BAB. 30

2008 Kata

Mulut Fitri terbuka lebar. pemandangan ibu kota Jakarta tempatnya mengadu nasib dan berjuang, sangat indah ia pandang dari ketinggian. Lampu-lampu berpijar terang juga langit sore ini mulai berwarna biru gelap. Sisa warna matahari siang hari, makin tenggelam tapi malam membuar senja kali ini terlihat indah sekali. Sejak ia duduk di samping Andra di mana pria itu bilang mau menunjukkan sesuatu padanya, Fitri tak mengira kalau ia dibawa ke sini. berhubung ada supirnya yang baru saja mereka berkenalan, namanya Hery, fitri tak banyak bicara, memilih menikmati saja perjalanan sembari sebentar-sebentar memberi pengarahan pada adiknya untuk menghias bolu. Bukan menghias seperti pesanan kue lainnya, tapi hanya menaburkan parutan keju. Ia meminta Lia agar berhati-hati bukan karena takarannya ter

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN