9

2263 Kata
“Malaikat sama seperti vampir, perempuan. Kami tidak pernah benar-benar membutuhkan tidur. Dan aku memang terjaga sejak kau meninggalkan ranjang ini. Kalau kau berubah pikiran, aku masih bersedia menerimamu disini dan melanjutkan apa yang pernah terjadi.” Ujarnya sambil menepuk sisi bagian dalam sayapnya yang sempat kutiduri itu. “Jangan harap!” “Lalu untuk apa kau datang kemari?” “Aku hanya ingin mengambil barang-barangku saat... Saat...” “Saat kau menyadari kalau aku begitu indah?” “Kepercayaan dirimu terlalu tinggi, My Lord.” “Memang itu yang kau pikirkan, bukan? Kalau aku begitu indah?” “Jangan menyombongkan diri.” Geramku sambil berjalan ke arah lemari dan mulai mengemasi barang-barangku saat aku merasakan hembusan lembut angin di punggungku. “Aku tidak pernah menyombongkan diri. Aku hanya mengungkapkan fakta.” Seharusnya aku tahu kalau tidak mungkin ada angin dibalik punggungku. Belum sempat aku berbalik untuk melihat apa yang terjadi, sepasang tangan menyentuh pinggangku dan sebuah kecupan lembut mendarat di bahuku. Panasnya kecupan itu menembus gaun tidur yang kukenakan hingga kembali membuatku merasakan sensasi aneh di perutku. Namun, kehangatan itu menghilang secepat munculnya. “Aku akan kembali tidur. Kau bisa mengambil apapun barang-barangmu. Jangan meninggalkannya satupun di kamarku. Dan kalau kau bertemu dengan Wren atau Lily, katakan saja pada mereka aku masih tidur.” Ujar suara serak itu begitu tenang. Sialan dia! Kalau dia berharap bisa melakukannya lagi padaku, maka neraka akan membeku! “Wah wah wah... Kalau orang yang ditemui Wren selama ini memiliki kosa kata yang sama denganmu, wajar saja temanku itu jadi sangat ahli mengumpat.” Ucapnya sinis lalu meninggalkanku dalam keheningan. Bahkan aku tidak bisa mendengar suara tarikan nafasnya saat tidur. Secepat yang bisa kulakukan, aku mengemas semua pakaianku. Bukan berarti pakaian yang kubawa itu banyak, hanya saja pakaian itu berserakan di dalam lemari super besar itu. Dan begitu selesai mengemas semuanya, termasuk sikat gigi dan peralatan mandi yang ada di kamar mandi, aku nyaris melesat keluar dari kamar biru. Bukan karena takut pada Navaro, tapi aku takut pada kendali diriku sendiri untuk tidak menyentuh Navaro. Makhluk paling indah yang pernah kulihat.   Aku sama sekali tidak melihat Navaro setelah itu. Dia tidak muncul saat sarapan dan makan siang. Dalam hati aku bersyukur karena tidak harus bertemu dengannya lagi. Bayangan akan sentuhan dan belaiannya masih terekam jelas dalam ingatan dan kulitku. 27 tahun aku hidup selibat, dan ini pertama kalinya seorang pria menyentuhku dengan sangat intim dan aku bahkan menyukainya saat aku berusaha untuk membenci malaikat itu! Malaikat itu baru muncul saat jam sudah menunjukkan pukul 3 sore, dan dia dengan santainya berjalan masuk ke ruang duduk saat aku dan Lily sedang mengobrol. “Aku akan ke Dragoste Hall, bilang pada Wren kalau kami tidak jadi menyita tower-nya.” Ujar Navaro datar. Lily menatap Navaro bingung. “Kau berencana pindah kesana?” “Tidak lagi. Cadre-ku menyukai Dragoste Hall.” Sahut Navaro. “Aku mengerti.” Gumam Lily. “Ah, aku ada sedikit permintaan.” Ucap Lily kemudian sambil tersenyum penuh misteri. Kena kau! Kalau Lily sudah bersikap seperti ini, dia akan berjuang sampai akhir untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. “Sudahkah kau membicarakannya dengan Wren? Aku tidak ingin diburunya saat melatihmu.” Ujar Navaro sesaat kemudian bahkan sebelum Lily mengucapkan apapun yang dia inginkan. “Kau minta apa?” “Melatihku bertarung.” “Apa?!” Ucapku nyaris berteriak saat mendengar permintaan Lily pada Navaro. Lily mengibaskan tangannya seolah protesku hanyalah angin lalu baginya. “Jangan bersikap seperti itu, Eliza.” Tegur Lily. “Aku tidak bisa hanya duduk diam di rumah terus menerus. Aku sudah bosan. Dan aku juga sudah membicarakan masalah ini dengan Wren, dia setuju asal aku selalu bersamamu saat latihan, My Lord.” Ujarnya yang kali ini ditujukan pada Navaro. “Baiklah, kau bisa datang kapan saja ke Dragoste Hall.” Sahut Navaro ringan sebelum keluar dari ruang duduk. “Kau belajar dari malaikat angkuh itu?” Tanyaku tidak percaya. Siapapun yang melihat Navaro langsung tidak akan pernah percaya kalau malaikat sombong itu bisa menjadi seorang guru dalam hal apapun. “Kau selalu memandang rendah dirinya.” Tegur Lily. Aku menggeleng cepat. “Jangan salah. Aku tidak pernah memandang Rendah dia. Aku tahu kalau dia malaikat dan dia pastinya sangat kuat. Hanya saja aku tidak percaya dengan harga dirinya yang setinggi langit dan sifat angkuhnya itu, dia bisa mengajari seseorang.” Tukasku, “Dia pasti guru yang buruk.” “Itu kesan pertamaku pada Navaro sebelum aku mengenalnya. Kalau kau tahu, dulu dia pernah berniat menjauhkanku dari Wren bahkan sebelum aku mengenal Wren_selain namanya. Dua kali dia menemuiku hanya untuk memerintahku menjauh dari Wren. Memerintahku saat aku bahkan tidak tahu siapa dia. Oh, dulu dia sangat sombong, tidak bisa didekati, siapapun vampir yang menyentuhnya akan berakhir terkapar sejauh setengah kilometer.” Bagiku, Navaro yang dulu ataupun sekarang tidak ada bedanya. Dia tetap malaikat sombong dengan kepercayaan diri setinggi langit. Jika dia bisa seangkuh ini, itu artinya dia tidak pernah terluka atau merasa kehilangan sesuatu.   *Navaro POV* Tidak ada yang lebih mengejutkan daripada mendapati seorang malaikat duduk manis di sofa kamarmu. Itulah yang kualami saat memasuki kamarku di Dragoste Hall setelah melatih Lily beberapa cara bertarung ala malaikat. Aku mendapati Katia duduk di sofa kamarku sambil memperhatikan isi dalam kamarku. “Aku tidak menyadari kehadiranmu.” Gumamku jelas tidak senang dengan kelemahanku ini. Katia tersenyum manis, membuatnya terlihat seperti remAdama berusia belasan tahun. “Rumah ini pernuh dengan auramu.” Sahutnya lembut. “Aku merindukanmu, El Rey. Bagaimana mungkin kau tidak memberi kabar apapun ke Regnum Angelorum?” Tanya Katia sambil menghampiriku lalu memelukku erat. “Aku tidak tahu apa untungnya bagiku memberi kabar kesana. Yang akan terjadi kalau aku melakukan itu adalah para malaikat lain mungkin akan mencoba menyingkirkanku dari tempat ini.” Jawabku tanpa membalas pelukan Katia. Katia menjauhiku seolah dia tersengat listrik ribuan volt. “Aku ingat. Ada kabar kalau Inggris sekarang berada di bawah kekuasaanmu, benarkah? Benarkah Seraphim akhirnya memberikan Inggris pada seseorang dan itu kau?” Tanya Katia cepat. “Kau benar. Inggris milikku saat ini.” Sekali lagi Katia menghambur ke pelukanku, mengecup wajahku dimana saja yang dia inginkan. “Kau hebat! Oh demi apapun, aku tahu cepat atau lambat kau akan merasakan keinginan untuk memimpin manusia itu.” “Cukup,  Katia.” Bisikku sambil menjauhkan Katia, “Aku mengambil keputusan ini bukan karena ingin menunjukkan ego-ku pada manusia. Aku hanya ingin punya alasan untuk tinggal lebih lama di tempat ini.” “Ngomong-ngomong, kenapa aku mencium bau manusia di tubuhmu?” Tanya Katia berusaha mengacuhkan ucapanku. “Kau tidak bercinta dengan manusia, bukan?” “Itu bukan urusanmu.” “Kau tahu kalau aku selalu ada untukmu dan manusia tidak akan pernah cocok untukmu.” “Benarkah?” Tanyaku akhirnya memutuskan untuk menghabiskan hari ini bersama Katia. Setidaknya dia benar-benar memilihku dan bersedia mencariku sampai ke Dragoste Hall. Katia melupakan penolakanku tadi dan kembali memelukku, mengecup bibirku cepat. “Tentu saja.” Bisiknya serak dan kembali menciumku. *** Aku tidak pernah salah memilih. Mengklaim Inggris sama sekali tidak membuatku bekerja lebih keras. Tidak ada masalah selama aku kembali ke Inggris. Semua berjalan seperti biasa. Klan Libra lebih dari mampu untuk menjaga Inggris dari makhluk abadi lainnya. Aku bahkan bisa bersenang-senang bersama Katia selama beberapa hari ini. Sesekali anggota Cadre-ku datang berkunjung, seperti hari ini, Leela memaksaku untuk menemaninya berkeliling London dalam wujud manusia. Kami bertiga, termasuk Katia, akhirnya berkendara dengan mobil baruku keluaran Audi menuju pusat kota. Aku memarkirkan mobil di salah satu pelataran parkir umum di dekat toko mungil milik Lily dan membawa kedua malaikat itu masuk ke dalam toko. “Navaro!” Seru Lily terkejut begitu aku melangkahkan kaki memasuki toko. “Apa yang kau lakukan disini?” Aku bisa merasakan tangan Katia menegang mendengar Lily memanggil namaku begitu saja. Katia mungkin adalah salah satu calon malaikat tertinggi, tapi sama sepertiku dulu, tidak akan ada yang tahu kalau Lily Sanguine Mixta hanya dengan melihatnya saja. Dan Katia tidak tahu siapa Lily. Dia temanku, Katia. Tetap saja, El Rey. Kau tidak bisa membiarkan manusia memanggil namamu seperti itu. Oh, tentu saja Lily bisa. Dia atau siapapun yang kujadikan teman boleh memanggil namaku sesuka hati mereka. Kalau kau memanjakan mereka seperti ini, El Rey, suatu saat mereka akan meRendahkanmu. Tidak kalau mereka juga menganggapku teman. Katia berjengit kesal menatapku sebelum memutuskan untuk mengakhiri perdebatan pikiran kami. “Kau sendiri, apa yang kau lakukan disini, Milady?” Tanyaku sambil berjalan masuk lebih jauh. “Kabur dari pengawasan Wren tentu saja.” Sahut Lily cepat. “Yang benar saja!?” “Bodoh sekali kau mau percaya.” Gerutu Lily lalu tersenyum. “Aku dan Eliza sedang jalan-jalan, dan kami mampir sebentar. Kebetulan Sara sedang keluar, jadi aku yang menjaga toko.” “Sendiri? Tanpa penjaga?” “Kenapa kau lebih penakut daripada Wren? Tentu saja ada Gavriel, hanya saja Gavriel sed...” “Aku tidak menemukan yang kau inginkan, Lily.” Ujar sebuah suara dari arah pintu masuk. Eliza berhenti mendadak di pintu masuk begitu menyadari kehadiranku, Gavriel yang selama ini mengawal Lily berhenti tidak jauh dari mereka. Vampir itu sudah mengalami banyak kemAdamuan, setidaknya dia bisa bertahan di bawah matahari Layaknya sang Master. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku. Aku baru menyadari kalau Eliza_nyaris selalu_terlihat buruk. Pakaiannya terlalu konservatif, blus dalam dan rok panjang. Rambutnya berminyak, dan wajahnya... Aku tidak pernah melihat wajah seorang wanita yang lebih kusam daripada wajahnya. Kenapa dia harus menutupi kecantikannya? Jelas dia punya kecantikan yang mungkin bisa menjadikannya seorang putri seperti yang kulihat pagi itu. “Seperti yang kubilang, Navaro. Selalu ada Gavriel. Hanya saja dia sedang menemani Eliza membeli makan siang untuk kami.” Ujar Lily kembali menyelesaikan kalimatnya. “Tidak masalah, Eliza. Kau tahu kalau aku tidak terlalu pemilih.” Aku menyadari kalau Eliza menatapku sinis. Wajar saja, dengan Katia menggandeng lenganku, dan Leela yang berdiri tidak jauh dariku hanya untuk menyaksikan semua ini, aku pasti terlihat seperti seorang playboy. Gadis itu melewatiku bahkan tanpa menyapaku. “Kau ingin makan sekarang?” Tanya Eliza cepat sambil menyodorkan sebuah kotak makanan dengan tutup bening pada Lily. “Angel.” Sapa Gavriel datar seperti biasanya dan aku hanya mengangguk singkat. Seluruh klan Libra yang berani menyapaku selalu memanggilku dengan sebutan ‘Angel’. Hanya Wren, Alby, Aleandro dan Zac yang memanggil namaku. “Apa itu yang namanya sushi?” Tanya Leela antusias dan entah sejak kapan sudah berdiri di sebelah Eliza. Lily tersenyum. “Kau benar.” Sahutnya. “Aku pernah melihatmu saat pertama kali datang ke Acasa Manor. Hanya saja aku tidak mengenal kalian. Siapa namamu?” Leela terdiam. Sebagai manusia_setengah manusia maksudku_Lily terlalu berani untuk bertanya pada malaikat. Tapi Leela sepertinya menerima uluran pertemanan itu karena sedetik kemudian anggota Cadre 7 ku itu tersenyum. “Kau bisa memanggilku Leela.” Ujarnya. “Lebih ramah dari malaikat lainnya.” Gumam Eliza pelan. Aku bersumpah, sekali lagi dia mencelaku, dia akan berakhir dijalanan bersimbah Darah karena Katia jelas tidak senang saat ini. Dan bisa dipastikan kalo Lily tidak akan diam saja jika Eliza terancam yang kemudian akan membawaku dalam keributan. “Aku ingin pergi, El Rey.” Bisik Katia terlalu dekat dengan wajahku. Leela yang entah mendengarnya atau tidak langsung memberengut kesal. “Tidak bisakah kita disini lebih lama?” Tanya malaikatku pelan. “Sepertinya kita hanya akan mengganggu mereka. Jadi ayo pergi, Leela.” “Milord...” Panggil Leela sedikit memelas. “Kenapa tidak kau biarkan saja Leela disini bersama kami, Navaro? Dia jenismu dan dia pasti bisa bertahan dari serangan kami. Kau bisa pergi dengan kekasihmu.”ujar Eliza_untuk pertama kalinya sejak dia masuk_yang ditujukannya padaku. Saat itulah seorang gadis masuk ke dalam toko, dan langsung mengambil sebotol softdrink dan meminumnya di sudut. Gadis itu menatap kami bingung. “Tempat ini buka, bukan?” Tanya gadis itu cepat. Lily yang lebih dulu menyadarinya dan langsung menjawab pertanyaan gadis itu. “Datang lagi, Amelia?” Tanya Lily ramah seakan dia sudah mengenal gadis itu cukup lama. “Pekerjaan yang melelahkan, Lily. Sudah lama aku tidak melihatmu, dimana Sara?” Tanya gadis bernama Amelia itu. “Pergi.” Amelia mengangguk paham. “Aku rasa kau sibuk. Kita bisa mengobrol nanti.” “Tidak. Mereka bukan pembeli, mereka teman-temanku.” Jawab Lily cepat. Gadis itu menatapku dengan tatapan menyelidik. Raut wajahnya berubah setelah dia juga mengamati Katia dan Leela. “Wow! Aku tidak menyangka kalau kau punya teman-teman elit seperti malaikat, Lily.” Seru Amelia sambil mengedipkan matanya pada Lily. Dia hanya perlu menatapku, mengamatiku sejenak dan dia tahu aku malaikat! Ingatkan aku untuk bertanya pada Lily siapa wanita misterius ini. “Teman Wren, lebih tepatnya, Amelia. Apa Wren tidak memberimu sedikit kelonggaran setelah prestasimu yang terakhir?” Tanya Lily cepat. Wanita itu mengangguk pelan. “Suamimu memberikanku banyak bonus dan liburan, tapi aku tidak punya pekerjaan lain, Lily.” “Kau yakin akan tinggal, Leela?” Tanyaku berusaha mengabaikan Amelia. Leela mengangguk antusias. “Atas izinmu, Milord.” “Jangan membuat keributan, Leela. Kau bisa menanyakan apapun pada Lily, jadi jangan bertindak ceroboh.” Tegasku cepat. “Aku ragu ada malaikat yang bisa berbuat ceroboh.” Gumam Eliza_sekali lagi untuk membuatku frustasi. “Kau, Milady, tidak tahu apa-apa untuk mengeluarkan pendapatmu.” Geramku benar-benar kesal. “Kita pergi, Katia.” Sambungku sambil setengah menyeret Katia keluar dari toko Lily. Kalau saja Eliza bukan seseorang yang berharga bagi Lily, aku pasti sudah memberikannya pelAdamaran bagaimana seharusnya bersikap di hadapan makhluk yang bisa merenggut kehidupannya kapanpun aku inginkan. Tapi dia jelas orang yang berharga bagi Lily, dan kalau aku melakukan itu Lily pasti tidak senang dan akan berujung kekesalan Wren. Hal terakhir ini yang kuhindari. Aku tidak ingin kehilangan lagi satu-satunya sahabat yang kumiliki.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN