Bab 6 Hanyut terbawa suasana

1025 Kata
Sontak saat itu pak Zen pun tertawa terbahak - bahak di buatnya. Membuat Zaki bertanya - tanya apa yang membuat pak Zen tertawa sedemikian kencangnya. "Kamu suka bu Natasya Aara?" ucap Zen dengan tawa yang ia tahan. "Kenapa? apa salah? saya lajang...dia pun tidak sedang dalam hubungan...siapa yang bisa melarang kami?" ucap Zaki yang seketika menghentikan tawa Zen disana. "Zak...lelaki yang mencintai itu kalah dengan lelaki yang gerak cepat, mengerti kamu?" ucap Zen yang membuat Zaki mengerti dan mengangguk - angguk. "Sekarang buka gerak cepat atau lambat pak Zen yang menjadi masalahnya, tapi...siapa orang yang bisa membuat bu Aara meninggalkan tempat rapat begitu saja coba? sedangkan bu Aara tidak pernah bertindak demikian sebelumnya, itu yang pertama kalinya saya lihat pak Zen, saya takut jangan - jangan bu Aara sedang di kejar depkolektor pak...atau rentenir pak...pokoknya nanti temani saya datang ke apartemennya pak...saya harus tahu masalah apa yang ia hadapi, kalau perlu hari ini juga saya akan nembak dia pak...kalau perlu...saya lamar pun oke pak...sudah lama saya menyukainya sejak dia mengajar pertama kali disini." Ucap Zaki yang menerangkan perasaan nya dari pandangan pertama sampai detik itu. Dan Zen pun hanya bisa menjadi pendengar setia temannya itu. "Baiklah - baiklah kalau begitu nanti kita datangi saja apartemennya agar menjadi jelas semuanya." Ucap Zen pada temannya itu. Di sepanjang perjalanan Aara, ia begitu khawatir disana, namun untungnya setelah ia mendapatkan kabar demikian, segera saja ia memanggil sahabatnya, yaitu si Niken agar cepat datang dan memeriksa Angga. Dengan kecepatan yang lumayan tinggi, Aara memacu kecepatan motornya agar cepat sampai di rumahnya, beberapa saat Aara pun sampai di lingkungan apartemennya, Dengan bergegas ia pun segera menuju ke apartemennya setelah memarkirkan motor nya di tempat parkir yang sudah di siapkan. Ia langkahkan dengan cepat langkah kakinya agar segera sampai disana, dan benar saja, terlihat beberapa orang tengah berada di depan pintu apartemennya, beberapa anak gadis yang masih muda dan ibu - ibu tetangga apartem yang berkerumun disana. "Aduh...aku sembunyikan agar orang lain tidak tahu...kenapa malah menjadi pusat perhatian begini astaga..." ucap dalam hati Aara saat itu, ia merasa ragu, apakah harus mendekat ke arah orang - orang tersebut atau kah harus mundur, tapi ia teringat kata - kata yang keluar dari mulutnya sendiri, jika bagaiamanapun keadaannya, ia harus melindungi Angga, terlebih lelaki itu belum memiliki ingatannya kembali. "Akh...itu mbak nya datang...minggir - minggir..." ucap salah seorang disana yang mengenali Aara, dan beberapa orang yang tahu tentang Aara karena ia tetangganya. "Permisi...permisi..." ucap Aara sembari mencoba membuka jalan dan mendekat ke arah Angga. "Ra...kenapa kamu lama sekali? aku membutuhkanmu Ra..." ucap Angga yang lalu menarik tubuh gadis itu dalam pelukannya. "Wah...dia suaminya ternyata..." ucap salah seorang lagi, dan Aara tidak mempedulikannya, yang terpenting saat itu adalah mengajak Angga masuk kedalam rumahnya. "Maaf...maaf...tahu sendiri kan jalanan pegunungan seperti apa? kalau aku memaksa terlalu cepat, pasti akan nyungsep nanti." Ucap Aara yang berusaha menghibur lelaki itu, lalu membuka pintu apartemennya, bersusah payah membawa lelaki itu masuk kedalam dan membaringkannya diatas tempat tidur. "Tunggu ya...aku mau berterimakasih dulu pada orang - orang di luar." Ucap Aara dengan bisikannya, saat ia melihat kedua mata Angga sudah terpejam disana. Angga hanya mengangguk sekali sebagai jawabannya. Aara pun segera keluar dari ruang kamarnya, bergegas menuju ke luar pintu apartemennya, ia merasa harus berterakasih pada semuanya yang sudah membawa Angga pulang ke rumah. "Huffft..." Aara menghembuskan nafasnya yang dalam begitu saja. "Bapak - bapak, ibu - ibu, terimakasih banyak ya sudah membantu, maaf sudah merepotkan kalian semua..." ucap Aara dengan permintaan maaf yang tulus dan ucapan terimakasihnya yang tulus pula pada semua orang yang masih berkumpul di luar pintu apartemenya. "Sama - sama nak...jaga baik - baik ya suaminya, kalau masih sakit...lebih baik jangan di tinggal dulu ya...yasudah kita pergi dulu..." ucap salah seorang yang mewakili semuanya, dan segera pergi dari sana. "Suami? kok bisa? suami dari mananya? akh...aku harus apa? kalau aku mengelak...bisa - bisa akan di gerebek masa..." ucap gerutu Aara saat ia masih mematung di ambang pintu, ia merasa serba salah, jika ia berkata jujur bahwa ia menemukan lelaki itu saat kecelakaan, apa mereka akan percaya? jika aku bilang bahwa ia hilang ingatan, apa mereka akan percaya? akh..." gerutu Aara saat itu, lalu mundur beberapa langkah ke belakang tanpa menoleh, satu tangannya mengulur mengambil daun pintu lalu menutupnya rapat - rapat. "Akh..." dengus Aara lagi sembari maju satu langkah dan menempelkan keningnya ke daun pintu yang sudah tertutup rapat disana. Tiba - tiba, terasa sesuatu yang lembut merayapi pinggangnya, dan mengerat disana, ternyata itu adalah lengan tangan Angga yang mengalung memeluknya erat. "Maafkan aku ya...aku sudah membuat masalah untukmu, aku tidak menuruti kata - katamu, pasti semua itu teramat berat kamu lalui, aku harus apa sekarang?" ucap Angga dengan pelukan eratnya, dan wajah yang menempel di pundak Aara. Gadis itu hanya membiarkannya saja, jujur Aara merasakan bahwa ia memang kesulitan saat itu, terlebih lagi esok saat ia berhadapan dengan semua orang - orang tersebut, tapi itu pun juga bukan sepenuhnya kesalahan Angga. Natasya perlahan berbalik menghadap Angga di belakangnya, namun lelaki itu tidak mau melepaskan pelukan tangannya. "Jangan seperti ini aku mohon..." ucap Aara yang meminta, membuat Angga mengendurkan pelukannya dan mengalihkan kedua tangan kekarnya itu menjadi mengurung tubuh gadis di depannya. Wajah keduanya saling menatap satu sama lain, hanya berjarak dua kepalan tangan orang dewasa. Degupan jantung Aara semakin menggila saat ia merasakan hembusan nafasnya yang berbenturan dengan nafas Angga, hangat dan menenangkan bagi keduanya. "Siapa kamu sebenarnya?" bisik Aara tepat di depan wajah lelaki itu. "Aku tidak peduli siapa aku, yang aku rasa saat ini, begitu bahagia saat bersamamu." Ucap Angga yang membuat Aara menelan ludahnya seketika, dadanya sesak, nafasnya memburu, ucapan Angga membuat semua yang ia lihat bercahaya, termasuk wajah tampan di depannya. "Tidak Aara...jangan menyukainya...siapa tahu dia adalah tunangan orang lain, atau dia sudah memiliki istri dan keluarga? tidak Aara...bangun...jangan kau terhanyut dalam suasana ini, kau harus sadar Aara...lelaki ini bukanlah orang sembarangan, terlihat jelas dari mobil sport mahal yang di kendarainya, dan pakaian edisi terbatasnya, jelas ia bukan selevel denganmu, jangan sampai kau menyukainya, jangan sampai kau terbawa suasana Aara, bangun...bangun Aara..." ucap dalam hati Aara saat itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN