh semampai, wajahnya putih bersih dengan hidung mancung serta rambut yang sedikit gondrong di bawah leher menambah penampilannya yang menawan. Tampan, kalau aku boleh jujur, siih.
"Yaudah kalau gitu, makasih, yaa? Aku harus istirahat." Juga harus latihan seandainya Haykal jadi datang ke sini nanti.
Aryo tersenyum. "Apa aku tak dipersilakan mampir ke rumahmu barang sebentar?" Ia mengerling jail. Aku menggaruk rambut karena tiba-tiba salah tingkah dan menggeleng.
"Maaf ya ... bukanya gak ngebolehin, tapi ... jujur aku capek ingin istirahat. Jadi maaf ya gak nyuruh mampir, mungkin lain kali. He he." Aku tertawa kecil yang ia balas dengan anggukan. Aku sedikit tak enak tak mempersilakannya mampir padahal ia sudah menolongku juga mengantarku.
"Ya udah kalau begitu, aku tunggu lain kalinya itu. Oke aku pulang dulu, Yang." Ia mengerling saat menyebut 'Yang dan cengengesan. Aku juga ikut tersenyum.
"Ngomong-ngomong tidak takut sendirian di rumah?" Ia memicingkan sebelah mata.
"Gak, Mas. Aku udah biasa sendirian, kok, jadi gak ada yang perlu ditakutin."
"Ya sudah kalau begitu hati-hati, ya? Takut saja ada yang nyulik! Cantik-cantik ... malam-malam sendirian," candanya sembari membelokkan posisi kendaraan roda duanya.
"Ah, Mas Aryo bisa aja!" balasku sambil terkekeh. Tapi aku ge-er juga dipuji cantik olehnya, karena menurutku, aku biasa aja.
Aryo melambaikan tangan lalu melajukan motor menjauh. Aku pun membuka pintu dan masuk. Baru saja aku merebahkan badan di pembaringan, terdengar notif WA. Dari Haykal. Dengan d**a berdebar aku membukanya.
Aku tidak jadi ke situ. Apa kamu tahu akibat perbuatanmu, Yang? Yeni mati bunuh diri. Kamu harus bertanggung jawab, menjadi istriku atau menyusul mati
Mataku membeliak lebar dengan jantungku berdetak sangat kencang. Tubuhku berkeringat dingin juga gemetaran.
Yeni meninggal? Yeni meninggal?
Catatan
Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Jangan sekali-kali seperti Mayang, walau kamu udah disakiti sekalipun. Ambil saja hikmahnya, kalau orang yang kamu sayangi kayak Haykal, itu berarti ia bukan lelaki yang baik gak pantas dijadiin iman.
Terus gimana ini, dooong? Akankah Mayang nikah dengan Haykal? Kok, deg-degkan, yaaa, a-kuuu?