Meeting Dadakan

1136 Kata
Zaya sudah tiba di perusahaan, dia setengah berlari untuk mengejar waktu. "Semoga saja aku tiba tepat waktu," ucapnya penuh harap. "Nona Zaya, anda diminta untuk segera ke ruangan Presdir," kata Aira saat Zaya melewati meja resepsionis. "Baiklah!" sahut Zaya tersenyum. Zaya segera ke ruangan Aland tanpa menunggu lagi, panggilan Aland adalah yang utama di antara pekerjaan lainnya. Beberapa karyawan menatapnya dengan heran karena tidak seperti biasanya, Zaya tidak menyapa mereka semua. "Selamat siang, Nona Zaya!" sapa salah satu pengawal yang berdiri di dekat pintu ruangan Aland. "Selamat siang, Pak!" balas Zaya dengan senyum yang ramah. Kedua pengawal itu langsung mempersilakan Zaya dengan sopan. Saat Zaya ingin mengetuk pintu yang memang sudah terbuka, tiba-tiba dia mendengar Aland yang seperti sedang berbicara dengan seseorang. Zaya pun mengurungkan niat dan menurunkan tangannya kembali. "Apa bos sedang ada tamu?" Zaya bertanya pada pengawal. "Tidak ada, Nona." "Oh, baiklah." Zaya mulai berpikir jika Aland pasti sedang berbicara melalui telepon. Samar-samar ia mendengar suara Aland yang sedikit meninggi di dalam sana. "Maggy, mengertilah, aku harus apa sekarang. Ini sangat penting, tidak bisa ditunda. Kita masih bisa pergi lain waktu. Cobalah untuk mengerti dan jangan merengek, kita sudah sedekat ini sekarang. Lalu apa lagi yang kamu risaukan." Setelah berkata seperti itu, Aland membalikkan badan dengan ponsel yang masih berada di telinganya. Melihat Zaya tiba, dia segera memutuskan panggilan tersebut. "Nanti kita bicara lagi." Kini Aland mengalihkan pandangannya pada Zaya, melihat Zaya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dipandangi seperti itu, membuat Zaya gugup. "Apa ada yang salah denganku?" gumam Zaya dalam hati. "Maaf, Bos. Saya tidak bermaksud untuk mendengar pembicaraan anda," ucap Zaya menundukkan kepala. Aland tidak menanggapi, karena dia pun tidak marah. Lantas dia mengambil satu map berwarna biru yang berada di atas mejanya. "Zaya, saya ingin agar kamu mempelajari ini secepatnya. 15 menit lagi kita kedatangan klien yang sangat penting. Jadi kita akan melakukan meeting dadakan, saya harap kamu bisa bekerja dengan baik saat presentasi nanti. Tunjukkan apa yang selama ini kamu punya dan kamu bisa," kata Aland panjang lebar. "Baik, Bos!" jawab Zaya menerima map tersebut. "Saya permisi dulu, Bos." "Tidak, Zaya. Tunggu!" cegah Aland cepat. "Apa ada lagi, Bos?" tanya Zaya berbalik. "Zaya, pelajari itu disini saja, jangan keluar! Saya tidak mau kamu tidak fokus di luar sana!" Zaya mengernyitkan dahi tidak mengerti, namun dia tidak berani untuk membantah. "Baiklah, Bos." "Duduklah di sana!" Aland menunjuk ke sofa dengan sorotan matanya. "Baik, Bos," angguk Zaya sambil berlalu. "Satu lagi, Zaya." Zaya terpaksa menghentikan langkahnya lagi dan menoleh. "Iya, Bos?" "Ganti pakaianmu, nanti Herry yang akan mengurus semuanya." Setelah itu Aland kembali ke kursi putarnya. Meskipun ingin protes, namun Zaya tidak berani. Kemudian dia duduk di sofa dan mulai mempelajari isi dalam map tersebut. 7 menit kemudian, Herry datang membawa sepasang baju ganti untuk Zaya. "Cepatlah, kamu bisa menggantinya di dalam," kata Aland. "Baik, Bos." Setelah bersiap-siap, Zaya melihat penampilannya sekali lagi ke cermin sebelum keluar, memastikan jika dia benar-benar sudah rapi. "Baiklah, Zaya. Ini sempurna," ucapnya sambil tersenyum. Zaya tidak ingin gegabah dalam hal penampilan, karena biasanya Aland sendiri yang akan menegur bila penampilan Zaya tidak cocok di matanya. Untung saja Zaya bisa berdandan natural, karena Aland juga sering mengomentari para karyawan yang suka memolesi wajah mereka dengan bedak yang tebal. Lebih mirip tante-tante yang bekerja di bar. Jabatannya sebagai sekretaris di perusahaan Aland, mengharuskan ia untuk selalu tampil rapi dan menarik. Tidak boleh ada satu pun kekurangan yang akan membuatnya menjadi pusat perhatian yang buruk. Aland tidak ingin Zaya melakukan kesalahan sedikit pun, dan dia tidak segan-segan akan menghukum Zaya untuk itu. Waktu yang dinantikan telah tiba, semua sudah duduk rapi di sebuah meja panjang dalam ruangan rapat. Meskipun ini meeting dadakan, tapi tidak ada wajah tegang dan gugup yang ditampilkan Zaya, seperti kebanyakan wajah-wajah lain saat mendapatkan pekerjaan seperti ini. Bagi Zaya, ini adalah pertama kalinya dia mewakili Aland secara langsung. Ini juga merupakan kesempatannya untuk menunjukkan kemampuan di depan Aland. Dia sangat berharap tidak akan mengecewakan dalam hal ini. Saat Zaya sedang menyampaikan kerja sama proyek besar tersebut, semua mata memandangnya dengan takjub. Banyak juga pujian yang keluar dari mulut mereka dengan sengaja, semua sangat puas dengan penyampaian Zaya. Zaya adalah tipe wanita yang bekerja keras dan juga cerdas, jadi sudah sangat pasti jika hasilnya akan memuaskan siapa saja. Aland sendiri sangat memuji kerja Zaya, walaupun dia tidak menyampaikannya secara langsung pada gadis itu. "Baiklah, kami sudah mendengar semuanya dan juga sudah membuat keputusan," kata Klien saat meeting sudah selesai. "Jadi bagaimana, Pak? Apakah anda tertarik untuk bekerja sama dengan kami?" tanya Aland dengan penuh wibawa. "Tentu saja, Pak Aland, kami tidak ingin melewati kesempatan ini," kata klien tersebut tersenyum puas. "Terima kasih, Pak!" Setelah klien pergi, kini tinggallah Zaya bersama Aland di dalam ruangan. Zaya masih membereskan beberapa berkas di atas meja. Aland mendekati Zaya, "Terima kasih Zaya, ini merupakan proyek yang sangat penting. Dan kamu sudah bekerja dengan cukup baik," kata Aland tanpa ekspresi yang jelas. Entah Aland ingin tersenyum atau tidak, raut wajahnya sangat tidak jelas. Zaya sempat melongo mendengar ucapan terima kasih dari Aland, bukankah ini hal yang langka? Jika begitu, pasti kerja sama ini sangat mempengaruhi pencapaian perusahaan. Pikir Zaya. "Sama-sama, Bos, sudah tugas saya untuk melakukan tugas besar ini," jawab Zaya tersenyum. "Ya, kamu benar. Kamu memang patut untuk dipuji, kerjamu sesuai dengan kontrak." Kontrak kerja Zaya sangat berbeda dengan karyawan lain, ada beberapa pekerjaan yang tercatat tidak biasa dalam surat perjanjian tersebut. Jadi sudah pasti, Zaya harus melakukan semuanya dengan sangat baik. Aland turun ke lantai 2 dan Zaya masih mengikutinya dari belakang. Saat melihat kedatangan Aland, semua karyawan berdiri dan meninggalkan pekerjaan mereka sejenak. "Selamat siang, Bos!" sapa mereka kompak. "Siang. Hari ini kalian semua boleh pulang lebih awal." Semua wajah mulai menahan tawa yang siap-siap akan meledak. "Terima kasih, Bos!" ucap mereka secara bersamaan. "Heem," respons Aland dengan muka datar tanpa senyuman. Aland memang jarang sekali tersenyum pada wanita lain selain kekasihnya, karena Maggy tipe wanita yang cemburu. Salah-salah, Maggy bisa memaki siapa saja yang menurutnya suka melirik pada Aland. Meskipun itu adalah lirikan yang biasa, namun Maggy selalu beranggapan lain. Setelah itu Aland langsung keluar. "Akhirnya kita bisa pulang cepat juga." Sorak mereka kegirangan. "Ya ampun, apa yang terjadi pada bos hari ini?" "Zaya, apa suasana hati bos sedang sangat baik hari ini?" tanya Siska heran. "Yah, sepertinya sih begitu. Kita baru saja selesai meeting," jawab Zaya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aneh, kenapa tiba-tiba bos sebaik ini ya?" batinnya. "Oh, ya ampun. Pasti ada berita bagus di balik semua ini," kata Sasya. "Mungkin saja begitu, pasti ini ada hubungannya dengan, Nona Maggy." "Bisa jadi. Biarkan saja seperti itu, yang senang juga kita kan." "Sudahlah, ayo kalian segera bergegas pulang." Zaya mengusir mereka agar tidak terlalu panjang membicarakan Aland. "Udah, yuk kita bubar."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN