Bab 9 Hanya Author yang tahu

1050 Kata
Akhirnya pak Zaki dan pak Zen pun masuk kedalam rumah bu Aara setelah wanita itu menyambutnya dan memintanya untuk masuk kedalam. Terlihat pak Zaki sedikit celingukan menatap kesana kemari seolah - olah tengah mencari - cari sesuatu. "Emb...silahkan duduk pak..." ucap Aara pada kedua orang yang ada disana, dan pak Zen langsung menarik lengan pak Zaki agar ikut duduk bersamanya di sofa ruang tamu, karena pak Zaki yang terlihat tidak fokus saat Aara memintanya untuk duduk. "Emb...saya ambilkan minum dulu pak..." ucap Aara pada kedua orang lelaki disana. "Tidak usah bu...tidak usah repot - repot bu..." ucap pak Zen saat Aara akan menuju ke dapurnya. "Oh...hanya air saja kok pak..." ucap Aara yang lalu mengambilkan air kemasan gelas untuk para tamunya. Aara pun lalu duduk di sofa samping keduanya. "Emb...ini sebenarnya ada apa ya pak? kenapa bapak - bapak ini bisa kemari? adakah yang bisa saya bantu?" ucap Aara pada kedua orang disana, sembari menyodorkan satu persaru air kemasan itu untuk para tamunya. "Akh begini bu...saya tadi kan melihat bu Aara yang terlihat panik saat berlangsungnya rapat...dan sepertinya bu Aara tidak pernah se panik itu apa lagi sampai meninggalkan rapat segala, kami hanya ingin tahu saja ada apa sebebarnya bu? adakah yang bisa kami bantu? kami terlalu mencemaskan bu Aara." Ucap Zaki yang berharap gadis di sampingnya itu mengerti dengan niat baiknya. "Dia ini bu yang paling khawatir dan mengajak saya kesini segera." Ucap pak Zen pada Aara, dengan tangan yang menabok pelan pundak Zaki. Dan Aara hanya mengangguk sembari tersenyum. "Oh...tidak apa - apa kok pak...tidak ada yang perlu di khawatirkan, semua baik - baik saja pak...terimakasih atas perhatiannya..." ucap Aara dengan d**a yang sudah mereda, karena tidak ada kecurigaan apa - apa menurutnya, namun berbeda lagi dengan yang Zaki rasakan, ia ingin sekali meneliti setiap sudut rumah yang Aara tempati. Di dalam ruang kamar yang Angga tempati, lelaki itu teramat bosan disana, namun ia harus sabar, ia tidak boleh keluar sebelum tamu Aara itu benar - benar pergi. Iseng - iseng Angga membuka almari pakaian, dimana pakaiannya yang ia pakai saat kecelakaan kemarin, melihat nya, lalu mengambilnya. "Haaaaa....chu..." tiba - tiba debu terbang ke hidungnya dan membuat Angga bersin karenanya. Dan tanpa ia sadari, kedua orang lelaki yang ada di ruang tamu pun mendengar bersin tersebut. "Aduh...kenapa aku bisa se ceroboh ini sih?" ucap dalam hari Angga saat itu. Di ruang tamu, Zaki sudah merasa aneh saat Aara berkata ia baik - baik saja, tapi kenyataannya ia mendengar seseorang yang tengah bersin di dalam ruangan sebelah kanannya, kuat dalam hatinya ia ingin sekali melihatnya kedalam, namun tidak bisa. Hingga ia mempunyai ide yang tidak ia beri tahu pada Zen temannya sebelumnya. "Oh ya bu Aara...bisakah saya minta tolong? saya kesini tadi belum makan...bisakah ibu membelikan saya makanan? biar pak Zen yang mengantar ibu...plis bu..." ucap pak Zaki pada bu Aara, sedangkan disana Zen hanya menatap ke arah Zaki yang begitu aneh, karena setahu Zen, Zaki sudah makan banyak tadi sewaktu di jalan sebelum datang ke rumah bu Aara. "Oh...ini bu...uangnya biar nanti pak Zen yang membayarnya, ibu tinggal mengikuti pak Zen saja." Ucap Zaki pada Aara, dan Aara tidak bisa menolak tamunya itu, jujur hatinya saat itu tengah tidak nyaman, apa lagi sampai meninggalkan rumahnya segala, sedangkan di dalam ada Angga yang tidak tahu bagaimana nasibnya nanti saat ia sendirian dengan pak Zaki di rumah, akankah ketahuan atau tidak, hanya Author lah yang tahu. "Oh...baiklah pak...saya akan ke kamar sebentar, mengambil tas dulu...tunggu sebentar ya..." ucap Aara sembari beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat menuju kearah kamarnya, ia merasa cemas disana. Hingga terdengar pintu kamar yang terbuka lalu tertutup, Aara masuk kedalam kamarnya. "Astaga!" ucap Aara dengan terkejutnya sembari membekap mulutnya, ia begitu terkejut saat di depannya ada sosok sempurna sebagai seorang lelaki. Ternyata Angga mengenakan pakaiannya lengkap beserta sepatunya pula. Tidak lupa dasi yang hanya mengalung disana karena ia lupa cara memakai dasi. "Angga! ini kamu? astaga...kamu begitu sempurna dengan pakaian ini...hemmmz..." ucap Aara dengan kedua mata yang melihat secara keseluruhan lelaki yang ada di depannya. Lalu ia menggeleng - geleng, karena kembali ia mengingat bahwa ia akan keluar dengan salah satu teman gurunya dan hanya meninggalkan Angga sendirian disana, dan saat itu bukan waktunya untuk Aara terpesona oleh sosok sempurna di depannya yang ia lihat. "Terimakasih..." ucap Angga dengan senangnya. "Akh Ngga...gimana ini...aku harus keluar sebentar untuk membeli makanan, bisakah kamu diam saja di kamar sebelum orang - orang itu pergi? aku serius Ngga..." ucap Aara pada lelaki itu yang terlihat cemas, lalu Angga membalasnya dengan senyuman dan mendekat ke arahnya. "Sayang...kenapa kamu khawatir seperti ini? apa kamu mencemaskan lelakimu ini? tenang...semua yang kamu takutkan tidak akan terjadi...sungguh..." ucap Angga dengan senyum yang ia sunggingkan dan elusan di kedua lengan Aara disana. "Siapa sayangmu?" tanya Aara yang basa - basi. "Kamu lah...siapa lagi?" ucap Angga dengan gemasnya. "Bukan waktunya sekarang membahas sayang - sayangan Angga...kamu baik - baik ya di rumah...pak Zaki tidak jahat kok..." ucap Aara pada lelaki itu, dan Angga hanya mengangguk mengiyakannya saja. "Bagiku kamu adalah sayangku, karena kita tadi sudah berciuman, dan kamu tidak menolaknya aku anggap kamu setuju, sudah sana..." ucap Angga sembari membalikan tubuh Aara disana dan mendorongnya untuk keluar kamar. "Eh tunggu Angga! tas aku mana?" ucap Aara pada lelaki yang ia yakini saat itu adalah kekasihnya. Angga pun segera mengambilkan tas tangan milik Aara dan memberikannya pada gadis itu, barulah Aara keluar dari kamarnya. "Mari pak..." ucap Aara dengan mantapnya, dan di dalam hatinya ia tidak tahu lagi, jika memang harus ketahuan oleh pak Zaki, berarti takdir nya memang demikian, tapi jika tidak ketahuan oleh orang lain, berarti semua sudah di takdirkan tuhan, ia hanya bisa menerima apa adanya yang ia jalani, namun ia berharap pak Zaki atau orang lain tidak mengetahuinya. Sepanjang perjalanan hati Aara sangat khawatir, sampai terlihat seseorang menyapa dirinya. "Aduh mbak cantik ketemu lagi kita...mbak nya mau kemana?" ucap seorang ibu - ibu yang ternyata tetangga Aara, sebelum kejadian ada seorang lelaki tampan yang berada di rumah Aara, semua tetangga tidak tahu atau lebih tepatnya tidak peduli padanya, namun setelah mereka tahu bahwa Aara tinggal dengan lelaki tampan yang mereka yakini adalah tunangannya, membuat Aara terkenal dan menjadi topik hangat perbincangan di kalangan tetangga terlebih para ibu - ibu lebih tepatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN