Setelah selesai dengan semua kerusuhan yang disebabkan oleh Aileen. Semuanya bersiap untuk memulai aktivitas. Aileen membuka tokonya kembali.
Gadis itu mulai menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan untuk membuat kue.
Headset bluetooth siap di telinganya, mendengarkan musik yang bisa membuat dirinya bersemangat. Dia memang menunggu kabar dari lelaki jeleknya. Namun, dia tidak akan berhenti dan menatap ponsel seharian, tanpa mengerjakan apapun.
Aileen masih butuh uang buat membantu keuangan keluarga, sekolah adiknya dan persiapan bocah itu untuk masuk kuliah.
Aileen akan menjadi kakak terbaik, mengantarkan adiknya ke pendidikan yang sangat tinggi agar menjadikan gadis itu memiliki masa depan yang cerah, ketimbang Aileen yang menjadi pengangguran banyak acara.
"Leen, ibu mau arisan. Setelah itu, ibu mau ke toko bapak, ya."
Artinya Dewi tidak bisa menemani anaknya menjaga toko ataupun membuat kue hari ini.
"Siap, Bu. Hati-hati, mau Aileen antar?"
Dewi melarangnya, ia mengatakan bahwa akan pergi menggunakan angkutan umum yang biasa lewat di depan tokonya.
Dewi tidak mau tokonya buka tutup. Karena bisa menipu banyak orang. Kasihan jika sampai ada orang yang datang ternyata toko Aileen tutup.
Sepuluh lemon cake, dan beberapa kue dengan jumlah yang sama siap menarik perhatian siapapun yang masuk ke dalam tokonya. Sembari menunggu customer, Aileen selalu mengunggah foto kuenya.
"Wah, kanebo! Bener-bener ya, aku kan pacarnya eh, nggak di follow. Awas aja, ketemu bener-bener gua jitak tuh kepala," ancam Aileen.
Ting!
Lonceng diatas pintunya berbunyi. Pria yang baru saja dia umpat muncul di depannya. Seperti tanpa dosa dan seperti tidak terjadi apapun.
"Sibuk?" Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut pria itu.
Aileen mendegus. Haruskah dia marah? Tidak! Agam tidak bisa dikasari, dia harus bersabar dan memberikan lelaki itu pengertian lewat cara Aileen yang pastinya konyol.
"Menurutmu aku sibuk tidak?" jawab Aileen, tetapi berbalik tanya.
"Ngambek?" Aileen kembali menghela napasnya, dia jengah dengan Agam. Astaga haruskah seperti ini, batin Aileen.
"Kamu kemana sih? Kamu tahu berapa lama aku menunggu pesanku di balas?! Kamu pingsan semalaman? Atau pagi tadi tidak membuka HP sama sekali?! Jelaskan!" hardik Aileen.
Ting!
Satu lagi orang datang, pembeli yang ingin menikmati kue buatan Aileen. Gadis itu menepuk jidatnya.
Oh— yang benar saja, baru juga mau menghakimi si kanebo kering ini, kan? gumamnya dalam hati.
Aileen gagal mengomel pada kekasihnya mungkin memang kebiasaan Aileen mengomel pada siapapun yang tidak bisa mengerti dirinya.
Agam memberikan isyarat bahwa ada customer yang datang. Gadis itu mendelik dan menyenggol lengan pria itu. Kemudian ia pun menghampiri wanita tua yang melihat etalase berjejer.
"Bisa saya bantu, Nek? Nenek mau kue seperti apa?"
Nenek itu menatap Aileen. Dia tersenyum dan Aileen pun membalasnya. "Kue yang viral kata cucu saya. Dia lihat di ponsel temannya, katanya warna kuning dan ada coklat juga ceri diatasnya. Hari ini, cucu saya ulang tahun," ungkapnya. Tubuhnya bungkuk dan Aileen harus menurunkan pandangannya untuk menatap wanita tua itu.
Hatinya seketika berdesir, membayangkan ketika sang ibu harus serenta ini. Melihat pakaian sang nenek membuat Aileen ingin menangis saat itu juga.
"Oh— lemon cake, nek. Mari sini, nenek duduk dulu, dan aku akan mengambilkan kue sesuai permintaan nenek," tukas Aileen.
Sebelum Aileen pergi, nenek itu menahan tangan Aileen. Agam terus menatapnya. Tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Berapa harganya? Nenek hanya punya uang segini," lirihnya.
Selembar uang dua puluh ribuan, satu pecahan seribu dan dua koin lima ratus rupiah.
Aileen, tersenyum, getir. Sungguh kali ini air matanya ingin terjatuh namun sekuat tenaga dia menahannya. Jika dia menerimanya maka nenek itu mungkin tidak akan mempunyai uang lagi. Namun, jika tidak menerimanya, nenek itu akan mengira bahwa Aileen menganggap nenek itu pengemis.
Aileen terus berpikir keras agar, cucu dari nenek ini tetap bisa menikmati kue yang dia inginkan tanpa Aileen mengambil uangnya.
"Oh, tidak apa-apa, nek. Lihat, nenek tahu orang itu? Dia adalah pengusaha yang sedang naik daun, dan dia memborong semua kue di sini. Dan— hari ini adalah keberuntungan nenek. Sebaiknya uangnya di simpan saja, lalu nenek bisa bawa pulang kuenya untuk cucu nenek, gimana?"
Sang nenek terlihat sangat senang. Namun Agam dia tetap memasang wajah datarnya. Wanita tua itu menatap Agam dengan senyumnya. Wajahnya yang keriput juga jalan dengan membungkuk-bungkuk.
Dia berjalan mendekati Agam dan meraih tangannya. "Terima kasih, nak. Semoga usahanya sukses selalu."
Doa yang terdengar sangat tulus dan penuh ungkapan terima kasih.
Agam belum membalas untuk beberapa saat. Aileen pun mencubit lengannya dengan cukup keras. Agar dia mau menjawab.
"Akh! I— iya, nek. Sama-sama," jawab Agam. Dia mengelus lengannya yang mungkin terluka karena ulah gadis itu.
"Tuh kan, nek. Sekarang tunggu dulu. Kue akan siap dalam dua menit." Aileen berjalan memutar di belakang etalase dan mulai mengemas kue yang diinginkan nenek itu.
Kemudian setelah usai, dia kembali ke depan dan memberikan kuenya pada sang nenek.
"Ini kuenya, nek. Selamat ulang tahun untuk cucu nenek, ya. Semoga panjang umur, sehat selalu dan bisa menjadi cucu yang berbakti pada nenek," seru Aileen.
Dia begitu bersemangat dan antusias. "Terima kasih, nak. Beneran ini untuk nenek, kan?"
Aileen mengangguk. "Tentu saja nek, hati-hati, ya. Atau mau saya antar?" tawar Aileen.
"Tidak usah, nenek bisa kok. Nenek pamit, ya. Sekali lagi terima kasih. Semoga kalian berjodoh, jika anak muda itu belum menikah."
Sang nenek keluar dari toko. Sementara Aileen menatap Agam dengan memainkan alisnya. Mengejek lelaki itu, dan seakan mengaminkan doa sang nenek.
Namun, pria itu justru berbalik dan duduk di depan etalase.
"Ish! Menyebalkan, dasar, benar-benar kenebo lusuh!" gerutu Aileen.
"Kenapa kamu kemari?" ketus Aileen.
"Ketemu kamu," jawab Agam dengan dingin.
"Katakan dengan lembut dan penuh cinta. Bisa tidak, sih?" kesal Aileen.
"Gimana? Itu sudah paling lembut, Aileen," sangkalnya.
"Akh, lupakan! Pasti ada sesuatu kan? Apa?" Aileen melipat tangannya dan menatap kekasihnya dengan jeli. Bahkan senyum selalu mengembang di wajahnya. Sekalipun lelaki itu benar-benar datar dan tidak tersenyum padanya.
"Kita ada projects baru lagi. Kamu mau? Aku janji kali ini yang kamu dapat akan semakin besar dari sebelumnya. Dengan durasi kontrak yang tidak sampai setahun. Aku yakin kamu akan mendapatkan apa yang kamu mau," tutur Agam.
"Serius apa? Kamu tidak sedang berusaha menjualku kan?" kelakar Aileen dengan mata yang menyipit penuh selidik.
"Sembarangan, kamu pacarku kan?" Aileen tersenyum dengan lebar dan memanyunkan bibirnya, seakan mencium lelaki itu dari kejauhan. Mereka terpisah oleh etalase yang menyimpan banyak kue.
Agam justru menutup wajah gadis itu dengan tangannya yang besar, dan mendorongnya ke belakang. Membuat Aileen harus merapikan lagi poninya.
"Jadi apa kerjaanku?"
Agam mulai menjelaskan bahwa pembuatan iklan dengan modal foto sukses membuat para pengusaha yang membutuhkan jasa iklan itu mupeng.
Mereka mulai berlomba mencari keberadaan orang yang membuatnya. Dan Agam sama sekali tidak mau hobinya di ketahui banyak orang, dia akan melakukan pemotretan produksi mereka secara pribadi. Layaknya para influence yang menerima barang dengan gratis dan mereka tinggal menerima banjir orderan.
"Berapa? Maaf ya bukan matre tapi realistis. Kamu kira mudah di kejar-kejar banyak orang?" cetus Aileen.
"Cukup lah untuk membeli motor yang menabrakku dulu," terang Agam.
"Serius? Sekali jepret? Maksudnya satu produk?" Agam mengangguk. Aileen melompat-lompat kegirangan. Mungkin dia bisa melanjutkan kuliahnya, setalah itu.
Motor seharga dua puluh tujuh juta dan Aileen akan mendapatkan bayaran sebanyak itu dengan satu produk yang dia pasarkan. Bahkan dia tidak perlu lelah, hanya memegang dan berpose.
Dia berlarian keluar dari tempatnya dan memeluk Agam. Dia sangat bahagia. Bahkan tidak bisa diungkapkan hanya sekedar dengan ucapan semata.
Agam membalas pelukan gadis itu. Dia juga senang, Agam, kembali menarik satu sudut bibirnya.
Aileen mendongak dan menatap pria itu tanpa melepaskan pelukannya. Dia menarik dua sudut bibir lelaki itu agar melengkung dengan sempurna.
"Begini seharusnya senyum. Terima kasih," terang Aileen.
Agam tiba-tiba mencium kening Aileen tanpa persetujuan dari gadis itu. Mungkin, sebagai ucapan terima kasih kembali.
"Maaf melibatkanmu. Selain murni ini karena kerja keras kita. Tapi kamu pasti tahu akibat dari semua ini. Dia mendirikan perusahaan di bidang itu kan? Stasiun televisi yang menyajikan iklan, dan semua pemberitaan. Jika kita bisa menggeser posisinya maka—"
Aileen melepaskan pelukannya. Artinya—