"Oh...ibu...iya bu...ketemu lagi..." ucap Aara dengan sopannya pada ibu - ibu itu.
"Mbaknya mau kemana ini?" tanya ibu itu pada Aara, dengan ramah pula.
"Oh...saya hanya mau beli makan bu..." ucap Aara yang menerangkan. Namun saat itu ibu - ibu itu terlihat sedikit mengernyitkan alisnya disana, mengamati lelaki yang berada di samping Aara, dan ibu - ibu itu tahu persis, lelaki itu bukanlah tunangan dari gadis itu yang sakit tadi.
"Loh mbak kok tidak dengan tunangannya ya? lalu ini siapa?" tanya ibu - ibu itu yang ingin tahu.
"Duh gawaaaat...akh sudahlah sudah kepalang basah..." ucap dalam hati Aara saat itu, dan lelaki di sampingnya hanya ikut terperanjat karena ucapan ibu - ibu itu yang ia kira hanya asal bicara saja.
"Akh...tunangan saya ada di rumah bu...sedang istirahat...masak iya saya ajak makan di luar..." ucap Aara dengan nada suara lirih dan hampir tertelan, namun ibu - ibu itu dan juga pak Zen di sampingnya jelas mendengar ucapan Aara disana, pak Zen sangat terkejut akan ucapan Aara yang menyatakan bahwa ia sudah memiliki tunangan, dan ia kasihan pada sahabatnya, yaitu pak Zaki, yang diam - diam menaruh hati padanya.
"Oh...saya kira kemana...habisnya tunangan mbaknya sangat tampan..." ucap ibu - ibu itu lalu berpamitan pergi dari hadapan keduanya.
"Bu Aara sudah punya tunangan?" ucap pak Zen dengan sedikit gagap yang bertanya seakan ia ragu untuk bertanya.
"Oh...iya pak..." ucap Aara yang ragu - ragu pula, dimana disana saat itu hatinya sedikit tidak karuan, ia tahu Angga menyukainya, dan dirinya pun menyukainya, tapi Aara khawatir jika ia mengaku - ngaku seperti itu nanti ada yang marah bahkan melabrak dirinya sebagai istri sah Angga, meski Aara tahu bahwa Angga tidak keberatan dengan status apa pun yang Aara inginkan darinya. Aara takut jika ada seorang anak yang akan ia lukai karena telah Aara ambil ayahnya, atau seorang istri yang Aara ambil suaminya, atau hanya seorang tunangan atau pacar saja yang Aara ambil dari mereka. Kekhawatiran itu selalu melingkupi hatinya.
Di dalam rumah Aara, Zaki beranjak dari duduknya, ia ingin sekali membuka kamar yang ia yakini ada seseorang yang berada di dalamnya. Ia sengaja menyuruh Aara keluar dengan Zen karena ia ingin tahu siapa yang ada di dalam kamar yang tadi bersinnya sempat ia dengar, dan Zaki percaya suara itu bukanlah suara perempuan, melainkan suara seorang laki - laki.
Dengan langkah seolah mengendap - endap Zaki berjalan menuju kearah pintu kamar tersebut. Satu tangannya terulur akan membuka knop pintu di depannya, Zaki sudah menyiapkan hatinya jika sesuatu terjadi atau ia harus jauh dengan Aara karena hal itu, yang pasti Zaki tidak peduli, yang ingin ia tahu hanya siapa yang ada di dalam.
"Aduh...siapa ya? masak ayahnya? kan Aara tidak punya ayah, siapa ya kira - kira di dalam sana?" ucap dalam hati Zaki saat ia sudah akan memutar knop pintu tersebut, namun tiba - tiba ia urungkan, ia sedikit khawatir jika benar orang yang di dalam itu adalah ayah Aara. Namun ia sudah memantapkan hati apapun yang terjadi, akhirnya ia pun memutar knop pintu tersebut lalu membuka segera pintu itu.
Kedua mata Zaki terbelalak saat ia melihat sesosok lelaki tampan dengan pakaian formal lengkap tengah berdiri di samping jendela dengan satu tangan yang dimasukan kedalam saku celananya, bak idol kpop yang tengah menyilaukan mata kaum perempuan.
Namun seketika Zaki sadar, orang tersebut adalah saingan cintanya, Angga pun yang mendengar pintu terbuka hanya bisa menoleh kearah sumber suara, tatapannya tajam, sikapnya tenang seolah sudah terbiasa menghadapi bahaya dan semacamnya.
"Kamu siapa?" tanya Zaki pada lelaki yang ia temui itu. Dan hanya mendapat balasan senyuman saja dari Angga, ia pikir tidak masalah jika dia tidak ingin menjawabnya.
"Tunggu! sepertinya aku pernah melihat orang ini! tapi dimana ya?" ucap dalam hati Zaki saat itu, saat melihat wajah lelaki tampan di depannya yang ia rasa tidak asing.
"Hei...yang sopan dong, jika ada yang bertanya padamu, apa kamu tidak dengar? kamu tidak bisa bicara?" ucap Zaki yang sudah mulai panas karena otaknya sudah berpikir yang macam - macam disana.
"Apa perlu aku menunjukan kesopanan pada seseorang yang juga tidak tahu sopan santun?" ucap Angga yang langsung membuat Zaki terdiam di tempatnya, kata - kata lelaki di depannya itu terlalu menohok hatinya, karena memang ia tidak sopan disana, sudah masuk kedalam kamar orang lain.
"Aku tidak sopan karena tahu bahwa bu Aara tinggal sendirian, dan tadi aku dengar seseorang bersin di dalam kamar ini, aku pikir itu pencuri atau orang jahat, makanya aku minta dia keluar, aku ingin memastikannya sendiri." Ucap Zaki yang membuat Angga tertawa disana.
"Mana ada pencuri yang se tampan aku? apa lagi pencurinya berpakaian seperti ini!" ucap Angga dengan bangganya, karena memang ia tampan kenyataannya.
"Hei...jawab dong siapa kamu? kenapa kamu ada di kamar ini? di rumah ini? apa Aara tahu?" ucap Zaki yang menyelidik ingin tahu.
"Apa perlu aku jabarkan semuanya? yang pasti aku penghuni kamar ini, dan juga rumah ini, puas?" ucap Angga dengan ekspresi datar tanpa ekspresi di wajahnya.
"Oke baiklah kamu tinggal disini, lalu kamu apanya, siapanya Aara?" tanya Zaki lagi yang ingin tahu, ia ingin memastika Aara belum memiliki orang yang ia sukai.
"Kau tahu? rumah ini hanya ada berapa kamar? satu bukan? jadi kami berbagi ranjang yang sama disini, di ranjang ini, cukup kah apa yang ingin kamu ketahui?" ucap Angga yang seketika membuat Zaki tersentak, kedua kakinya seakan lemas tanpa tulang penyangga, dan bahkan ia hampir ambruk pingsan disana, namun kedua tangannya berpegangan pada daun pintu yang terbuka di sampingnya, lalu ia pun keluar dari dalam kamar tersebut tanpa berkata sepatah katapun pada Angga. Meninggalkan lelaki itu di dalam kamar sendirian.
"Huft leganya..." dengus Angga yang merasa bangga pada dirinya sendiri, karena bisa mengatasi semua pertanyaan lelaki itu dengan lancar tanpa menyebutkan nama atau siapa dirinya.
Zaki duduk di sofa, menyandarkan punggung serta kepalanya di sandaran sofa yang ia rasa sangat nyaman. Ia menyandarkan kepalanya yang berputar - putar sedari tadi disana, memejamkan kedua matanya, ia memaksa tidak mempercayai apa yang ia lihat dan dengar dari lelaki yang mengaku satu ranjang dengan Aara tersebut.