Bab 4 Pak Zaki, bu Rena, dan bu Nia

1037 Kata
Lelaki itu hanya menatap dengan senyum senang kearah Natasya, dimana saat itu Angga merasa tengah melihat gadis yang begitu bahagia seperti habis memberi nama untuk kucing peliharaan. "Angga!" ucap Clarisa lagi lalu terdiam dan menatap kearah lelaki yang hanya senyum cengar - cengir ke arahnya. "Kenapa kamu hanya tersenyum saja?" tanya Natasya pada Angga. "Hemmmz...aku baru melihat gadis yang sangat periang sepertimu, nama kamu siapa?" tanya Angga yang balik bertanya nama pada gadis yang baru memberikannya nama. "Natasya Aara." Ucap Natasya yang memberitahukan namanya pada lelaki itu, sembari mengambil tas kerjanya dan akan beranjak pergi. "Hati - hati di jalan Aara...aku menunggumu di rumah..." ucap Angga dengan senang, seketika membuat gadis itu menghentikan langkahnya dan berbalik menuju kearah Angga. "Kamu panggil aku siapa tadi? ayo ulangi..." ucap gadis itu dengan kedua mata yang berbinar. Dan saat itu pula Angga mengulang panggilannya, karena ia pikir gadis itu menyukainya. "Aara..." ucapnya dengan mantap. Dan bukannya wajah bahagia yang gadis itu perlihatkan, melainkan kedua mata berkaca - kaca menampung bulir bening yang siap meleleh kapan saja darisana. "Loh...kok malah menangis? aku salah apa? apa kau tidak suka aku memanggilmu Aara?" tanya Angga yang membuat Natasya menggeleng - gelengkan kepalanya segera. "Suka...sangat suka..." ucap gadis itu pada Angga, dan disana membuat lelaki itu merasa keheranan di buatnya. "Kalau suka kenapa malah ingin menangis?" ucap Angga dengan langkah yang menghampiri gadis itu. "Karena...selain kamu...hanyalah mama dan papa aku saja yang memanggilku Aara." Ucap Natasya dengan senyuman yang dalam, dan wajah yang sendu karena menahan air mata, ia khawatir akan meleleh deras dari pelupuk matanya, jika ia mengingat kepergian kedua orang tuanya, namun saat itu Angga tidak tahu bahwa kedua orang tua gadis itu sudah pergi untuk selama - lamanya. "Oh...sudah - sudah...yang sudah biarlah berlalu...kalau begitu...saat ini, mulai detik ini juga, aku akan memanggilmu Aara...oke?" ucap Angga pada gadis itu, dengan kedua tangan yang mengelus lembut seolah ia sudah terampil menenangkan hati seorang gadis yang tengah bersedih. "Aara..." sapa Angga pada gadis itu, dan seketika itu Aara pun menyudahi isakannya. "Aku pergi mengajar dulu ya, kamu baik - baik di rumah...kamu kan belum pernah tahu daerah sini...jangan keluar dari rumah ya...dan kalau ada apa - apa...ada telephone rumah...disana ada nomor ponsel aku...di ingat - ingat ya...jika ada yang mendesak...kamu langsung hubungi dan panggil aku saja." Ucap Aara yang lalu pergi setelah berpamitan dengan lelaki yang kini tinggal dengannya. "Rasanya seakan tidak percaya ada yang memanggilku Aara lagi." Gumam Aara di sepanjang perjalanan, ia begitu bahagia hari itu, dimana saat itu Aara sudah sarapan dan minum segelas s**u, sedangkan biasanya ia hanya berangkat kerja tanpa sarapan, disetiap harinya. Dengan riang di hari yang cerah, Aara, ya panggilan baru untuk Natasya, karena ia lebih menyukainya. Aara mengendarai motor maticnya menuju ke tempat kerja, di dekat sekolahan tersebut terdapat tanah kosong yang akan di bangun sebuah Resort, para pekerjanya pun sudah terlihat mulai sibuk dengan semua alat - alat beratnya. "Pagi bu Natasya..." sapa pak satpam pada bu guru cantik yang baru turun dari motor yang baru ia parkir, disana pak satpam tengah membawa segelas kopi dari kantin sekolah. "Pagi pak satpam...pak...sekarang panggil saya Aara saja ya..." ucap Natasya dengan percaya dirinya. "Ehem...pagi bu Aara..." sapa seseorang dari belakang yang baru berjalan mendekat ke arahnya, guru tampan yang menjadi incaran para siswi - siswinya, mulai dari kelas satau sampi kelas tiga SMA yang bersekolah disana, tidak hanya para siswi, para guru - guru gadis yang masih lajang pun tidak luput dari pesona pak guru tersebut. "Oh pak Zaki...selamat pagi pak...lagi ngobrol ini pak dengan pak satpam..." ucap Aara saat guru lelaki itu berhenti tepat di sebelahnya. "Mari bu Aara...kita sama - sama jalan ke kantornya..." ucap pak Zaki pada bu guru cantik tersebut. Lalu Aara pun segera ikut apa yang pak guru itu katakan. "Bu Aara, nama panggilannya jadi imut ya..." ucap pak Zaki dengan candanya, di sela - sela jalan kedunya menuju ke kantor, saat itu langsung di hadang oleh bu guru yang tidak kalah cantik dar Aara, bu Rena namanya, bu guru cantik yang menaruh hati pada pak guru Zaki, namun sepertinya pak guru tersebut tidak pernah menanggapinya sama sekali, bahkan seolah - olah Zaki seperti memberi tahu pada bu guru tersebut bahwa ia menyukai Aara disana. "Pagi pak Zaki...eh ada bu guru Natasya juga..." sapa bu Rena pada keduanya saat berpapasan di depan ruangan kantor. "Pagi bu Rena...mulai sekarang panggil bu Natasya dengan nama belakangnya bu...bu Aara...lebih cute." Ucap pak guru tersebut sembari melirik dan tersenyum menatap kearah Aara disana. Aara pun hanya membalasnya dengan anggukan dan senyum tipis yang ia sunggingkan. "Hah...Aara? ya...ya baiklah bu Natasya Aara..." ucap bu Rena dengan sedikit sewotnya lalu pergi meninggalkan Natasya sendirian disana yang masih merasa sedikit kebingungan dengan ulah wanita tersebut. Lalu segera menyusul masuk kedalam mengekori bu Rena di belakangnya. "Ada apa? kenapa pagi - pagi nenek lampir sudah sewot?" bisik teman yang lebih tua dari Aara, yaitu bu Nia, tempat duduknya berada tepat di sebelah bu Aara. "Sssst...tidak tahu bu..." bisik balasan yang Aara tujukan pada teman gurunya itu, hingga bel tanda pelajaran di mulai pun berbunyi, para pengajar bersiap - siap menuju kelas masing - masing untuk mengajar. Ditempat Angga, lelaki itu terlalu bosan untuk berada tetap di dalam rumah, hingga membuatnya ingin berjalan - jalan siang itu, ia pun keluar dari apartemen dan berjalan keluar, banyak pemandangan yang begitu indah ia lihat, tiba - tiba sekelebat bayangan benturan keras yang berdengung memekakan telinganya membuatnya tersentak dan menutup kedua telinganya rapat - rapat, tidak hanya disana, Angga pun nerasakan kedua kakinya sampai lemas tidak bertenaga, membuatnya harus duduk jongkok dan tersungkur ke tanah, hingga akhirnya ada seseorang yang mencoba menyadarkannya. "Nak...kamu tidak apa - apa?" tanya ibu itu dengan tangan yang mengelus hangat punggung Angga disana. "Bu...bisa minta tolong antar saya ke apartemen bu...tolong..." bisik Angga sembari memberitahukan nomor apartemen yang ia tempati dengan Aara. Akhirnya ibu itu pun meminta bantuan seorang lelaki paruh baya pejalan kaki yang kebetulan melintas disana dan memintanya untuk membantu memapah Angga menuju ke apartemennya, namun setelah sampai di apartemen, ia lupa kunci apartemen tersebut yang tertinggal di dalam, dan parahnya lagi ia pun tidak tahu kode akses untuk membuka pintu apartemen tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN