Hari yang sama

1686 Kata
“Shuhua, kenapa kamu belum pulang?” Sebuah sosok dari dalam mobil itu menurunkan kaca mobil, menatap gadis yang menjadi incarannya. “Yuk, aku anterin.” “Thanks, gue udah pesen gojek kok.” “Hujan hujanan?” “Udah reda ini, tinggal gerimis aja.” “Masuk aja sini.” “Gak usah, kasian tukang gojeknya udah mau dateng,” ucap Shuhua menatap Dewa yang masih memaksa. “Dia gak datang?” tanya Dewa dengan nada suara tidak suka. Shuhua yang tau arah pembicaraan itu hanya mengangguk. “Kayaknya sesuatu terjadi deh, jadi gue harus buru buru pulang. Byee, Dewa!” “Hei, Shuhua!” teriak Bima mencoba menghentikan Shuhua yang sudah berlari mendekati tukang gojek. Memakai mantel yang disediakan pengendara itu sebelum akhirnya naik. Bahkan Shuhua masih sempat melambaikan tangan pada Dewa yang ada di dalam mobil, jangan lupakan senyumannya yang manis, membuat Dewa selalu ingin mengejarnya. Dewa sering menemukan Shuhua di ruangan BK, sedang dimarahi oleh guru karena berada di kantin saat jam pelajaran berlangsung. Pandangan jelek pada Shuhua berakhir ketika Dewa melihat gadis itu menggendong seorang nenek yang kehilangan arah di trotoar. Membantunya naik taksi bahkan membayarkannya untuk mengantarkan sosok tua itu ke alamat yang sedang dicarinya. Dibalik sikapnya yang berandalan sekolah, Shuhua adalah gadis yang baik. Disis lain, Shuhua merasa tidak ada harapan lagi, ini sudah pukul setengah enam, dan hari mulai gelap. Shuhua tidak bisa menunggu lebih lama, nomor Galaxy juga tidak bisa dihubungi sama sekali. Meskipun sekarang sedang dalam perjalanan pulang, benaknya terus saja bertanya tanya kemana sosok itu. Yang ditakutkan Shuhua, sesuatu terjadi pada pria yang sangat dia sayangi itu. Ketika dia sampai di rumahnya, hal yang pertama kali dia datangi adalah rumah milik Aurora. “Heh! Cici! Kamu mau kemana? Sini dulu!” teriak sang Nenek yang sudah menunggu di halaman depan. “Bentar, Nek.” Dan baru juga Shuhua hendak masuk, seseorang dari dalam lebih dulu membuka pintu. “Astaga dragon!” teriak Shuhua kaget. “Lu mau kemana?” “Kakak gue kecelakaan katanya, ada di RS sekarang.” “Bang Al?!” “Lu pikir Kakak gue ada berapa?” “Gue ikut.” Shuhua buru buru mengikuti Langkah Aurora dengan tergesa gesa. “Nek! Mau ke rumah sakit! Calon masa depan kecelakaan!” teriaknya meminta izin. Sepanjang perjalanan, Aurora tampak gelisah. Sudah tau karakter sahabatnya, Shuhua menggenggam tangan gadis di sampingnya. Berusaha menenangkan Aurora meskipun dirinya sendiri dipenuhi ketakutan. “Nyokap sama Bokap gue baru aja berangkat ke Luar Negara, ada urusan bisnis. Gue gak bisa hubungin mereka soalnya kasian, takutnya mereka malah panik.” “Lu tau Abang Al itu kayak Teflon lejel home shopping, tahan banting dia. Pasti dia baik baik aja kok.” “Gue harap gitu.” Yang menelponnya adalah pihak rumah sakit, salah satu suster yang pernah melayani keluarganya bekerja di sana. “Dimana ruangannya?” “Paling atas, di ruangan VVIP.” “Ra, tenang dulu. Jangan panik, yang nelponnya gak bilang Abang lu lagi kritis kan?” “Enggak, tapi gue panik tetep,” ucapnya sambil menarik tangan Shuhua supaya berjalan lebih cepat dengannya. Menemukan nomor kamar yang sebelumnya disebutkan si perawat, Aurora langsung membukanya dan mendapati Kakaknya yang sedang mencoba mendudukan diri. Ada goresan di wajah tampannya. “Kakak,” ucap Aurora langsung melepaskan pegangan tangan pada Shuhua dan memeluk Galaxy. “Akkhhh! Pelan pelan, Ra.” “Maaf, yang mana yang sakit?” tanya Aurora melepaskan pelukan. “Udah oke kok.” Pria itu mengusap rambut adiknya, kemudian tatapannya beralih pada sosok yang masih berdiri di ambang pintu. “Yaampun, Ci. Heh, jangan nangis.” Air maata Shuhua sudah turun membasahi pipi, bahkan ingusa dari hidungnya ikut meleleh keluar. “Hiks….. Abang… hiks…. Abang……” De javu, Galaxy pernah mengalami ini. Saat dirinya kecil, dan Shuhua menangisi dirinya karena dibawa ke rumah sakit. ***** Menceritakan semuanya dengan rinci karena tuntutan dari Aurora. Sebelumnya Galaxy bilang kalau dia mengantarkan salah satu temannya pulang ke rumahnya yang ada di Bandung. Dan jaraknya cukup jauh sehingga saat melihat jam tepat pukul empat, Galaxy langsung memacu mesin motornya seketika. Satu jam dalam perjalanan, hingga hujan akhirnya tiba dan pandangan Galaxy memburuk hingga dia tidak sengaja tersenggol oleh sebuah mobil. “Heran, itu temen kenapa minta dianter? Mana ke Bandung lagi? Bandung?! Hahahahaha! Bandung jauh, Kakak!” teriak Aurora yang sedang mengupaskan buah untuk sang Kakak. Sementara Shuhua dan Galaxy yang bertugas melahapnya. “Emang di Bandung gak ada kampus gitu? Jauh jauh ke Jakarta?” “Dia punya apartemen di sini, tapi harus pulang karena bapaknya nyuruh.” “Terus Kakak nganterin gitu? Emang dia siapa nyampe dianterin gitu. Gak punya mobil? Bus kan banyak.” Karena jujur saja, Aurora kesal dengan apa yang dilakukan oleh kakaknya itu. Demi sebuah apa sampai dia rela jauh jauh pergi ke Bandung? “Kan Kakak sebelumnya udah bilang kalau kita bareng bareng ke rumah rector.” “Udah sih…” Shuhua akhirnya turun tangan, kasihan karena dari tadi calon masa depannya disalahkan terus. Melihat Galaxy yang sudah Lelah menanggapi Aurora, Shuhua merasa kasihan. “Kan Bang Al gak tau kalau bakal jatuh juga.” Di sisi lain Shuhua merasa bersalah karena jatuhnya Galaxy karena dirinya. “Maaf ya, Bang.” “Lah emang kamu salah?” “Tapikan Abang ngebut demi Cici ‘kan?” “Kamu nunggu ya di sana? Maaf ya,” ucap Galaxy sambil mengelus rambut Shuhua. Aurora berdecak dan membuang pandangannya. “Pacaran terosssss.” “Hehehe, OTW ya, Bang.” Bukannya menjawab, Galaxy hanya mencubit ujung hidung Shuhua dengan gemas. “Mama sama Papa dikasih tau?” “Belum, takut mereka malah gak focus.” “Nanti sama Kakak aja.” Aurora mengangguk, merasa puas sudah mengupas semua pir yang diminta. Tapi pekerjaannya belum selesai ketika Shuhua kembali memberikannya sebuah apel sambil berkata, “Satu aja lagi.” Jadi dia kembali mengupas. “Katanya Kakak bisa pulang besok. Gak ada yang parah, tapi tetep harus di sini dulu. Rara ada tugas dari Mama, suruh periksa laporan keuangan di Yayasannya.” “Digaji berapa sama Mama?” tanya Galaxy. “800.” “Pantesan suka marah kalau diganggu. Yaudah sana kerjain.” “Terus Kakak di sini sama siapa?” “Kan ada Bibi asisten juga. Sana kalian pulang aja.” “Cici mau di sini ah,” ucap Shuhua ikut ke dalam percakapan. “Kan Cici juga sendirian di rumah, mau di sini sama Abang.” “Besok lu sekolah ya.” Aurora mengingatkan. “Gaada bucin bucinan, hayuk pulang.” Shuhua menggelengkan kepala, menarik tangan saat Aurora hendak menggenggamnya. “Telat, gue minta Nenek buat titipin ke gojek buat seragam gue. Mau langsung sekolah dari sini, nemenin Abang.” **** Pada akhirnya, disinilah Shuhua sekarang. menemani Galaxy di ruangan inapnya. Sang Nenek yang sudah tidak aneh dengan tingkah cucunya itu hanya melakukan apa yang Shuhua minta, mengirimkan beberapa pakaian untuk ganti. Meskipun ada asisten yang datang untuk menjaga Galaxy, Shuhua mengusirnya kembali dan memintanya datang besok saja untuk menjemput. “Cici yang jagain Abang. Jangan khawatir kalian semua.” Begitu ucapannya saat memohon untuk diberikan ruang berdua. “Iya, Ma. Gak papa kok ini. Cuma kaki aja yang sakit. Gak nyampe patah, berdarah doang.” Saat ini, Galaxy sedang menelpon mamanya. Sementara Shuhua duduk di atas ranjang sambil bersandar pada bahu pria itu, tatapannya terfokus pada film yang ditayangkan di televisi. “Wajah kegores dikit, tetep ganteng. Jangan khawatir sih, udah urus aja Papah. Nanti dia marah marah lagi sama Kakak, bilangnya Kakak nyita waktu Mama.” “…….” “Iya ih, Kakak paham.” “……” “Gak mau ferarri, nanti milih sendiri aja.” “……” “Jangan dong, masa koleksi motor Kakak dijual. Biarin aja, sesekali naik lagi.” “…..” “Janji lain kali lebih hati hati. Udah Mama istirahat ya. Di sana udah larut kan?” “……” “Night, Mama.” Ketika panggilan berakhir, Galaxy menyimpan ponselnya di nakas dan merangkul pinggang Shuhua yang focus melihat film sambil memakan camilan. “Ci, kamu tadi nunggu lama dong?” “Lumayan, udah jangan bahas itu lagi. Mending bahas masa depan kita, Bang.” “Gombal mulu.” “Kan Cici suka sama Abang, cinta sama Abang,” ucapnya sambil mengadahkan kepala, hingga tatapan keduanya bertemu. “Emang Abang gak cinta sama Cici?” “Cinta kok, Abang sayang sama kamu.” Seketika senyumannya mengembang. “Serius? Pacarana dong kita?” “Sebagai adek, Ci.” Dan raut wajah Shuhua yang kembali cemberut itu terlihat menggemaskan, membuat Galaxy tertawa dan mencubit pipi Shuhua. “Gemes banget sih, mana ini pipi udah kayak mochi lagi.” Balas dengan merangkup pipi Galaxy, terutama di bagian yang luka. “Hiks… gantengnya Cici punya goresan.” “Dikit, Ci. Nanti juga sembuh. Emang udah gak ganteng?” “Ganteng ih.” Mungkin keduanya tidak menyadari, tapi posisi Shuhua dan Galaxy begitu intim. Berpelukan di atas ranjang sambil merangkup wajah satu sama lain. Sambil sesekali menggesekan ujung hidung kemudian tertawa bersama. “Ngantuk ah.” “Matiin dulu lampunya, Ci. Nyalain lampu tidurnya sana.” “Nanti dapet bonus kecup ya? Greget Cici mau kecup itu yang luka.” “Matiin dulu lampunya.” Dengan semangat full, Shuhua mematikan lampu, dan menyalakan lampu untuk tidur yang berwarna kuning remang. Dia juga mematikan televisi sebelum naik lagi ke atas ranjang dan memeluk Galaxy. Pria itu tidak keberatan bahunya dijadikan bantalan. “Kecupannya?” Galaxy mendekatkan pipinya. CUP. Dan Shuhuaa berhasil mengecup sisi pipinya yang terluka. “Cepet sembuh.” “Dah tidur.” “Hoaaaaam!” menguap dengan lebar, Shuhua melingkarkan tangannya di perut Galaxy kemudian terlelap setelah beberapa menit lewat. Sementara Galaxy belum kunjung memejamkan matanya, sesekali dia menatap Shuhua yang sudah bernafas teratur. Posisi kepalanya mengadah, hingga saat Galaxy bergerak sedikit saja, ujung hidung mereka bersentuhan. Menatap Shuhua cukup lama, memperhatikan stuktur wajahnya yang menggemaskan, Cantik. Mereka tumbuh bersama, sering melakukan apapun bersama, tapi akhir akhir ini keduanya semakin dekat, apalagi dalam hal skinship. CUP. Sosok yang masih terjaga itu mengecup Shuhua. Bukan di pipi, melainkan di bibir. “Astaga, gue ngapain?” gumam Galaxy saat dia sadar dengan prilakunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN