Bab 8 Ciuman pertama dan kedua

1007 Kata
"Benarkah? kenapa? kita baru bertemu kemarin, dan kamu sudah baper seperti ini?" ucap Aara pada lelaki di depannya. "Salahkah? hemmmz...aku rasa tidak ada salahnya...toh kamu tidak punya kekasih bukan? dari kemarin hanya aku lelaki yang ada disini, dan tadi samar - samar aku melihat dan mendengar mereka semua kaget dan juga senang saat melihat aku ada disini, di rumahmu, hayo...mau bicara apa?" tanya Angga pada gadis di depannya. "Hemmmz...iya, iya...kamu benar...aku masih sendiri...siapa juga yang mau pacaran sama guru honorer sepertiku? gaji habis cuma buat makan...nyari tambahan juga ngajar les...dan itu pun harus pintar - pintarnya ngelola keuangan...duh...sekarang tambah kamu disini...akh...hidupku..." ucap dengus Aara seolah - olah ia tengah menderita, dan berharap lelaki itu simpati pada perjuangannya. "Kalau begitu...kamu tinggal nyari info tentangku saja...siapa tahu benar, aku orang kaya, kamu tinggal bersamaku dan aku akan mencukupi kehidupan kamu sampai tua, gimana?" ucap Angga yang seketika membuat Aara terdiam di tempatnya, tadinya ia hanya ingin membuat lelaki itu terharu karena pengorbanannya, tapi saat itu malah Aara lah yang merasa ada sesuatu yang tengah menusuk dadanya disana. "Lelaki ini gila ya? apa dia tidak tahu apa yang ia ucapkan barusan? apa dia tidak tahu apa yang ia bilang menghidupiku? itu artinya apa? akh...dia yang malah membuatku ingin menangis sekarang." Ucap dalam hati Aara saat itu, dengan kedua mata yang berkaca - kaca menahan air matanya agar tidak jatuh menetes dari pelupuk matanya. Dan Angga yang merasa tidak salah dalam ucapannya hanya bisa mendekat kearah Aara, lalu mengangkat satu tangannya saja dan mengusapnya perlahan - lahan. "Apa ada perkataanku yang menyinggungmu?" tanya Angga pada gadis itu, lalu menarik tubuh Aara dan memeluknya. "Kau tahu salahmu?" tanya Aara saat ia dalam pelukan lelaki itu. "Apa?" tanya Angga balik. "Kata - katamu itu seolah kau ingin menjadikanku bagian di hidupmu, apa kau tahu apa itu artinya? dan semua wanita di dunia ini menginginkan kelak ada seorang lelaki yang mengucapkan kata - kata itu bukan hanya sekedar main - main saja, seperti tadi. Mengerti?" ucap Aara yang menerangkan dan saat itu pelukan erat Angga yang kian mengerat, membuat Aara membalas pelukan itu dengan eratnya pula. "Apa kamu pikir aku bercanda? aku serius Aara...jika ada wanita di dunia ini yang berbentuk indah atau yang sempurna sedemikian rupa, bagiku kamu adalah segalanya, lihatlah...mana ada orang bodoh selain kamu? ada orang kecelakaan tapi kamu tolong, sedangkan untuk hidupmu sendiri saja harus bersusah payah, tapi kamu tetap menampungku, meski sehari hanya makan satu kali, dan di pagi dan malam hari hanya makan roti selai." Ucap Angga yang membuat Aara tertawa karenanya. "Apaan sih? ya karena aku harus pengiritan...biar gajinya cukup sampai akhir bulan...sudah deh jangan ngeluh...yang penting kita makan, diluar sana banyak orang yang kelaparan loh..." ucap Aara yang merasa ia memang kebangetan, makan hanya di siang hari saja, sedangkan pagi dan malam hari hanya makan roti selai dengan s**u. "Ya itung - itung diet biar langsing lah..." ucap Aara lagi yang masih betah dalam pelukan lelaki itu. "Hemmmz...gimana rasanya?" tanya Angga yang tiba - tiba dan membuat Aara tidak mengerti. "Apa?" tanya balik gadis itu disana. "Apa pelukanku hangat?" tanya Angga disana. Dan Aara hanya mengangguk mengiyakan, karena memang kenyataannya begitu, Aara menginginkan pelukan itu. Pelukan seseorang yang begitu hangat baginya. "Emb...kalau seperti ini?" ucap Angga yang lalu dengan segera melepas pelukannya dan dengan cepat menarik dagu gadis itu dengan dua jemarinya, ibu jari dan juga jari telunjuknya, membuat Aara tidak bisa menolak saat ciuman lelaki itu tepat mengecup bibirnya dengan lembut disana. "Ini nyata?" ucap dalam hati Aara saat itu. Membuatnya tanpa sadar sudah memejamkan kedua matanya. "Ternyata benar...kau menyukainya." Ucap Angga dengan ibu jari yang mengelus lembut pipi mulus Aara, sedangkan wajahnya masih menatap lekat wajah gadis itu. Dan saat Aara menyadari ucapan dan sentuhan Angga, segera saja ia membuka matanya, namun saat itu Angga melabuhkan kembali ciumannya, ia tidak ingin momen yang menghanyutkan itu berakhir begitu saja. Sampai...terdengar bel pintu apartemen itu berbunyi, membuat Aara tersadar dan mendorong paksa tubuh lelaki di depannya. "Angga cukup!" ucap Aara disana, lalu bergegas pergi dari ruang kamar dan menepuk - nepuk kedua pipinya yang ia rasa begitu panas seakan tengah terbakar, Aara berjalan menuju ke arah pintu, lalu mengintipnya dari lubang kecil yang ada disana. "Hah...pak Zaki? pak Zen? ada apa mereka kesini? aduh gawaaat..." ucap dalam hati Aara karena ia khawatir akan ketahuan jika ia menyembunyikan seseorang di rumahnya. "Aduh...aku harus apa ini astaga?!" ucap Aara sembari berhambur menuju kedalam kamarnya kembali, melupakan ciumannya yang tadi ia lakukan dengan Angga. "Ada apa Ra?" tanya Angga yang merasa keheranan dengan sikap Aara yang terlihat panik itu. "Emb...itu Ngga...anu...anu Ngga...di luar ada dua teman kerjaku Ngga! aku harus bagaimana? hemmmz...giman kalau sampia mereka tahu kamu ada disini? gimana kalau mereka mengira yang tidak - tidak?" ucap Aara dengan nafas tersengal - sengal dan ucapan yang terlihat sedikit gagap disana. "Stop! anu - anu apa? apa anu?" tanya Angga sembari beranjak dari ranjangnya dan memegng kedua bahu Aara disana agar gadis itu menghentikan geraknya yang sedari tadi gelisah dan tidak mau diam di tempatnya. "Aku kgawatir mereka akan membawamu pergi karena kamu tanpa identitas." Ucap jujur Aara yang memang saat itu tidak ingin orang lain mengetahui kebenaran dari lelaki yang kini tinggal dengannya, yang berada satu rumah dengannya. Dan saat itu Angga tahu bahwa gadis di depannya itu terlalu polos ternyata. "Aku akan disini saja, dan jika sampai ada sesuatu nanti pasti dengan cepat akan aku usahakan agar mereka tidak bertanya lebih jauh atau memojokanmu karena aku, sudah sana temui mereka, jangan buat mereka terlalu lama menunggunya." Ucap Angga dengan seriusnya. Dan Aara hanya mengangguk mengiyakannya, ia pun lalu keluar dari dalam kamarnya, kamar yang Angga tempat juga, lalu menuju ke pintu rumahnya untuk membuka pintunya. "Oh ada pak Zaki dan pak Zen...silahkan masuk pak silahkan..." ucap Aara pada kedua orang yang ia kenal itu, orang yang sama - sama mengajar dinsekolahan yang sama dengannya. "Maaf bu kami datang tidak bilang - bilang..." ucap Zaki pada gadis yang ia sukai itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN