Jomblo

1271 Kata
Akan ada penurunan jabatan dari ketua osis ke generasi berikutnya mengingat kelas 12 akan mulai disibukan dengan ujian. Dan sebelum itu terjadi, masih ada satu lagi hal yang harus dilakukan Dewa sebagai ketua Osis, yakni melakukan study tour bersama dengan anak anak satu angkatannya. Study wisata ini akan dilaksanakan di Bali dengan menjelajahi tempat eksotis itu. Shuhua dan Aurora akan berangkat besok pagi, langsung ke Bandara. Untuk malam ini mereka sibuk berkemas, mengingat besok pagi akan segera berangkat menuju Bandara menuju Bali. Orangtua Aurora sudah kembali, bahkan Galaxy sudah beraktivitas seperti biasa lagi sejak tiga hari yang lalu. Aurora kadang disibukan dengan rencana pematangan untuk study wisata, sehingga kadang kala harus berada di sekolah lebih lama daripada Shuhua. Dan untuk mala mini, akhirnya mereka berdua bisa menghabiskan waktu bersama dengan saling berteriak dari balkon rumah masing masing. “Ci! Udah dapet kaos merah belum?!” “Belum! Lu udah?!” “Belum! Ini lagi pesen online!” “Pesenin!” Kadang kedua orangtua mereka heran. Ponsel ada, kenapa tidak saling menelpon saja dan malah saling berteriak di malam seperti ini? untung saja keduanya sudah terbiasa, bahkan orang orang disekitarnya juga sudah terbiasa akan hal itu. “Ra!” “Udah jangan teriak teriak!” teriak Mamihnya Shuhua sebelum Aurora membalas teriakan anaknya. Membuat Aurora yang hendak membalas teriakan itu langsung duduk di teras balkon dan memandang Mamanya dengan takut. Berbeda jauh dengan Shuhua yang malah memandang kesal pada Mamihnya. “Mamih mah ih, kan ini lagi tukeran informasi.” “Kan ada telpon, Markonah. Pake telpon.” Nama Markonah yang selalu digunakan Mamihnya jika Shuhua membuatnya kesal. Bahkan jika Shuhua sudah nakal, Mamihnya terkadang mengancam dengan mengganti Namanya dengan nama Markonah. Benar benar menyebalkan. “Sinyal suka jelek.” “Chattingan aja atuh, kamu mah teriak teriak kayak tarzan. Mamih suruh Papih yang marahin mau?” “Tukang ngadu.” “Wle gak papa, Papih kamu juga harus ikut andil dalam ngebesarin kamu yang nakal.” Belum sempat Shuhua membalas perkataan Mamihnya, Papihnya lebih dulu datang dengan sebuah nampan berisi camilan, sambil bertanya, “Siapa yang nakal?” “Cici nih, Mas. teriak teriak mulu dari tadi, kedengeran gak?” Sang Papih hanya terkekeh sambil ikut duduk. “Nah, makan camilan dulu sini.” “Ih so sweet banget,” ucap Sinta; Mamihnya Shuhua, yang kini beralih duduk di pangkuan suaminya sambil melingkarkan tangan di leher pria itu. CUP. Bahkan dia memberikan kecupan di pipi sang suami. “Makasih, Sayang.” “Astaga matakuuu!” teriak Shuhua sambil memejamkan matanya. “Jomblo bisa apa.” Mamihnya malah meledek. Inilah yang Shuhua kesal, Mamihnya selalu menunjukan kemesraan di rumah bersama dengan Papihnya. Bahkan Shuhua merasa seperti orang ketiga alias obat nyamuk daripada anak mereka. Membuatnya ingin bergegas pergi seperti sekarang ini. “Heh, mau kemana kamu?” “Gak mau liat orang pacarana.” “Suhu! Papih kamu buat camilan untuk kamu ya! Sini kamu!” “Bentaran doang ih! Mau ke rumah Rara ambil baju!” teriaknya sambil berlari keluar rumah. Ketika sampai diluar, Shuhua menyempatkan diri untuk mengadah melihat kejadian apa yang ada di balkon. Dia berdecak saat melihat orangtuanya tengah berciuman. Benar benar orangtua tidak tau diri, sudah tau anaknya jomblo, malah bermesraan seenaknya. shuhua kan juga mau, tapis ama Galaxy. Hal itu yang membuatnya bergegas ke rumah sang tetangga, setidaknya pelukan Galaxy membuatnya tidak terlalu mengenaskan. “Bi, Bang Galaxy dimana ya?” “Tuan Muda baru saja keluar, Non.” “Lah, kok Cici gak liat sih? Kapan berangkatnya?” “Barusan kok, naik mobil. Katanya ada acara sama temen temennya.” Cepet banget, padahal Shuhua berlari kencang saat turun tangga tadi. Jadi dia harus apa? Kembali ke rumah pasti disuguhkan orang berpacaran, tapi kalau naik dan menemui Aurora, pasti akan melihat keluarga cemara yang begitu hangat. Masalahnya hal itu memicu hormone yang membuat Shuhua ingin cepat cepat menikah dan punya anak. tentunya dengan Galaxy. ****** TOK. Tok. Tok. “Eh, ada si Cantik,” ucap sosok yang membuka pintu sambil tersenyum menyambut kedatangan sosok itu. “Hallo, Tante. Cicinya ada?” tanya Aurora sambil masuk melangkah. “Mau kasih kaos merah punya dia.” “Ada di atas sana, tadi mau tidur katanya.” “Tirip aja deh sama Tante kalau gitu.” Sosok yang lebih tua itu malah menggelengkan kepala. “Masuk aja, kalau dia tidur lebih dulu pasti lagi galau. Bantu sana, Ra.” “Hehehe, yaudah deh.” Pada akhirnya Aurora segera berlari menuju lantai dua, tanpa ragu ragu dia membuka pintu dan masuk untuk menemui Shuhua. Tapi kenyataannya, sosok itu sedang menelpon, atau lebih tepatnya mendengarkan sosok yang sedang dia telpon. Membuat Aurora bertanya tanpa suara, “Siapa?” Tidak lama kemudian, Shuhua mematikan telpon dan berkata, “Dari ketua osis.” “Ngapain dia telpon lu?” “Ngasih tau rencana keberangkatan, tapi malah nanya yang lain seterusnya,” ucap Shuhua terdengar malas, kemudian dia berguling guling di atas ranjang seolah menahan rasa kesal. “Bang Al kemana? Lu tau gak?” “Dia keluar, katanya mau ketemu sama temennya,” ucap Aurora sambil memasukan kaos merah ke dalam koper yang akan dibawa Shuhua, setelahnya dia ikut merebahkan diri di atas ranjang milik sahabatnya. Sampai fokusnya teralihkan pada ponsel Shuhua yang bergetar, menampilkan nama Dewa yang mengirimi pesan. Aurora menelan salivanya kasar sebelum berucap, “Si Dewa ng-Chat lu tuh.” “Biarin aja.” Aurora mencoba untuk mengalihkan focus sambil memainkan ponselnya. Dan saat itulah Shuhua menoleh, tanpa sengaja dia melihat layar ponsel Aurora. “Anjiiir! Lu pacaran sama kapten basket sekolah kit—hmmpphh!” Bibir Shuhua langsung disumpal oleh telapak tangan sahabatnya. “Hmmpphh?” “Jangan teriak, paham?” “Hmmphhhh?” “Hmmppp.” Barulah Aurora melepaskan bekapan tangannya. “Iyuh, ada air liur lu,” ucapnya sambil mengeringkan tangan pada pakaian yang dikenakan oleh Shuhua. “Lu pacaran sama kapten basket itu? Kenapa panggil lu sayang?” “Lagi pendekatan sih, gue udah kasih sinyal mau nerima dia. Makannya dia lebih berani.” “Terakhir lu cerita sama gue kalau lu belum respon deh, kenapa sekarang tiba tiba deket gini?” tanya Shuhua yang merasa terkhianati, dia biasanya menjadi orang pertama yang mendengar apapun yang Aurora rasakan. “Kok lu gak bilang?” “Ini gue mau bilang. Bosen gue jomblo mulu, lagian Papah gue bilang gak papa mau pacaran juga, asal tetep waras aja. Lagian ini dijadiin bahan percobaan gimana kalau kita punya hubungan serius sama cowok.” “Terus gue gimana ih! 20 taun gue kejar kejar Abang lu, tapi gak jadi mulu.” Aurora hanya menatap sahabatnya, kasihan juga sih. “Sabar ya, Mblo.” “Lu juga masih jomblo anjir!” “Tapi nanti di Bali gue mau official sama doi, jadi lu yang sabar ya.” Shuhua langsung mendudukan dirinya, menarik napasnya dalam kemudian berkata, “Fiks inimah harus ke Mbah dukun gue, biar disembur itu si Abang. Gue pellet biar suka balik sama gue.” Ceklek. Pintu kamar terbuka memperlihatkan Mamihnya yang membawa camilan. “Siapa yang mau melet siapa?” “Cici sama Kak Galaxy katanya, Tan.” “Dih, maen kotor. Ngerasa jelek, Neng? Sadar diri kalau itu wajah pas pasan?” “Hahahahaha!” Aurora ikut tertawa. “Rara OTW punya pacar loh, Tan. Kapten basket di sekolah, kasian dong Rara sendirian nanti di Bali.” “Duh gak aneh sih, jomblo soalnya. Dari zigot udah suka sama Galaxy, udah dikejar kejar, tapi ya gak menang menang. Kasian ya?” “Iya kasian.” “Hiks! Cici bakalan pacaran sama Bang Al sebelum kuliah pokoknya. Titik!” teriak sosok itu sambil berguling guling di atas ranjang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN