Bab 60: Selamat

1053 Kata
Sepertinya mendengar dan ada diantara Agam dan Aileen mambuat Dewi canggung. Meskipun dia ingin bersama anaknya, tetapi terlihat dengan jelas di matanya bahwa Agam menjaganya dengan baik. Bahkan ketik Aileen meminta untuk makan bubur sumsum, pria itu segera mencarinya. "Ibu sebaiknya pulang, istirahat. Aileen baik, kok. Kalau ibu di sini, ibu nanti bisa sakit," lirih Aileen. "Lalu kamu bagaimana, nak? Mana mungkin ibu bisa tenang ninggalin kamu sendiri," ungkap Dewi. "Siapa bilang, Aileen sendiri. Ada dia kan? Orang gila yang berdiri di depan rumah kita," bisik Aileen. Agam menarik satu sudut bibirnya. Dia mendengar apa yang dikatakan oleh gadis itu. "Yakin nggak pa-pa ibu tinggal?" Aileen mengangguk. "Tante tenang saja, aku bisa jagain dia, aku janji dia akan tetap utuh," timpal Agam. Tidak ada hal yang perlu diragukan lagi, toh Aileen terlihat sangat bahagia dekat dengan lelaki itu. Ia pun memilih untuk kembali, menggunakan taksi online yang dipesan Agam. Pria itu juga mengantarkan sang ibu sampai memasuki mobil. Kemudian dia kembali ke kamar Aileen. Akhirnya, Agam bisa duduk. Kakinya sudah kaku dan tubuhnya juga sudah lelah. Namun, dia sama sekali tidak mengeluhkan tentang dirinya. "Ada yang sakit?" Aileen bergeleng, karena memang tidak ada yang dia rasakan. Lukanya memang sakit, tetapi Agam seperti menjadi obat untuknya. "Maaf, aku membiarkanmu sendirian," sesal Agam. Dia memegang tangan Aileen yang masih terpasang infus dengan hati-hati. Dia mengelusnya dan ingin menciumnya tetapi takut menyakiti gadis itu. "Lupakan. Aku senang ternyata kamu mengikutiku. Agam, maafkan aku karena membuatmu marah," lirih Aileen. Dia juga menyesal karena memulai semuanya. "Lupakan saja. Jangan di ungkit lagi. Yang penting sekarang kamu sembuh dan stop ikut campur tentang masalah pribadiku. Jika itu bukan tentangmu, karenamu atau apapun itu." Agam menatap Aileen dengan jeli. Dia bangkit dan mencium kening Aileen. Gadis itu terpejam, merasakan hangat dan nyamannya ketika bibir Agam menyentuh permukaan kulit jidatnya. "Istirahatlah, aku akan menjagamu," perintah Agam. "Kamu kotor, darah di bajumu. Kamu tidak mau bebersih?" Agam bergeleng. "Sebelum kamu tidur aku tidak pergi ke mana pun," jawabnya. Aileen pun memejamkan matanya dengan cepat. sekalipun dia sama sekali tidak mengantuk Agam tersenyum tipis, dan bergeleng. Sungguhkah dia tersenyum, Aileen andai kamu melihatnya. Tidak berapa lama, Agam pun bangkit dari kursinya dia melepaskan pakaiannya dan menuju kamar mandi. Membasuh seluruh tubuhnya yang bau anyir dan juga darah kering di pipi, baju dan celananya pria itu memesan jasa ojek online untuk mengambil pakaiannya. Setelah usai mandi, Agam keluar dengan balutan handuk sepinggang. Tanpa pakaian ataupun kaos. Karena bajunya sudah kotor jika dia kenakan lagi maka buat apa dia mandi? Semuanya akan sia-sia. Bodohnya kenapa dia tidak memesan terlebih dulu baru mandi? Strategi untuk menggoda Aileen kah? Agam kembali duduk dan memantau ponselnya. Banyak pesan masuk di sana. Karena dia baru saja mematikannya. Mereka terus bertanya tentang kerja sama yang sudah disetujui. Sementara Agam, tidak bisa melakukannya karena Aileen sakit saat ini, dia tidak akan membuat Aileen semakin sakit. Biarlah mereka marah sesukanya. Toh, dia tidak pernah mengajak mereka. Namun, merekalah yang datang pada dirinya. Agam yakin jika memang rejeki mereka akan sabar dan mengerti kondisinya saat ini. "Hei, belum tidur? Menipuku?" Ternyata Aileen sudah membuka matanya ketika mendengar suara pintu yang terbuka. Dia terkejut dan kagum dengan apa yang dia lihat. Gadis itu ingin menyentuh d**a kekasihnya. Namun, banyak sekali bekas luka disana. Itu hanya sebagian kecil dari luka yang dilihat Aileen. Jika gadis itu tahu, di punggung Agam bahkan jauh lebih banyak dari yang ada didepan. Satu lagi di kedua pelipisnya. Agam memiliki banyak kenangan buruk dengan semua bekas itu. Sampai-sampai dia tidak pernah mau mengingatnya. Aileen mengangkat tangannya dan benar-benar menyentuh d**a pria itu. Tepat di mana luka Agam terlihat parah, karena bekas yang memanjang dan seperti keloid. "Dia yang melakukannya?" gumam Aileen. Menatap luka itu dan mengelusnya dengan ibu jari. Agam, menahan tangan Aileen, tidak ingin gadis itu menyentuhnya. Mata Aileen menelisik netra milik kekasihnya. Agam bergeleng, saat itu pintu kamar Aileen terketuk. "Tunggu," ucap Agam. Dia bangkit dan berjalan menuju pintu. Ojek online itu sudah tiba. Agam mengambil paper bag yang diulurkan padanya, kemudian ia kembali masuk setelah mengucapkan kata terima kasih. Agam langsung menuju kamar mandi dan mengenakan semua pakaiannya. Kemudian kembali keluar dan duduk di tempatnya. Memberikan satu lagi kecupan di kening Aileen. "Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya. "Apakah sakit? Bagaimana kamu mengobatinya? Tanpa ibu?" Sesaat Agam menarik napas dan menghela napasnya dengan kasar. Kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi. "Sakit banget. Nangis, tapi mulutku tersumpal oleh kaosku. Aku mengobatinya sendiri. Aku tidak tahu dari mana aku mengerti cara mengobatinya. Kemudian, Bu Murti membawaku ke dokter untuk menjahitnya," ungkap Agam. "Bu Murti tidak mengatakan pada Tante Alma?" Agam bergeleng. "Aku melarangnya. Bahkan mendapati dia mau mengatakannya ketika pelipisku juga robek. Tapi aku langsung mencegahnya dengan menemuinya. Setiap hari aku selalu mengenakan pakaian yang aneh. Serba panjang dengan topi, atau apapun yang menutupi kepalaku. Mama selalu bertanya, tapi aku selalu mengelaknya," imbuhnya. "Kenapa kamu menceritakan padaku?" Aileen menatap wajah Agam lagi. "Karena aku percaya padamu, dan aku sudah berjanji waktu itu. Terlebih, aku yakin bahwa kamu bisa menjaga rahasiaku," jelas Agam. "Ok, sudah. Sekarang waktumu untuk tidur, jangan banyak bertanya lagi," tambah Agam. Aileen menyeka sudut matanya dan menggenggam tangan Agam. Dia tidak ingin pria itu meninggalkannya. Meskipun dia tahu Agam tidak akan melakukannya. Dia juga tahu kalau lelaki itu akan tetap menjaganya sampai dia keluar dari ruangan itu. Keduanya tertidur setelah beberapa menit yang hening. Agam tetap berada di kursi dan tangan yang menyatu dengan tangan Aileen. Dia menggunakan tangannya sebagai bantal. * Pagi ini, suster yang bertugas untuk membersihkan kamar itu datang. Mereka membangunkan Agam, juga Aileen. Bukan bermaksud membangunkan akan tetapi ketukan pintu dan juga kedatangan mereka membuat keduanya terbangun. "Maaf mengganggu, Tuan, Nona. Kami akan membersihkan kamarnya," ucapnya. Aileen mengangguk, sementara Agam bahkan tidak menoleh pada wanita itu. Dia membersihkan meja di samping Agam, dan juga membersihkan kamar mandi. Mengganti handuk dan juga mengganti kantong dalam tempat sampah itu dengan keresek bersih. Setelah itu mereka keluar dan melajutkan perjalanan ke kamar lain. Agam melirik jam di ponselnya. Jam setengah tujuh. "Kamu mau ke kantor?" Agam bergeleng. "Sabtu, Aileen. Aku ingin tetap di sini dan menemanimu," tutur Agam. "Ibu pasti datang. Barangkali kamu mau pulang untuk, Tante Alma," terang Aileen. "Dia tahu aku di sini. Jangan cerewet. Diam dan katakan apa yang ingin kamu makan hari ini?" Namun saat itu, pintu kembali terketuk dan terbuka, di sana....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN