Bab 49: Perkelahian

1089 Kata
Bab 49 Menyendiri, banyak orang yang ketika sedih hanya bisa menyendiri dan menangis. Terkadang mengumpat akan kebodohan yang pernah dia lakukan. Kini, kondisi rumah Aileen yang sangat sepi. Mendukung gadis itu untuk tetap berada di rumahnya tanpa mau keluar dari kamar. Tidak akan ada yang mengetuk pintu dan memanggil namanya lagi dan lagi. Aileen hanya ingin sendiri, dia tidak ingin diganggu oleh siapapun. Menangis diatas bantal hingga basah dan hidung berair. Rasanya, semua sudah hilang. Padahal Aileen baru sekali merasakan kegagalan. Hanya saja, kegagalan yang sangat membuat hatinya terluka. Andai saja kegagalan itu membuat hatinya tenang dia tidak akan mengurung dirinya di kamar seperti saat ini. Kegagalan semacam gagal mati karena kecelakaan mungkin— gadis itu mengabaikan semua pesan masuk dari Darren. Mengabaikan dering telepon dari para owner barang-barang endorsement miliknya. Dan semuanya, dia mengabaikan semuanya. Di toko, sang ibu tengah kesibukan melayani semua permintaan pelanggan. Dia harus bolak-balik ke dapur untuk mengangkat dan kembali memasukkan adonan kue. Belum lagi para customer yang buru-buru dan ingin segera mendapatkan apa yang dia minta. Dewi harus membungkus dan melakukan semuanya sendirian. Agam benar-benar sukses membuat hati Aileen luluh lantah. Bagaimana jadinya, jika Aileen benar-benar telah menjadi kekasih lelaki itu dan baru mengetahui semuanya. Satu keberuntungan dan kebaikan, bahwa Agam mau mengatakan sebelum semuanya kian dalam. Akan tetapi rasa sakit yang dirasakan Aileen tetaplah sama. Sebelum atau sesudah jadian akan tetap sama, kecewa. "Leen! Aileen, kamu di rumah kan?" teriak seseorang. Yang tidak lain adalah Darren. Laki-laki itu sudah ada di rumah kekasihnya. Tepat pukul sepuluh siang, Darren memutuskan untuk mencari keberadaan gadis itu. Dia cemas dan menyesal telah berbuat semena-mena pada Aileen. Termasuk menuduhnya dengan Agam. Namun, bukankah itu saat ini menjadi kenyataan. Bahwa semua tuduhan Darren menjadi nyata. Suara ketukan pintu, dan teriakan lelaki itu tidak mengundang Aileen untuk datang. Pria itu kembali ke toko dan mengatakan pada Dewi bahwa tidak ada seseorang pun di rumah. "Ada, kok. Aileen memang sedang puasa bicara, nak. Kalian bertengkar?" Akhirnya Dewi pun terpaksa mengatakan masalah anaknya. Dia hanya tidak tega melihat anak gadisnya itu menderita dan sedih sampai mengurung diri. Melupakan makan, dan semua aktivitasnya. Dewi tidak masalah jika tidak mendapatkan bantuan Aileen di toko. Dia hanya cemas karena Aileen belum makan sama sekali sampai siang ini. "Kami— kami hanya salah paham, saja, Bu. Baiklah kalau begitu, Darren akan coba panggil lagi." Pria itu pun kembali merangsek masuk kedalam halaman rumah Aileen. Mencoba lagi dan lagi mengetuk pintu rumah Aileen. Sampai— Agam pun datang. Lelaki itu tidak kalah kacau dari Aileen. Penampilannya acak-acakan sudah layaknya preman. Mata yang berat karena tidak tidur semalaman. Darren menatap sinis pada lelaki itu ketika dia turun dari mobilnya. Darren menghela napasnya. Dia kembali kesal karena harus bertemu dengan lelaki itu lagi. "Mau apa kemari?" sergah Darren dan menghadang tubuh Agam agar tidak menginjakkan kakinya diatas lantai rumah kekasihnya. "Bertemu Aileen," jawab Agam dengan dingin. "Dia tidak ada di rumah." Darren berbohong. Dia hanya tidak mau kekasihnya kembali bertemu dengan lelaki yang kini berdiri dihadapannya. Tinggi menjulang, bak tiang listrik. "Lalu kenapa kamu di sini? Jika memang tidak ada, gue akan menunggu dia sampai kembali," terang Agam. Ia segera menyingkirkan tubuh Darren dan kemudian duduk di kursi sisi kanan rumah Aileen. Darren mengepalkan tangannya. Sungguh dia sangat membenci laki-laki itu. "Ada hubungan apa kamu dengannya?" Ucapan Darren jelas terdengar penuh amarah dan penekanan. "Teman— teman dekat." Agam menjawab dengan tenang. Tanpa mau menatap wajah Darren yang sudah merah padam. "Aku minta kamu untuk jauhi dia! Aku tahu kamu b******k! Kamu hanya memanfaatkan dia bukan?!" Darren mendekat pada Agam dan mencengkeram kerah baju Agam. Dengan gayanya yang paling kuat. Dia tidak takut kalau postur tubuhnya kecil dan tidak akan menang berhadapan dengan Agam. Akan tetapi, dia tidak akan menyerah dan membiarkan Aileen jatuh ditangannya. "Awalnya iya, tapi sekarang tidak. Lalu lu mau apa? Melarangku? Siapa lu?!" Agam tersenyum meremehkan lelaki yang sok jago di depannya. Bugh! Satu pukulan melesat pada wajah Agam. Rasa kebas dan panas seketika menjalar di rahangnya. Lumayan sakit karena serangan itu bersifat tiba-tiba. Darren kembali melayangkan pukulan kedua dan berikutnya. Agam segera melepaskan cengkraman tangan Darren dari kerah kemejanya. Dia membalas pukulan Darren dengan tidak kalah beringas. Memukul wajah dan ulu hati lelaki itu. Teriakan Darren terdengar sangat memilukan. Bahkan wajahnya sudah berdarah hanya dengan dua kali pukulan. Agam pun juga terluka di sudut bibirnya. Mereka terus berkelahi hingga membuat Aileen yang mendengar semua ocehan keduanya geram. Gadis itu keluar dengan cepat dan wajahnya yang sembam juga perasaan marahnya. Membuka pintu dengan cepat sampai bunyinya menghentikan pertengkaran keduanya. "Aileen," seru keduanya. Mereka berhambur mendekati gadis itu. Aileen mengangkat kedua tangannya mencegah mereka. Layaknya, ia tengah di todong senjata. Tangan yang sejajar dengan dadanya. "Berhenti! Pergi kalian dari rumahku! Gila, ya. Kalian merusak properti! Kalian sama saja! Pergi!" hardik Aileen. Dia menggeser dirinya dan duduk di kursi di mana Agam sempat duduk tadi. Dia menangis, dia tidak bisa melihat mereka bertengkar, atau melihat salah satu dari mereka terluka. Dua lelaki yang sama-sama memiliki arti untuk Aileen. Kini dia juga kacau karena keduanya. "Leen, maafkan, aku. Aku datang untuk meminta maaf. Aku meneleponmu. Tapi kamu mengabaikan pesan dan panggilanku. Ke mana kamu?" Darren berjongkok di depan gadis itu. Menyentuh lutut Aileen. Namun gadis itu menepisnya. "Pergilah, aku tidak mau bertemu denganmu. Sampai kamu benar-benar mendinginkan isi kepalamu," lirih Aileen, ditengah isakan tangis itu. Darren mencoba meraih Aileen untuk memeluknya. Menenangkan gadis itu agar tidak lagi menangis. Melihat Aileen sedih dan kacau membuat Darren sakit. Ini karena kesalahannya. Itulah yang ada dalam pikirannya. Aileen terus mencoba menepis tangan Darren. Namun lelaki itu terus memaksa. Hingga Agam lah yang bertindak. Dia menepis tangan Darren dan membuat lelaki itu kembali tersulit emosi. "Apa maksudmu!" Darren kembali seakan menantang Agam. Tidak puas dengan luka yang sudah dia dapat. Aileen merangkus wajahnya, jengah, kesal, dia juga lelah dengan pertengkaran mereka. Sedari tadi dia sudah mendengar kemarahan Darren dan juga Agam. Agam yang banyak bertindak ketimbang berbicara. "Lu nggak buta kan?! Dia tidak mau lu sentuh! Jangan maksa!" geram Agam. Dia bahkan sama sekali tidak takut dengan gertakan Darren. "Bacot!" Darren kembali memukul Agam. Mereka kembali beraksi fisik. Saling pukul dan menyakiti. Teriakan Aileen seakan sama sekali tidak terdengar oleh mereka. Aileen di buat kian kesal dan benci pada sikap keduanya. "Kalian berhenti! Kalian menghancurkan rumahku!" teriak Aileen. Namun, mereka benar-benar menebalkan telinganya. Terus baku hantam dan luka demi luka mereka dapatkan. Darren yang paling terluka parah. Aileen tidak bisa membiarkan salah satu dari mereka mati untuk berhenti. Aileen menahan lengan Agam, tetapi lelaki itu bak kesetanan. Sampai akhirnya Aileen....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN