AWAL KEBANGKITAN

1739 Kata
" Dimana Paman?" Tanya Sherrin malam itu kemudian meletakkan sebungkus kue dimeja kayu. Blake hanya diam dikamar kecilnya dengan kepala yang masih diperban. " Kau pikir dimana nelayan seharusnya?." Jawab Blake sinis menatap sosok Gadis cantik yang kini duduk disisinya mengupaskan buah. " Aku dengar kau kecelakaan. Aku harap kau baik baik saja, tidak ada yang sakit kan?." Sherrin menyodorkan jeruk itu ke bibir Blake. Namun pemuda itu malah memalingkan wajahnya acuh " Aku baik baik saja sebaiknya kau pulang dan jangan datang lagi ". Pungkasnya tanpa menatap sherrin. Gadis itu meletakkan jeruknya kesal lalu memegang tangan Blake " Kau pikir kau siapa? Kenapa kau bersikap sombong begini hah?". Tanyanya dengan nada tinggi membuat Blake menatapnya dengan mata birunya yang teduh. " Jangan berusaha terlalu jauh Sherin. Kau mengerti kan arti kata putus?." Blake menarik tangannya. " Kau benar benar keterlaluan Blake. harus aku mengingatkanmu dengan Video itu? Hhmmm??". Sherrin lagi lagi mengancam. Blake terdiam, Dia hanya menatap Sherrin dari balik cahaya lampu remang. " Apa maumu sebenarnya sherrin.. " Ucapnya dengan wajah pasi. Sherrin menatap Blake dari ujung rambut sampai ujung kaki. " Kau banyak sekali berubah aku hanya sangat merindukanmu sayang." Ucapnya lembut kemudian memegang tangan Blake dan beranjak mendekatinya. " Sherrin please, jangan seperti ini." Tolak Blake menahan pundak gadis itu saat hendak menciumnya. Sherrin menatapnya kemudian tersenyum, ia sama sekali tidak peduli dengan penolakan sosok didepannya. Dengan penuh perasaan dia mengecup lembut bibir pemuda itu, lalu menarik tengkuknya mendekat. " Aku sangat merindukanmu.. tenang saja sayang, aku akan membayar malam ini dengan apapun yang kamu mau." Bisiknya dengan nafas yang mulai berat kemudian kembali mencium Blake rakus Mungkin obsesi sudah menggelapkan matanya, hingga dia tidak melihat.. Blake menangis. Ayah maafkan aku. " Sherrin aku mohon." Tahan Blake saat gadis itu mencium lehernya dan mulai melepas kancing kemejanya. " Jangan bertingkah seolah kau masih memiliki harga diri sayang ayolah.. aku tahu kau mencintaiku, menurut saja ya, kau tahu kan akibat jika menolakku?." Ancam Sherrin dengan napas yang mulai berat lalu menggigit bibir Blake lembut. " Baiklah jika ini yang kamu mau " . Ucap Blake akhirnya mendorong Sherrin dibawahnya lalu melepas kemejanya dan mulai mencumbui gadis itu. " Ini baru blake ku kemana saja kau selama ini sayang." Senyum Sherrin menyambut pelukannya senang. Blake hanya tersenyum sinis lalu melepas blouse yang menutupi tubuh gadis itu. " Blake.... ". Sherrin terpejam meraih tengkuk prianya itu. " Jika ini maumu dariku..". Bisik Blake menghapus air matanya lalu meniup lampu minyak disisinya membiarkan semuanya gelap. " Hancurkan saja aku!". Tekannya Malam itu semakin larut, udara dipesisir pantai menjadi dingin. Ombak seolah menjadi irama dunia yang membuat waktu seolah berjalan semakin cepat. Setidaknya untuk Sherrin, dia benar benar merasa senang malam itu. Matanya terbuka saat jam berdenting 3 kali. " Sayang..." Suaranya memecah keheningan malam sambil meraba sisa ranjang disisinya. Senyum mengembang dibibir cantiknya membayangkan apa yang barusan dia lakukan bersama Blake. Dengan selimut yang masih menutupi tubuh telanjangnya gadis itu duduk dan melihat sekelilingnya. " Sayang... Blake.. kau dimana??". Tanyanya ketika tak mendapati sosok pasangannya dimanapun. Benar.. Blake pergi entah kemana. " Sudahlah.. yang penting aku sudah mengikat rantai dilehermu." Ucap Sherin acuh lalu memakai kembali pakaiannya. Diliriknya potret Blake dengan ayahnya dimeja " Kau benar benar memiliki tubuh yang sempurna Blake, bagaimana bisa aku membuangmu begitu saja." Ucapnya mencium foto itu lalu melangkah keluar meninggalkan rumah kumuh Blake begitu saja. Lalu, dimana pemuda itu?? Beralih ke Sisi Lain Avan menyetir mobilnya santai mengarungi udara dingin dinihari sambil mendengarkan musik keras dari type di mobilnya. Dia baru saja pulang dari acara di salah satu Club temannya dan berpesta hingga larut malam. Kehidupan glamour yang justru berbanding sangat terbalik dengan pemilik sah yang seharusnya. Dan malam itupun, takdir dimulai Jauh dalam tenangnya tiba tiba.. Drrrr drrrrr ( Hpnya berdering) Sambil menyetir, pemuda 17 tahun itu merogoh Hp dikursi sisinya. Dilihatnya nama " Mom" tertera di layar. Keningnya bertaut, kenapa malam malam ibunya menelfon? Namun, saat hendak menganggat tiba tiba... " Sreeeeeeeeettttttttt ".. " Astaga !!". " BRUG ". " KletakK" Wajah Avan pucat seketika, Dia menabrak? Dan sepertinya ban depannya juga menggilas anggota tubuh korbannya Dia sangat yakin dia menabrak seseorang. Dengan muka pucat dan tangan gemetar pemuda itu turun dari mobilnya. Benar saja.. Bagian depan mobil sportnya berdarah dan tampak seseorang berkemeja hitam tergeletak tak jauh didepannya dengan kaki tersangkut di bawah roda mobil " Astaga.. apa yang harus aku lakukan?." Panik Avan mengusap rambutnya kebelakang. Apakah aku harus meninggalkannya? Atau aku harus menolongnya?? Bagaimana kalau dia meninggal?? Ayolah Avan.. kau harus bertanggung jawab Perrlahan, Avan mendekati sosok itu. Darah segar membanjir dari kepala dan kakinya. Dan saat Avan membalik tubuhnya... " Astaga, Diaa??"Wajah kagetnya bertambah berkali kali lipat. Bagaimana tidak, orang yang ditabraknya tak lain adalah Michael Blake, musuh bebuyutannya. " Blake.. Blake.. ya tuhan.. apa yang harus aku lakukan.. haruskah aku menolongnya.. ah merepotkan saja." Keluh Avan. Ditatapnya wajah Blake yang tampak sangat pucat. " Blake kau masih hidup kan?? ". Tanyanya meletakkan jarinya di hidung mancung saingannya itu. " Astaga... ." Paniknya segera menelfon ambulance saat merasa pemuda itu sudah tak bergerak. Demi keamanan nama baiknya, Avan memanggil ambulance dan dokter pribadinya Beberapa saat kemudian, dia membawa Blake dengan Ambulancenya menuju ruang rawat pribadi di rumahnya " Dokter dia masih hidup kan?". Tanya Avan panik saat dokter mulai membuka kemeja dan membersihkan darah dari tubuh Blake. " Tuan muda, lukanya cukup parah sepertinya.. dia mengalami gagar otak dan kelumpuhan." Tutur Dokter itu bagai petir di telinga Avan. " Dokter jangan bercanda ah.. saya akan bayar berapapun yang penting anda bisa menyembuhkannya." Tutur Avan benar benar panik. Dokter itu tersenyum tak menjawab kemudian kembali memeriksa Blake. Avan sedikit mengintip tubuh Blake yang diperiksa. Tidak heran dia menjadi sainganku - Batinnya. Tapi matanya kemudian tertuju pada bekas bekas merah di leher dan bagian lain dari tubuhnya. Pemuda itu kemudian berdecak lirih " Benar saja, dia kan pekerja malam, menjijikkan." Ujarnya menarik nafas lalu duduk dikursi tak jauh darinya. Beberapa saat kemudian.. Sherrin yang mendaratkan mobilnya dihalaman rumah terkejut melihat mobil ambulance terparkir disana. " Jangan jangan.. ada apa apa sama tante Adelia dan ayah." Pikirnya was was lalu bergegas berlari masuk. Dilihatnya segala ruangan tampak sepi.. Tatapannya tertuju pada Avan yang terlihat keluar dari ruang perawatan dengan wajah lusuh. Sherrin pun berlari kearahnya. " Ada apa? Aku melihat... " Aku menabrak." Potong Avan dengan wajah pucat. Sherrin mengernyit mendengar jawaban kakak tirinya itu. " Nabrak?? what? Tapi gak kaget juga sih.. kalau kamu pelakunya, bagaimana korbannya? Kasian sekali kalau dia meninggal ". Celetuk Sherrin santai. Avan menatap Sherrin tajam " Bagus doakan saja dia meninggal toh kamu juga yang bakal nangis." Ucapnya menabrak punggung gadis itu. Sherrin sedikit mengangkat alisnya " Memangnya siapa yang kau tabrak?." Kejarnya mengikuti. Avan menoleh sekilas dengan tatapan sinisnya " Michael Blake... ". Ucapnyanya. DEG Lutut Sherrin melemas seketika Blake?? " Hei gilaaaa jangan sembarangan kalau gomong. Anjing lo!". Teriak Sherrin kesal. Avan hanya mengangkat bahu tak peduli lalu menghilang dipintu kamarnya. Blake...?? Mungkinkah??? Dengan perasaan cemas bercampur was was Sherrin melangkahkan kakinya keruang perawatan Ya tuhan.. semoga bukan dia Perlahan, Sherrin memutar daun pintu didepannya pelan. Benar saja, tampak seorang dokter tengah sibuk memeriksa tubuh seorang pemuda dan memasangkan alat bantu disekujur tubuhnya. Sherrin memegang dadanya waswas saat berjalan lebih dekat. Hingga... " Blakeee!!." Jeritnya tertahan ketika melihat wajah pemuda yang tadi baru saja memuaskan egonya kini terbaring dengan luka menganga lebar dikepala dan darah yang terus mengalir. Dokter itu menoleh kearahnya. " Nona tenanglah.. saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak ini." Ucapnya menenangkan. Tatapan Sherrin masih kearah Blake yang sama sekali tak bergerak " Dokter dia.. dia kekasih saya.. ya tuhannn Blake, dokter tolong selamatkan dia, apa yang terjadi,." " Nona tenangkan diri anda, saya akan berusaha sebaik mungkin." " Tidak dokter.. dia kenapa?? Ya tuhaan Blake, dokter bagaimana kondisinya? Akan kubunuh kau Avan!!." Jerit Sherrin histeris. " Nona saat ini pemuda ini belum stabil. Lukanya cukup parah, tapi.." " Tapi apa dok??". Sherrin berdiri pucat " Kemungkinan besar dia akan menderita cacat otak dan lumpuh permanen." DEG Sherrin menatap kearah Blake dengan keringat dingin Blakeku yang sempurna Cacat?? " Dokter dia akan cacat?? " Kemungkinan terburuknya dia akan meninggal nona. Tapi kami akan berusaha sekuat... " Belum selesai dokter itu menjelaskan, Sherrin malah melangkah keluar ruangan gontai. Tidak.. Aku tidak bisa menerima ini.. Jika Blake cacat.. Aku.. Aku.. Aku tidak bisa memikirkan ini.. Tidak.. Aku mungkin tidak mencintainya lagi. Sherin melangkah gontai menuju kamarnya. Bayangan senyum dan tubuh Blake yang sangat menawan seolah membayang dipelupuk matanya. Dia menangis serak Benar, Kondisi Blake sangat serius. Bahkan dua hari kemudian, dia masih tetap tak bergerak sedikitpun. Dokter sudah mengangkat tangannya dan meminta Avan membawanya ke rumah sakit yang lebih baik saja. Hal ini membuat pemuda itu stress.. Media akan menghancurkan namanya. Apa yang harus dia lakukan?? Hingga malam itu.. Saat bulan dilangit seutuhnya terlihat berwarna kuning kemerahan, dan ketika jam berdenting 12 kali tanda tengah malam dimulai Ketika tak ada seorangpun yang terbangun...... Blake menggeliat sakit. Jauh dialam bawah sadarnya, ia seolah berada disebuah tempat ditengah hutan yang gelap. Disana, tampak seorang pria berdiri tegap sementara disekitarnya banyak sekali srigala yang seolah menunduk takut. Pria itu menoleh kearahnya kemudian tersenyum, pria yang tak pernah Blake temui namun terasa begitu dekat dengannya. " Michael Blake , Kemarilah!." Ucapnya melambai. Blake berjalan ragu kearahnya. " Kau sudah besar sekarang nak.. aku Joan." Senyumnya ramah. Blake mengerutkan keningnya bingung. " Joan?? Siapa?." Tanyanya " Ayahmu." Jawabnya tenang " Ayah?Jangan bercanda padaku.". Tolak Blake sinis. " Blake, kau adalah putraku.. anakku yang berharga, di nadimu ada darah yang sama denganku, aku tahu apa yang kau alami selama ini sangat berat tapi percayalah, kamu akan menjadi lebih kuat. " Senyumnya tenang Blake mengerutkan keningnya. " Kau memiliki kemampuan itu nak, Sembuhkan dirimu sendiri, sudah waktunya kau keluar." Tuturnya lalu memegang lembut pundak Blake. " Apa yang kau lakukan?." Tekan Blake, pria itu bergeming dan terus menahan punggungnya. " Aarrkkhhhh panass... lepaskan tanganmu!!". Teriak Blake meronta, ia mencoba lepas, tapi... tubuhnya seolah terpaku ditempat dimana pria itu menyentuhnya. " Ini memang menyakitkan.. tapi kau akan menyukainya... anakku." Senyum Joan manis. " Aaaarrrkkkkhhhh " Teriak Blake dialam bawah sadarnya. anehnya tubuhnya diduninya nyata menggeliat kesana kemari. BANGUNLAH... ANAKKU.. KAU SUDAH TERLALU LAMA TERTIDUR... Perlahan seluruh luka ditubuhnya menutup. Tangannya mengeluarkan cahaya putih yang berkilat seolah menyelubungi tubuhnya, kuku kuku runcing mulai mencuat disela sela jarinya. Seluruh luka luka ditubuhnya lenyap seketika. Dan ketika tubuhnya mulai tenang.. Kuku itu kembali mengecil, kulitnya bersinar pucat seperti salju. Bibir merahnya mulai bergerak.. Dan... Perlahan kelopak matanya terbuka. Blake mengambil nafas berat seolah baru terlahir kembali. *** Malam berlalu dengan cepat, dan saat pagi menjelang keributan mulai terjadi. " Blake menghilang dari ruang rawat." Avan mencarinya kesana kemari. Dia melirik kearah Sherrin yang tampak menyantap rotinya dengan wajah pucat namun tenang. " Hei apa kau yang memindahkannya hah?."Teriak Avan kesal. " Sudahlah biarkan saja.. toh dia juga akan menyusahkanmu kan.. lupakan saja, berdoa saja semoga dia gak muncul lagi." Jawaban Sherin membuat Avan mengernyit heran Pemuda itu mendengus kesal lalu keluar dengan kunci mobil ditangannya. Sherrin mengambil nafas panjang lalu menatap ruang perawatan yang tampak terbuka lebar. Jika kau cacat... aku tidak mau melihatmu Blake Aku tidak akan sanggup, setidaknya untuk menerima kenyataan sekarang. Aku butuh waktu. Maafkan aku..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN