Part 7 : Gua Rouge

1781 Kata
 Keringat bercucuran walau cuaca sedang gerimis. Setelah mendaki cukup lama akhirnya Luke berhasil sampai di puncak. Ia segera mencari batu yang dimaksud. Cukup lama ia mencari sampai ia menemukan sebongkah batu besar yang berisi tulisan. “Turunlah, di sini tidak ada yang kau cari.” Luke mengusap dagunya mencari tahu arti dari tulisan itu. Terlebih tulisan tagan itu sangat jelek dan susah dibaca. “Siapa yang mempunyai tulisan jelek itu?” gumam Luke. Hujan semakin deras mengguyur, Luke mencari sesuatu yang langka sebagai bukti bahwa ia sudah mendaki sampai ke puncak. Luke akan bertanya arti kata-kata itu pada Master. Sebuah bunga berwarna putih yang tumbuh di sela-sela kayu berlumut menarik perhatiannya. Luke tidak tahu bunga apa itu yang jelas ia belum pernah melihatnya di desa. Luke mencabut bunga itu hingga keakar. Bau wangi yang tak biasa tercium sangat tajam. Bunga aneh, tapi Luke menyukai rupanya. Bergegas ia turun dari gunung yang jalan sedikit licin. Sesekali ia terpeleset saat menginjakkan kaki pada batu yang berlumut. Pakaian Luke basah dan kotor. Matahari sudah menghilang sejak ia sampai di puncak. Sialnya, ia tidak sengaja menginjak ranting pohon yang besar yang membuatnya terjatuh hingga terguling beberapa  meter. Luke segera duduk. Tubuh dan wajahnya penuh tanah dan daun kering yang menempel. Hujan gerimis tidak membantunya membersihkan tubuh dari lumpur. Luke segera berdiri, tetapi  kakinya terasa sakit. Sambil menahan rasa sakit di kakinya ia kemudian berjalan mencari tempat berteduh di sekitar gunung. Sebuah gua berada tidak jauh  dari tempatnya. Gua yang rasanya tidak terlalu dalam, Luke bersandar pada dinding gua sembari memijit kakinya.                 Kenapa di saat seperti ini dia malah terluka? Luke merutuki dirinya yang  ceroboh. Hujan mengguyur lebih deras. Bunga yang luke bawa dikotori oleh lumpur. Bunga indah yang ternodai. Sama seperti dirinya sekarang ini kotor.                 “Sepertinya aku akan menginap di sini,” gumamnya saat melihat hujan semakin deras disertai angin kencang.                 Mata Luke mulai terpejam, rasa lelah membuatnya mengantuk. Tidak susah baginya tidur di tempat gelap dan dingin. Luke sudah terbiasa tidur tanpa alas. Suara langkah kaki mengusik ketenangan Luke. Ia segera meletakkan tangan di tanah untuk mengetahui berapa orang yang mendekati gua persembunyiannya.                 “Dua orang,” gumam Luke waspada. Langkah kaki itu semakin dekat,Luke berusaha untuk bersembunyi dari orang asing tersebut. Dengan keadaannya sekarang tidak memungkinkan Luke untuk bertarung. Ia bisa saja kalah dan berakhir seperti anak kecil yang ia selamatkan kemarin.                 Membayangkan saja membuat Luke ngeri. Bayangan dua orang itu terlihat nyata ketika petir menyambar. Luke menempelkan tubuhnya pada dinding gua yang gelap. Napasnya terengah menahan rasa sakit di kaki. Luke berharap orang itu bukan musuh.                 “Sial, apa yang harus aku lakukan?” Luke bergumam. Matanya menatap awas pada bibir gua. Dua orang berjubah itu berhasil masuk. Luke menelan ludahnya ketika mereka berdua membuka penutup kepala.                 “Arrghh!” Luke berteriak ketika kakinya berdenyut hebat. Dua orang tersebut kembali menggunakan jubahnya membuat Luke tidak bisa melihat wajah mereka.                 “Siapa kau?”                 Luke mendongkak lalu tersenyum tipis walau gadis itu tidak melihatnya. Ya, Luke yakin suara lembut dan tegas itu milik seorang gadis. Luke berusaha berdiri memegangi dinding gua.                 “Namaku Luke, siapa nama kalian?”                 Kedua wanita itu saling  bertatapan. Luke rasa mereka sedang ketakutan melihat penampilannya yang mengenaskan. Kedua wanita itu tidak menjawab. Mereka mencoba menjaga jarak dari Luke. Petir kembali menyambar membuat kedua gadis itu memekik. Luke tidak bisa melihat mereka menjerit ketakutan.                 “Kemarilah biar aku saja yang di sana. Kalian tidak perlu takut, aku orang baik,” ucap Luke. Selangkah demi selangkah Luke mendekati mereka. Kedua gadis itu nampak waspada ketika Luke mulai berjalan. Seharusnya Luke berpenampilan keren seperti kesatria saat bertemu wanita, tapi nayatanya lumpur yang menempel di tubuhnya membuat Luke terlihat seperti gembel.                 Kedua wanita itu masuk ke dalam gua sementara Luke berjaga dekat bibir gua. Ia seorang pria sudah  kewajibannya untuk melindungi wanita. Jubah kedua wanita itu membuat Luke sulit melihat wajah mereka.  Bahkan sejak tadi mereka tidak bicara.                 “Apa yang dilakukan wanita di gunung?” tanya Luke berusaha untuk mencairkan suasana. Namun, tidak ada sahutan dari keduanya. Luke merasa dikucilkan, padahal dialah orang pertama  yang berada di gua tersebut. Angin kencang berhembus meniup air hujan hingga tubuh Luke basah. Ia menggeser tubuhnya sedikit ke dalam.                 “Hei, kalian baik-baik saja?” Luke masih belum menyerah bicara pada kedua wanita itu. Tiba-tiba Luke merasakan ada beberapa orang sedang mengintai dirinya. Untuk memastikan apa yang ia rasakan, diletakkannya satu tangan di atas tanah tempat ia duduk. Luke memejamkan mata sejenak untuk mendeteksi adanya orang lain di sekitar mereka. Mata Luke terbuka. Ia baru meyadari bahwa tempat ini ada pemiliknya. Serigala liar yang kelaparan. Mereka para rouge yang siap menerkam mangsanya.                 Kedua gadis berjalan ke dalam gua. Kedua sosok itu menghilang digantikan tiga serigala yang menatap Luke lapar.  Air liur menetes dari sela-sela taring tajam. Hujan masih deras, bahkan angin semakin kencang. Luke terjebak dalam sarang serigala liar.                 “Tunggu. Aku tidak ingin membuat kegaduhan. Aku hanya berteduh.” Luke coba memberitahu ketiga serigala itu. Tidak ada untungnya mereka membunuh Luke, dia bukan siapa-siapa. Ketiga serigala itu semakin mendekat membuat Luke waspada. Luke berdiri dengan tertatih. Di saat seperti ini kakinya cidera. Luke tidak bisa melawan mereka bertiga sendirian.                  “Apa yang kalian inginkan? Kalian ingin diriku? Lihatlah, aku tidak ubahnya kotoran yang dilupakan. Kalian hanya membuang waktu untuk melawan aku.” Luke berusaha membuat lawan berpikir, tapi sayang mereka tidak sedang ujian. Ketiga serigala itu mengurung Luke. Ia menyesali keputusannya tetap diam di tempat sejak tadi. Harusnya Luke melarikan diri dari tempat itu segera setelah melihat tiga serigala liar  itu keluar dari sarangnya.                 “Aku tidak mau mencari keributan,” kata Luke. Namun, tidak berpengaruh sama sekali. Ketiga serigala tersebut memperlihatkan giginya, kali ini terlihat sampai gusi. Luke tidak punya pilihan selain melawan mereka.                 “Hei, ini tidak adil. Tiga lawan satu aku rasa itu konyol.” Luke tersenyum seperti orang bodoh. Di saat seperti ini ia masih bisa memamerkan gigi ratanya pada lawan. Mata tajam mereka semakin menyeramkan. Petir menyambar, hari semakin gelap. Luke harus segera pergi, ia tidak ingin bertarung dengan serigala liar.                 “Baiklah, kalau itu keputusan kalian aku terima, tapi aku butuh pemanasan.” Luke menggerakkan tangannya untuk perenggangan. Namun, salah satu serigala itu melompat menerjang tubuhnya. Beruntung Luke segera  menghindar dengan cepat.  Napas Luke terengah, rasa sakit di kakinya membuat Luke hampir terjungkal. Satu tangan Luke  menahan tubuhnya pada dinding gua.                 Apa yang harus aku lakukan? Mereka terlalu banyak.                 Luke menelan ludahnya susah payah. Ia harus meladeni ketiga serigala ini. Atau mungkin serigala lain yang ada di gua ini.  Bisa-bisanya ia masuk ke dalam rumah musuh sendirian. Cakar-cakar mulai tumbuh di tangan Luke. Ia sudah bersiap menerima serangan selanjutnya.                 Tatapan Luke mulai menajam, iris mata hitam itu berubah menjadi biru. Tidak ada keraguan dalam dirinya. Bukan kekalahan atau kemenangan yanga ada dalam pikirannya. Namun, bertahan dan pergi dari gua ini  adalah  sesuatu yang berputar dalam otaknya.                 Tiga serigala itu menerjang tubuh Luke bersamaan.  Gerakan cepat Luke menarik salah satu kaki depan serigala yang menyerangnya lalu melempar ke arah dua serigala lainnya membuat ia terselamatkan. Tiga hewan buas itu terseret beberapa meter ke belakang sampai akhirnya membentur dinding gua. Mereka mengaum kesakitan. Beberapa batu kecil pada dinding goa berjatuhan menimbun tubuh ketiga serigala itu.                 Mereka belum menyerah. Salah satu serigala bangkit langsung menerjang tubuh Luke. Cakarnya yang tajam berhasil melukai tangan Luke. Darah mengalir walau tidak deras. Luke menutup luka itu dengan tangannya. Melihat Luke terpojok kedua serigala lainnya segera bangkit.                 Dua serigala itu menyerang Luke bersamaan. Dengan kuku tangannya yang runcing Luke berhasil melukai satu serigala. Ia berhasil menghindar dari terjangan satu serigala  lain, tapi Luke harus berguling di atas tanah basah. Tubuhnya yang kotor semakin mengenaskan. Tatapan Luke semakin menajam. Ketiga serigala itu sudah mengelilinginya. Luke segera bangkit, tapi kakinya yang sakit menyulitkan Luke berdiri. Tidak ada pilihan selain bersimpuh untuk menghadapi ketiga serigala itu.                 “Apa kalian tidak punya belas kasihan padaku?” tanya Luke berusaha memancing serigala itu bicara. Namun, itu hanya sia-sia. Lagi, mereka menyerang bersamaan. Luke berguling di tanah  menghindari serangan ketiga serigala itu. Luke berhasil bangkit―bersimpuh― menangkap kaki belakang salah satu dari mereka lalu memutar tubuh serigala itu ke udara sebelum melepasnya hingga membentur dinding atas goa. Serigala itu tidak berdaya membuat Luke tersentak. Ringisan kesakitan dari serigala itu membuat kuku-kuku tangan Luke yang tajam kembali seperti semula.                 “Kalian masih ingin menyerangku? Ayolah, kita tidak harus mati konyol tanpa sebab yang jelas,” teriak Luke berusaha mengakhiri pertarungan. Namun, dua serigala lainnya tidak mendengarkan apa yang ia katakan. Mereka kembali menyerang Luke, hanya saja Luke berdiam diri tidak ada niat untuk menghindar. Satu goresan kembali ia dapatkan. Kali ini pada lengan kanannya.                 Luke merasakan luka keduanya sedikit dalam. Rasa perih dan bau anyir tercium dari hidungnya. Jika ada sekawanan serigala lapar di sekitar sini kemungkinan mereka juga ikut bergabung saat mencium bau darah dari lengannya yang menetes.                 Serangan kedua, Luke mulai serius. Ia memukul perut serigala itu hingga terpental jauh ke dalam gua sampai Luke tidak melihat sosoknya lagi. Melihat kedua rekannya tak berdaya pelan-pelan serigala yang melukai Luke memundurkan langkahnya lebih waspada. Luke tidak melihat tanda-tanda serigala itu akan menyerah. Benar saja, baru beberapa saat Luke mengatur napas, serigala itu kembali menyerang. Kali  ini Luke memiringkan tubuhnya membuat serangan itu meleset.                 Tidak ingin menyianyiakan kesempatan, Luke berhasil meraih ekor serigala itu lalu membantingnya ke tanah. Suara kesakitan itu membuat Luke terhenyak kembali. Ada rasa kasihan yang menyelinap dalam dirinya, tapi Luke berusaha menepis rasa itu. Ia tidak boleh lemah pada musuh. Sudah berkali-kali ia katakan pada mereka untuk tidak bertarung, tapi mereka tidak mengindahkan ucapan Luke.                 “Jangan salahkan aku atas luka-luka itu,”kata Luke menatap dua serigala yang tak berdaya. “Cukup! Hentikan.” Suara itu terdengar tegas dan berwibawa.  Suara langkah kaki membuat Luke kembali waspada. Tetesan air dari gua mengenai lukanya. Sangat perih, Luke sampai menggigit bibir bawah untuk menahan rasa sakitnya. Hujan di luar semakin deras, angin mulai masuk ke dalam gua membuat udara semakin dingin. Sosok itu terus mendekat. Luke tidak tahu siapa musuh yang sedang dihadapinya sekarang.                 Tatapannya tidak sedikit pun beralih  pada sosok yang berdiri di kegelapan. Ada seseorang atau mungkin sekelompok yang sedang memperhatikannya.  Dengan mata tajamnya Luke bisa melihat bayang-bayang mulai mendekat.                 Ia mendesah lega saat melihat kedua serigala itu bangkit lalu berlari menuju kegelapan. Mereka tertatih sama seperti Luke. Sosok tinggi besar muncul dari dalam gua. Dia seorang pria yang tidak bisa Luke lihat wajahnya. Jubah panjang berwarna hitam menutup wajah dan tubuh tegap itu.                 Luke harap ia tidak harus melawan pria besar itu. tenaganya sudah terkuras melawan tiga serigala liar tadi. Topi jubah dibuka, rambut hitam panjang yang pertama kali Luke lihat. Diikuti wajah tegas dengan luka gores yang menakutkan.                 Siapa dia? batin Luke.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN