Suara ketukan pintu terdengar, cepat-cepat Flo membuka pintu kamar. Ternyata, pelayan hotel yang datang membawakan dia makanan. Tak lama kemudian, William pun datang.
"Cepat kamu makan! Dan setelah itu, kita siap-siap untuk pulang!" Seru William.
Flo memilih diam, tak menyahut ucapan William. Dia langsung menyantap makanan yang tersedia. Sesekali William melirik ke arah Flo, yang bersikap cuek padanya.
"Ayo, cepat sedikit! Waktu saya tidak banyak, untuk menunggu hal yang tidak penting," ucap William sinis.
Lagi-lagi Flo memilih diam. Dia malas berdebat dengan William.
Kini mereka sudah dalam perjalanan. Selama dalam perjalanan baik William maupun Flo terlihat hanya diam. Tak ada sepatah katapun terlontar dari bibir mereka. Sampai akhirnya mobil yang membawa mereka sampai di Mansion William. Sebuah Mansion yang mewah.
William dan Flo turun dari mobil. Flo berjalan mengekor mengikuti William dari belakang. Para pelayan, berbaris rapi menyambut kedatangan tuan dan nyonyanya.
"Ini nyonya baru kalian. Layani dia dengan baik! Apa kalian mengerti?" Ujar William. Semua mengangguk patuh.
Dalam hati, Flo cukup senang. Karena William benar-benar memperkenalkan dia sebagai istrinya. Meskipun sebenarnya, pernikahan mereka hanya pernikahan kontrak. Flo juga senang, karena memiliki ibu mertua yang baik. Mami Rosella menyayangi Flo, meskipun dia baru bertemu Flo. Dia yakin, kalau Flo wanita yang baik.
"Kita tidur bersama! Tapi, ingat! Jangan lakukan apapun yang aku tidak suka. Termasuk menyentuh barang-barang milik saya. Tugas kamu hanya melayani, kapanpun saya mau. Apa kamu mengerti?" Ucap William. Dia juga menatap Flo tajam.
"Lebih baik aku tidur di kamar lain saja! Jika Anda menginginkan aku, Anda bisa memanggil."
"Jangan membantah!" Pekik William membuat Flo tersentak kaget.
Entah mimpi apa dirinya, harus hidup dengan laki-laki yang paling menyebalkan di dunia ini. Sungguh berkuasa. Mau tidak mau, Flo harus mengikutinya.
"Ini semua pakaian untuk kamu, dan semua kosmetik di meja rias itu milik kamu. Kamu boleh menggunakannya sesuka hati kamu. Setiap harinya kamu harus terlihat cantik dan menarik," ucap William.
"Ehm, apa aku besok sudah boleh kuliah? Sebentar lagi aku ada ujian. Aku gak mau tertinggal pelajaran." Flo berkata.
"Iya boleh. Tapi, ingat! Setelah kuliah kamu selesai, kamu harus pulang! Saya tidak akan mengekang kamu, dalam hal itu. Karena pernikahan kita hanyalah pernikahan kontrak. Setelah kontrak kita selesai, kamu boleh melanjutkan kehidupan kamu," sahut William dan Flo menganggukkan kepalanya.
Sebenarnya, Flo cukup berat menjalani pernikahan ini. Apa kata teman-temannya nanti, jika dirinya hamil. Devan pun pasti akan memandang dia buruk. Flo tak ingin memikirkannya, saat ini.
Tubuh Flo menegang. Tiba-tiba saja William menyerangnya. Dia langsung mencium bibir Flo. Perlahan, dia mengarahkan tubuh Flo ke ranjang. Tanpa berbasa-basi lebih dulu, dia langsung menindih tubuh mungil Flo, dan membuka resleting gaun yang Flo pakai saat itu.
Dia ciumi leher Flo, membuat tubuh Flo meremang. Hingga Flo mengeluarkan suara yang indah. Tak dapat dia pungkiri, dia mulai menikmatinya.
"Buka pakaian kamu! Aku menginginkannya sekarang."
Dengan perasaan canggung, Flo melucuti pakaiannya. Hingga kini tubuhnya dalam keadaan polos. Dia harus menyadari, kalau dirinya tak jauh beda dengan seorang jalang yang menjual tubuhnya demi uang.
"Argh ...!"
Perlahan tapi pasti. William mulai menggoyangkan pinggulnya. Dia terlihat begitu menikmati.
"s**t, sempit sekali!" Umpatnya dalam hati.
"Tuan, aku mohon pelankan sedikit! Sakit!"
Seakan dia menulikan perkataan Flo. Meskipun sudah beberapa kali, Flo masih merasa nyeri di area sensitifnya. Terlebih William melakukannya tanpa kelembutan. Ekspresi wajahnya, menunjukkan kebencian. Ya, dia selalu seperti itu saat bercinta.
Kini berganti posisi. Dia meminta Flo yang memimpin permainan. William sudah membaringkan tubuhnya di ranjang.
"Lakukan tugasmu!"
Mata William merem melek menikmatinya. Sepertinya, dia mulai tergila-gila. Rasanya sangat berbeda yang dia rasakan.
"Argh, faster!"
Flo semakin mempercepat permainannya. Sungguh ini sangat gila. Hingga akhirnya William menyemburkan benihnya di rahim Flo. Flo tampak lemas. William senang melihat wajah dan tubuh Flo penuh keringat. Baginya, Flo terlihat seksi.
***
Pagi hari Flo sudah bersiap-siap untuk berangkat. William baru saja selesai mandi. Dia tampak mengerutkan keningnya, melihat penampilan Flo yang tampak sederhana. Meskipun demikian, dia tetap terlihat cantik.
"Mengapa kamu tak memakai pakaian yang saya berikan? Dan mengapa pagi-pagi seperti ini, kamu sudah mau berangkat?" tegur William. Dia selalu saja bersikap dingin.
"Aku tak ingin mereka curiga. Aku lebih nyaman seperti ini. Aku harus berangkat lebih pagi, karena ada tugas yang harus aku kerjakan sebelum jam kuliah di mulai," jawab Flo.
"Ya sudah, kita berangkat bersama saja! Nanti kamu bisa turun dari jauh," ucap William sembari memakai pakaian yang Flo sudah siapkan. Meskipun dia menganggap Flo hanya istri kontraknya, William mau memakai pakaian yang Flo sudah siapkan. Bagi William, pilihan Flo sesuai selera dengannya.
"Terima kasih, Tuan. Aku naik ojek online saja. Aku tak ingin merepotkan tuan. Aku udah terbiasa seperti ini," sahut Flo.
"Jangan membantah! Berkali-kali saya katakan, saya tak butuh penolakan kamu!" Pekik William membuat Flo terperanjat kaget. Flo mengumpat William dalam hati.
Keduanya kini sudah duduk di meja makan. Para pelayan tampak bingung melihat penampilan Flo saat ini. Penampilannya sangat berbeda saat datang kemarin. Ibarat kata Flo dan Cara seperti langit dan bumi. Selain selalu berpenampilan seksi dan glamor, Cara juga bersikap sombong. Berbeda dengan Flo yang bersikap ramah. Dia juga yang melayani William di meja makan.
Setelah selesai makan, mereka pergi bersama. Mereka duduk di kursi belakang. Sesekali William melirik ke arah Flo yang tampak sibuk dengan ponselnya. Flo juga tampak tersenyum bahagia.
Jo yang melihatnya, menjadi tertawa geli dalam hati. Dia yakin, sebenar lagi bosnya akan jatuh cinta pada istri kecilnya. Flo selalu bersikap apa adanya. Itu yang membuat Jo merasa yakin, kalau Flo wanita yang baik.
"Tuan, aku turun di sini saja! Aku tak ingin teman-temanku melihat aku turun dari mobil ini," ujar Flo.
"Jo, berhenti!"
Tak ada kecupan manis dari William. Dia terlihat dingin, membiarkan Flo turun begitu saja.
"Jalan!" titah William. Pandangan William terlihat lurus tak peduli dengan Flo.
Dia masih saja bersikap angkuh. Selama perjalanan William terlihat hanya diam. Jo pun memilih diam, tak membuka pembicaraan. Sampai akhirnya dia sampai di perusahaan Orlando Group.
Semua karyawan yang berpapasan, memberi hormat kepada William dan juga Jo. Wajah keduanya tampak dingin menuju ruangan.
William mulai bekerja, bersikap profesional. Tiba-tiba saja ponselnya berdering. Sang mami yang menghubunginya. Terpaksa dia menghentikan pekerjaannya sejenak.
"Apa, bulan madu?" William begitu terkejut.
"Iya, bulan madu. Kenapa kamu begitu kaget? Orang yang baru menikah, pasti langsung bulan madu. Mami dan papi ingin segera memiliki cucu."
"Tapi, Mi. Aku sedang sibuk. Lagi banyak pekerjaan. Flo pun mau ada ujian. Makanya, kita sepakat untuk menundanya. Lagipula, tak perlu bulan madu juga. Tiap waktu pun, kami bisa melakukannya."
"Tetap saja beda! Pokoknya, mami gak mau tahu. Kamu itu harus menyenangkan hati istri. Biar Flo segera hamil. Kamu itu jangan terlalu sibuk bekerja! Pikiran stres dan kelelahan, bisa membuat kamu sulit mendapatkan keturunan. Mami gak mau hal itu terjadi."
"Mi, aku ini sama Flo baru saja menikah. Kami butuh waktu. Pokoknya, mami tenang aja ya! Secepatnya kami akan mewujudkan keinginan mami. Aku pastikan, Flo akan segera hamil. Aku akan mengajak Flo bulan madu. Tapi, bukan dalam waktu dekat," jelas William.
"Kapan? Kamu itu kalau gak di desak, gak ada gregetnya. Bisa-bisa Flo keburu hamil. Wanita itu harus diperlakukan manis. Mami akan menyuruh papi untuk mengurusnya. Titik!"
"Mi ... Mami," panggil William. Namun, Mami Rosella tak mempedulikannya. Dia langsung mengakhiri panggilan telepon dengan William.
"Huuft! Selalu saja berkuasa. Melakukan yang dia inginkan," umpat William.
"Sudah, ikuti saja tuan keinginan mami tuan. Itu pasti lebih baik," ucap Jo. William langsung memberikan tatapan tajam kepada Jo.