Kadita pulang sekolah lebih dulu dan menunggu adiknya di kafe milik Lara. Seperti biasanya kalau hujan seperti ini Lara akan membawanya ke lantai dua, di mana ada kamar wanita itu ada di sana jika berada di kafe. “Kak, aku udah boleh baca cerita itu nggak?”
Lara menoleh ke arah deretan n****+ yang tersusun rapi di sebuah lemari dengan hiasan ada bunga dan juga yang lainnya. Lara suka dengan n****+ romantis, tapi tidak pernah percaya lagi dengan cinta—termasuk pernikahan. Lara sudah mengecualikan itu dari dalam hidupnya. Ia tidak akan menikah, tidak akan pernah mengenal cinta lagi. Sudah jera dengan masa lalu yang pernah begitu pedih dijalaninya.
“Ya boleh, tapi jangan deretan yang sana, ya!”
“Itu kenapa memangnya?” Kadita penasaran dengan deretan buku yang begitu banyak. Dia sangat senang membaca n****+ juga, apalagi komik. Di sini banyak sekali yang dia temukan.
Lara merapikan tempat tidurnya yang biasanya dijadikan tempat untuk istirahat sebelum dia pulang ke rumahnya. “Itu buku pernikahan, memangnya kamu mau baca buku tentang romantisnya pernikahan?”
Gadis itu menggelengkan kepalanya, Lara membaca buku seperti itu. Berarti Lara termasuk wanita yang sangat romantis. Sikapnya dewasa, bisa menerima dan juga sangat lembut pada Kadita dan juga Riko, kadang dia berpikir untuk menjodohkan daddy mereka—Aiden. Dibandingkan dengan janda yang pernah diajak berkencan oleh daddy-nya. Bukan dia tidak menerima atau akan menyangkal tentang seorang janda. Tapi Kadita melihat bahwa pria itu lebih perhatian pada anak sang janda dibandingkan dengan dirinya. Andai daddy bersikap adil, dia mungkin akan menerima juga bahwa dia akan punya adik tiri yang harus dibahagiakan oleh daddy juga. Tapi ini berbeda ceritanya, daddy yang dia inginkan sangat jauh dari bayangan.
“Kakak ih, mana mungkin. Aku kan masih punya masa depan yang panjang banget,”
Mata itu menyipit ketika tertawa, sangat cantik dan juga hatinya yang sangat baik. Lara menghabiskan waktunya bersama dengan anak-anak di panti asuhan. Kegiatannya ketika hari sabtu dan hari minggu pasti akan ke sana. Lara—masa lalu yang pernah begitu menyedihkan yang tidak ingin diingat lagi. Membuka lembaran baru butuh waktu yang teramat panjang.
“Kak Lara emangnya nggak mau nikah? Kan udah dewasa? Boleh dong undang kami nantinya,” Kadita bertanya waktu gadis itu berada di ranjangnya Lara sambil membaca n****+ romantis ala-ala anak sekolah yang sudah pastinya akan sangat seru karena bertema anak sekolah yang juga pasti tentang bagaimana anak-anak sekolah yang super lucu dapat hukuman dan juga banyak lika-likunya.
Pertanyaan tadi sempat menyinggungnya. “Ah itu, mungkin nanti,” jawabnya dengan polos.
“Undang ya kalau nikah. Nanti pasti dikasih hadiah juga sama Daddy pastinya. Aku juga pasti bakalan temenin kakak,” Kadita malah menggodanya. Ya tidak ada yang tahu tentang masa lalunya, lagipula siapa yang akan menerima masa lalunya. Salahnya juga yang terlalu percaya pada rayuan seorang pria b******k dulu.
Lara memilih ikut berbaring dengan n****+ romantis yang paling dia sukai, dia sama seperti Kadita, suka dengan n****+ romantis. “Kak, nanti Daddy mau ke luar kota. Aku boleh menginap di sini?”
“Kalau nginap sepertinya di rumah kakak aja deh. Kakak nggak pernah tidur di sini kalau malam, kakak pasti ada di rumah. Di sana ada orang tuanya kakak juga,”
“Nggak dimarahi? Nanti Kadita bantuin, deh. Nggak bakalan ngrepotin. Kadita di rumah kesepian sama Riko. Daddy kan kalau ke luar kota biasanya hari kamis, terus balik hari Senin pagi,” gadis itu pasti sangat kesepian. Tidak seperti Lara yang setiap hari bersama dengan orang tuanya. Tapi kebersamaan itu dia biarkan luntur begitu saja karena lebih menghabiskan waktu bersama dengan kekasihnya dulu.
Apa yang dijanjikan seorang pria ketika diatas ranjang itu sudah pasti berbeda dengan kenyataan. Ketika sudah puas, maka hilang sudah janji itu.
Ketika bosan mendengar desahan lain, maka d**a lain lebih montok dibandingkan yang sudah ditiduri. Ya seperti itulah yang pernah dialaminya.
Pahit adalah sebuah kata yang bukan hanya perkataan. Tapi juga merupakan sebuah hal yang paling mengerikan baginya. Bukan hanya mengerikan kisahnya, tapi juga kisah cintanya yang pernah berakhir tragis.
Lara tidak akan menceritakan kisahnya lebih detail pada orang lain. “Kamu beneran mau nginap? Ya izin dulu baik-baik sama Daddy kamu, takutnya nanti malah dimarahin,”
“Daddy nggak bakalan izinin, Riko nggak ada teman di rumah. Jadi mau bagaimana lagi coba? Pastinya kesepian, terus ya ada asisten aja, aku di rumah kalau lagi bertiga sengaja kok masak biar ada teman. Daddy juga pasti bakalan ada di dekat aku kalau lagi di rumah,”
“Daddy emangnya kalau libur ke mana?”
“Seperti yang kakak lihat waktu itu, dia bakalan kencan,” jawab Kadita dengan polosnya.
Lara tidak akan berkomentar, pasti berat juga bari Kadita yang akan memiliki ibu tiri nanti. “Ya nggak apa-apa yang penting mereka itu sayang sama kalian berdua. nggak selamanya ibu tiri itu kejam lho kayak di film-film yang menceritakan tentang ibu tiri marahin anaknya, yang mukulin anaknya kalau suami nggak ada. Nggak semua kayak gitu, Kadita,”
“Kakak,” panggil adiknya yang sudah sampai.
Lara beranjak dari tempat tidur lalu mengajak anak itu masuk ke kamarnya. “Kakak kamarnya luas banget ya,” puji Riko waktu dia masuk ke dalam kamar yang sangat luas lalu menaruh tasnya dan membuka jaket yang ditaruhnya di tempat gantungan. Dia tidak ingin merepotkan siapa pun. Ini juga bukan rumahnya, mereka hidup pernah susah juga dulu. Jadi Riko harus bisa mengingat itu dan tidak boleh manja dengan apa yang dimiliki sekarang.
Dia juga sudah membuka sepatunya ketika berada di luar kamar tadi. Waktu mendapatkan pesan dari Kadita bahwa dia bisa langsung mencari Kadita ke lantai dua, ia langsung cari keberadaan kakaknya. “Kakak udah makan?”
“Belum, nanti aja. Kita makan di rumah, kakak mau bikin sesuatu,”
Lara mendekatinya. “Kamu lapar? Kakak buatkan makanan lho sekarang, mau makan apa?”
“Aku pengen sosis saus pedas kak,”
“Oke, yang masak kakak apa chef kakak nih?”
“Chef kakak aja, kakak bantuin nih tugas aku,” kata Riko yang kesulitan dalam tugas matematikanya.
Lara terkekeh lalu beranjak dari sana. “Makan di sini?”
“Iya kak, yang penting kakak nggak marah,” jawab anak itu.
Lara keluar dari kamar lalu meminta pada chefnya membuatkan makanan untuk kedua anak yang ada di dalam kamarnya.
Usai dia kembali ke kamar. Dia melihat Kadita sudah tidur, padahal dia ingin mengajak anak itu makan bersama. “Kak, Kak Kadita ketiduran,” kata Riko memberitahu. Padahal dia sudah melihatnya, tapi tidak apa jika Kadita ketiduran.
“Nggak apa-apa, kamu makan sama kakak. Nanti kita buat tugasnya barengan. Kalau kakak bisa, ya,”
Riko yang tadi sedang mencari jawaban dari sebuah aplikasi, dia juga mencari video tentang contoh yang ada di tugas yang diberikan oleh gurunya. “Kak Daddy ganteng nggak?”
Lara tertawa mendengar pertanyaan Riko. “Kenapa nanya gitu?”
“Ya nanya aja, siapa tahu, kan,” dia mulai mencicipi sosis saus pedas yang dibuatkan oleh chef Lara yang ditunggu oleh wanita itu lalu membawakan mereka berdua.
“Kenapa? Daddy ganteng kok, makanya kan pacarnya juga cantik waktu itu,”
“Kakak sendiri nggak naksir sama, Daddy?”