Bab1. Dijual
"Ayo, kamu ikut Papi!" Daniel menarik paksa tangan Flo, untuk ikut bersamanya.
"Papi mau mengajak aku kemana? Hari ini aku ada jadwal kuliah, aku harus ke kampus," cecar Flo kepada bapak tirinya.
"Sudah, kamu tidak usah kuliah lagi! Capek-capek saja. Papi akan memberikan kamu uang yang banyak, asalkan kamu menuruti permintaan papi!" Seru Daniel, membuat mata Flo membulat sempurna.
"Ma--maksud papi apa? Aku tidak paham dengan ucapan papi. Sebenarnya, kita ini mau ke mana?" Flo kembali bertanya kepada Daniel, untuk memastikannya.
Daniel memilih tidak menjawab pertanyaan Flo. Tentu saja membuat Flo merasa bingung. Sampai akhirnya mereka berhenti di sebuah salon. Dia menyuruh penata rias, untuk merias Flo secantik mungkin. Dia juga sudah membelikan gaun dan juga high heels untuk Flo. Daniel akan membuat William tergila-gila kepada Flo.
"Ya Tuhan, sebenarnya apa rencana papi kepadaku? Mengapa dia melakukan ini kepadaku? Aku kecewa dengan mami. Mengapa mami hanya diam saja, disaat papi membawa aku dengan paksa? Apa mami sudah tidak mempedulikan aku lagi?" Kata Flo dalam hati.
Dia sudah tidak sanggup membendung perasaannya lagi. Air matanya menetes satu persatu. Dia berharap Tuhan dapat melindunginya.
"Nona, Anda jangan menangis terus! Riasan Anda menjadi rusak, karena terkena air mata Anda. Kalau seperti ini terus, kapan kita selesai?" tegur sang penata rias.
Mendengar ucapan sang penata rias, Daniel langsung menghampiri Flo dan menatapnya tajam.
"Hapus air matamu! Jangan buat Papi berbuat kasar kepadamu!" ancam Daniel kepada anak tirinya.
"Bunuh saja aku, jika itu membuat kamu senang! Aku capek, hidup seperti ini terus. Bahkan mami kandungku, tidak pernah membela aku. Lantas, untuk apa aku hidup?" Flo terlihat begitu berani.
Kali ini kesabarannya sudah habis. Dia berniat memberontak. Flo langsung bangkit, berniat untuk kabur. Namun, Daniel langsung menangkapnya. Dia juga menampar wajah Flo, memperlakukan Flo dengan kasar.
"Sayangnya, aku tidak akan melakukan hal itu! Lebih baik, aku menjual kamu dengan orang kaya. Dengan seperti itu, aku bisa mendapatkan uang yang banyak," ucap Daniel sambil tertawa. Dia terlihat begitu bahagia.
Flo menatap wajah papi tirinya dengan tatapan tajam, tatapan penuh kebencian. Bekas tamparan papinya, masih terasa panas. Kini dia menaruh dendam kepada papi tirinya.
Setelah Flo selesai di make-up, Daniel langsung membawa Flo ke hotel tempat mereka akan bertemu dengan William.
"Jangan berani memberontak! Jika kamu memberontak, papi akan membuat kamu dan mami kamu menderita!" Daniel mengancam Flo.
Kini mereka sudah sampai di hotel. Daniel langsung menghubungi asisten William. Jo datang menyambut mereka, dan membawa mereka ke kamar bosnya berada.
"Cantik. Pasti Tuan William akan tergila-gila padanya." Jo berkata dalam hati.
Suara ketukan pintu terdengar. William bergegas untuk membuka. Keduanya sama-sama terkejut saat itu.
"Kamu?"
"Anda?"
Jo dan Daniel tampak bingung, saat melihat keduanya.
"Apa kalian sudah saling kenal sebelumnya?" Daniel bertanya kepada keduanya.
"Dia itu laki-laki sombong! Mengapa aku harus dipertemukan kembali dengannya?" Flo berkata ketus.
William tampak mengepalkan tangannya. Dia merasa tidak suka dengan sikap Flo kepadanya.
"Dasar anak kecil! Kamu ini tahu tidak, dengan siapa kamu ini berhadapan? Kamu itu hanya seorang jalang yang saya beli untuk mengandung anak saya. Mulai sekarang, kamu harus ikuti perintah saya!"
"Asal kamu tahu. Papi kamu sudah menjual kamu pada saya. Saya sudah membeli rahim kamu, untuk mengandung benih saya. Kita akan menikah secara kontrak. Setelah anak itu lahir, kamu boleh pergi dari hidup kami!"
"Apa?"
Flo tampak melongo mendengar penuturan William. Dia benar-benar syok. Sekarang, dia paham maksud ucapan papinya tadi yang meminta dia mengikuti keinginannya. Berbeda halnya dengan Daniel, yang justru tampak tersenyum.
"Akhirnya, rencanaku berhasil untuk menjual Flo kepadanya. Sebentar lagi aku akan memiliki uang yang banyak." Kata Daniel bersorak dalam hati.
"Tidak! Aku tidak mau!"
Memberontak pun tidak bisa. Flo dipaksa menandatangani surat perjanjian nikah kontrak dengan William, oleh papinya. William pun tidak ingin melepaskan Flo.
"Aku mohon, Tuan. Jangan lakukan ini padaku! Aku masih ingin menyelesaikan kuliahku, dan aku pun telah memiliki seorang kekasih. Dia pasti sangat kecewa, jika dia tahu kalau aku harus mengandung anak dari pria lain," ucap Flo memohon.
"Saya tidak peduli! Papi kamu sudah menjual kamu kepada saya. Kamu tidak perlu khawatir, untuk urusan kuliah. Saya tidak akan melarang kamu kuliah. Namun, untuk urusan lain. Kamu hanya boleh pergi, atas izin saya. Putuskan kekasih kamu, dan jangan pernah coba-coba kabur dari saya! Saya akan membuat kamu menderita!" William berkata tegas.
"Baiklah, aku akan menandatangani surat itu. Asalkan, uang itu kamu berikan kepada aku! Bukankah aku yang akan menjalankan kontrak itu?" Flo berucap sinis memandang Daniel.
Daniel begitu marah. Tentu saja dia tidak terima. Dia tidak menyangka, kalau Flo akan berani berkata seperti itu.
"Mulai saat ini, aku tidak akan peduli denganmu! Lagipula, kamu bukan orang tua kandungku. Kamu telah menghancurkan hidupku, dengan menjual aku dengan pria yang tidak aku kenal. Sekarang, aku minta padamu. Keluar dari sini! Jangan pernah temui aku lagi, di mana pun aku berada! Sampaikan salamku, kepada wanita yang melahirkan aku. Terima kasih sudah menghancurkan hidup anak kandungnya sendiri!"
Flo berusaha untuk tidak menangis di hadapan William dan Daniel. Dia tidak ingin terlihat lemah. Hatinya teras hancur, kala itu. Terlebih lagi, wajah kekasihnya hadir di pikirannya. Entah bagaimana dia harus menjelaskan kepada kekasihnya.
"Flo, jangan seperti itu! Papi dan mami membutuhkan uang itu, makanya kami nekat melakukan itu. Papi memiliki hutang yang banyak kepada rentenir, jika tidak bisa membayarnya. Dia akan mengambil kamu dari kami. Dia menginginkan kamu. Hingga akhirnya papi terpikir, lebih baik kamu bersama Tuan William. Setelah kontrakmu selesai, kamu bisa menikah, dan hidup bahagia dengan Devan." Daniel mencoba memberi pengertian kepada Flo.
"Cukup! Papi pikir, dia akan mau menerima wanita yang sudah menjual keperawanannya dan juga rahimnya demi uang? Dia pasti akan membenciku. Papi tahu, betapa besarnya rasa cintaku padanya?" Pekik Flo.
Berkali-kali Flo menelan salivanya, berusaha untuk tegar. Rasanya begitu sakit, saat mengatakan itu. Takdir seakan mempermainkannya. Menjatuhkan dia ke dalam kubangan lumpur. Tidak pernah terpikir olehnya, nasibnya akan seperti ini.
"Kamu yakin, tidak pernah melakukan apapun dengan kekasihmu itu?" sindir William.
Flo memilih tidak menjawab. Baginya, sebuah pertanyaan yang tidak penting untuk dia jawab. Dia begitu benci dengan hidupnya. Mengapa dia harus dipertemukan dengan Daniel dan juga William.
"Aku pinta padamu, Tuan William yang terhormat. Tolong usir dia!" pinta Flo.
Jo langsung membawa Daniel keluar dari kamar itu. Dia memberikan kesempatan kepada William dan Flo untuk berdua. Kini hanya tinggal William dan Flo yang berada di dalam kamar.
Suasana hening seketika. Keduanya terlihat canggung berada satu kamar. Padahal selama ini William sudah terbiasa berada satu kamar dengan seorang wanita. Sesekali William melirik ke arah Flo, yang terlihat cuek kepadanya.
"Besok, saya akan mengenalkan kamu kepada kedua orang tua saya. Semoga saja mereka menyukai kamu. Sehingga kita bisa menjalankan kerja sama ini. Saya akan menikahi kamu dan kamu segera mengandung benih saya," ucap William memecah keheningan di kamar hotel itu.
"Setelah menikah, saya akan membawa kamu ke Mansion saya. Kita lakukan secepatnya rencana kita, agar kamu bisa segera hamil. Apa kamu sudah mengerti?" William bertanya dan Flo hanya menganggukkan kepalanya.
Suara ketukan pintu kamar terdengar. William bergegas untuk membukanya. Sang asisten yang datang saat itu.
"Jo, persiapkan semuanya besok! Besok pagi jemput wanita ini, dan ubah penampilan dia agar mami menyukainya!" titah William kepada sang asisten.
"Sekarang, saya pulang dulu. Jangan pernah tinggalkan hotel ini, sampai Jo menjemput kamu besok!" William berkata kepada Flo. Setelah itu, dia langsung pergi meninggalkan Flo.
William sudah pergi meninggalkan hotel. Flo mengambil paperbag yang di letakkan di atas sofa. Ternyata, William sudah menyiapkan pakaian untuknya.
Setelah berganti pakaian ganti. Flo membaringkan tubuhnya di ranjang. Pandangannya kini mengarah ke sekeliling kamar itu. Tanpa sadar, air matanya menetes satu persatu. Dia pegang dadanya yang terasa sesak.
"Maafkan aku, Dev, aku terpaksa melakukan ini," kata Flo terdengar lirih.
Flo terpaksa harus mengubur masa depannya bersama Devan. Dia yakin, Devan tidak akan mau bersamanya lagi. Selama ini dia selalu menolak Devan untuk bercinta, dan sebentar lagi dia justru akan memberikan keperawanannya kepada laki-laki yang tidak dia cintai.
"Saya yakin maminya tuan pasti menyukai Nona Flo. Dia wanita yang cantik, dan sepertinya dia wanita baik-baik. Tuan tidak salah memilihnya," ucap Jo membuka pembicaraan.
"Saya memilihnya, hanya ingin dia memberikan seorang anak untuk saya. Tidak lebih!" Sahut William ketus.
"Ya, sekarang Anda bisa berkata demikian. Tapi, saya yakin tidak untuk nanti. Suatu saat nanti, saya yakin Anda akan tergila-gila dengan Nona Flo." Jo berkata dalam hati. Tentu saja, dia tidak akan berani mengatakan itu kepada tuannya secara langsung.
Mobil yang membawa mereka, sudah sampai di Mansion William. William turun, dan masuk ke dalam. Sedangkan Jo langsung melajukan mobilnya kembali, menuju apartemennya.