Bab11. Seorang Jalang

1108 Kata
"Aarrgghh ...!" Flo begitu terkejut. William sudah berada di atas tubuhnya, menggesek-gesekkan miliknya. Meskipun masih ditutupi kain penutup, Flo dapat merasakan. "Berisik sekali kamu," tegurnya. "Wajar saja! Anda menyerang aku tiba-tiba. Bikin kangen saja," sahut Flo ketus. "Apa kamu lupa dengan perjanjian kita?" katanya sembari melepas kain yang tersisa begitu saja. Dia juga menyuruh Flo melepaskan kain yang tersisa menempel di tubuhnya. "Tidak lupa. Hanya saja Anda melakukannya secara tiba-tiba. Aku ingin mandi dulu. Tadi, saat sampai di Mansion. Aku langsung tidur. Anda pun, pasti baru saja sampai. Sebaiknya kita mandi dulu," jawab Flo. "Ya sudah, kita mandi bersama," ucap William membuat mata Flo membulat sempurna. "Mengapa kamu terkejut? Memangnya, ada yang aneh," sindirnya. Jika sudah seperti ini. Flo sudah tak ada harapan lagi untuk mengelak. "Kita itu harus sering-sering melakukan. Agar kamu segera hamil. Tujuan saya hanya itu. Bukan semata-mata menginginkan kamu. Jangan berharap lebih tentang pernikahan kita!" Kata William dengan sombongnya. Mendengar ucapan William, Flo memutar bola matanya malas. Dia berharap, apa yang dikatakan William benar. Setelah dirinya berhasil hamil, dia akan terbebas. William tak akan lagi menyentuhnya. Tanpa basa-basi lagi, William langsung menyerangnya. Mencumbunya dengan penuh gairah. William menggigit bibir bawah Flo, agar membuka mulutnya. Memudahkan dia mengeksplor hingga ke rongga. Flo sudah semakin pintar, membuat William semakin kecanduan. William menarik tangan Flo masuk ke dalam bathtub. Dia meminta Flo duduk di atas pangkuannya. Sudah ada kemajuan. William melakukannya dengan penuh kelembutan. Membuat Flo menikmatinya. Desahan keluar bibir Flo, membuat William semakin menginginkannya. "Aarrgghh ...! Keduanya mendesah kalau benda tumpul panjang berurat milik William berhasil masuk dengan sempurna. Flo mulai menggoyangkan pinggul. Percintaan panas terjadi. Kali ini Flo merasa yang berbeda. William pun merasa, Flo begitu hot. Tak hanya puas satu gaya. Seperti biasanya William menginginkan gaya yang berbeda. Dia meminta Flo bertumpu di pinggir bathtub. Dirinya yang akan memimpin permainan. Keringat bercucuran membasahi wajahnya. Permainan mereka cukup lama. Sampai Flo merasa lelah. Namun, William belum juga mendapatkan pelepasan. "Tuan, aku lelah!" Rengek Flo. "Sedikit lagi!" Jawab William dengan suara terdengar berat. Napasnya pun memburu. William semakin mempercepat permainannya. Dia sudah hampir mencapai titik klimaks. Flo dapat merasakan, milik William terasa begitu penuh mengobrak-abrik miliknya. "Tuan–" Flo tak sanggup berkata-kata. "Keluarkan bersama!" Hingga akhirnya keduanya berhasil mendapatkan pelepasan. Seperti biasanya. Tak ada kecupan dari William. Flo dianggap seperti seorang jalang. Setelah puas. Dia bersikap dingin kembali. William tak mempedulikan, rasa nyeri yang Flo rasakan. Setelah dia sudah menyelesaikan mandinya, dia langsung keluar begitu saja meninggalkan Flo. "Sabar Flo! Ingat, kamu itu hanya seorang jalang! Jangan pernah berharap lebih!" Dia hapus air mata yang sempat menetes di wajah cantiknya. Dirinya begitu hina. "Cepatlah sedikit! Mengapa kamu berlama-lama di dalam sana! Ayo, kita makan! Perut saya sudah lapar!" Teriak William dari luar. Tak ingin berdebat. Flo langsung memakai bathrobenya, kemudian keluar dari kamar mandi. Tanpa berkata-kata, dia langsung memakai pakaiannya. William hanya memperhatikan apa yang Flo lakukan. Mereka turun bersama, untuk makan. Flo berusaha bersikap profesional, melayani William di meja makan. Layaknya seorang istri yang sesungguhnya, menjadi istri yang baik. Hal ini yang membuat William merasakan yang berbeda. Karena dia tak pernah merasakan ini dari mantan istrinya. Pelayan yang selalu melayani. Cara bersikap cuek padanya. Semuanya diurus oleh Lidya. Setelah selesai makan, mereka kembali ke kamar. Suasana canggung menghampiri Flo. Dia merasa tak nyaman berada satu ruangan dengan beruang kutub. Dia memilih scroll media sosial. "Gimana kuliah kamu tadi?" tanya William. Seperti biasanya, raut wajahnya terlihat datar. "Sama saja seperti biasanya," jawab Flo cuek. Dia enggan berhenti bermain ponsel. Pandangannya masih fokus pada ponselnya. "Apa seperti ini sikap kamu, jika sedang berbicara dengan orang?" Sindir William. Sontak membuat Flo menghentikannya, dan menatap ke arah William. "Apa kamu masih berhubungan dengan laki-laki itu?" tanya William lagi. Kini keduanya saling menatap. "Tidak. Aku sudah tak ada hubungan dengannya," jawab Flo. "Ehm, baguslah! Berarti kamu sudah paham dengan isi surat perjanjian kita. Kamu boleh melanjutkan kembali, setelah kontrak pernikahan kita selesai." "Untuk apa? Apa laki-laki di dunia ini hanya dia saja? Perselingkuhan tak pantas dimaafkan. Seperti tak ada harga diri saja. Sampai kapanpun aku tak akan kembali padanya. Sekalipun dia menangis darah. Aku masih bisa mendapatkan laki-laki lain," sahut Flo. Berkali-kali William menelan salivanya. Dia jadi teringat dengan apa yang Cara lakukan. Tak ada pembicaraan lagi. William memilih keluar dari kamar, duduk di balkon. Sedangkan Flo mencari kebahagiaan sendiri. Dia berbaring di sofa, sembari memainkan ponselnya. Rasa kantuk mulai menyerangnya, hingga dia ketiduran. Malam semakin larut, William memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, dan dia melihat Flo yang tertidur di sofa. "Dasar anak keras kepala!" Ucap William dalam hati. Dia membawa Flo ke ranjang, membaringkan secara perlahan. Kemudian menyelimutinya. Ada perasaan berbeda yang William rasakan. Dia tak merasa kesepian lagi di dalam kamar. William menatap wajah Flo lekat, sebelum dia memutuskan ikut berbaring di sebelah Flo. Entah apa yang dia pikirkan. William menyibak rambut Flo, dan menatapnya lekat. Ada dorongan yang membuat dia ingin memberikan kecupan di kening Flo. "Selamat tidur. Semoga mimpi yang indah." Untung saja Flo tertidur nyenyak. Sehingga dia tak menyadari, kalau William memberikan kecupan di keningnya. William akhirnya ikut tertidur juga. Dia merasa nyaman, tidur sembari memeluknya. Cuaca malam ini terasa begitu dingin. Keduanya semakin mengeratkan pelukannya. Di luar sana sedang turun hujan. Milik William pun ikut bereaksi, mengganggu tidur Flo. Dengan mata masih mengantuk, Flo terpaksa membuka matanya. "Ya Tuhan, dalam keadaan tidur saja. Miliknya bereaksi," ucap Flo dalam hati. Perlahan Flo berusaha melepaskan pelukan William. Dia sudah tak tahan ingin buang air kecil. Gerakan Flo, membuat William terbangun. Alih-alih melepaskan, William justru menarik kembali Flo ke dalam pelukannya. "Tuan, lepaskan dulu! Aku sudah tak tahan ingin buang air kecil," rengek Flo. "Ya sudah. Jika sudah selesai. Segeralah kembali! Saya menginginkannya!" Seru William. Flo melirik ke arah jam dinding yang terpasang. Saat itu jam menunjukkan pukul 03.00 pagi. Padahal, dia masih ingin melanjutkan tidurnya. Dia akui, udara di kamar sangat dingin. Ingin sekali dia mematikan AC di kamar. "Semoga saja dia sudah tidur kembali. Sehingga aku terbebas. Aku bisa langsung tidur kembali." Dia sengaja berlama-lama di dalam kamar mandi. Berharap William akhirnya tertidur kembali, karena menunggunya lama. Harapannya musnah. Saat dirinya keluar, William sudah melepaskan pakaiannya. Miliknya pun sudah berdiri tegak. "Ayo, cepat! Tunggu apalagi? Mengapa kamu diam seperti patung?" pekik William. Dia tak habis pikir. Padahal dia lihat mata William masih tampak mengantuk. Tadi pun mereka sudah melakukannya. Dengan perasaan kesal, Flo merangkak ke ranjang. "Kamu harus sadar siapa dirimu! Kamu hanyalah seorang jalang, yang harus melayani orang yang sudah membayarmu." Hatinya terasa teriris-iris. Dia memang perempuan hina. "Sudah, sudah sana! Kamu sudah membuat mood saya menjadi buruk," usir William. Bukan hanya berkata kasar saja. Dia juga mendorong tubuh Flo dengan kasar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN