Part 6: Sejarah Desa

1446 Kata
Puluhan tahun lalu  wilayah Graviti dihuni puluhan pack kecil. Setiap hari terjadi pertarungan untuk merebut wilayah kekuasaan. Mereka yang lemah semakin tertindas dari yang kuat. Hukum rimba membuat kaum lemah menjadi b***k. Kesengsaraan terjadi di mana-mana. Pembunuhan dan p*********n pack kecil menjadi sasaran. Tidak ada kedamaian hanya suara kemenangan dan kesakitan yang terdengar setiap harinya.                 Masalah kembali muncul ketika para vampire datang ke benua Midheaven. Mereka mulai mencari pengikut untuk bisa menguasai seluruh wilayah. Namun, perlawanan terjadi. Pertempuran tidak bisa dihindarkan. Selama pertarungan para pack kecil bergabung membentuk aliansi yang dipimpin alpa terkuat.                 Pertarungan pun berakhir dengan kesepakatan bahwa wilayah Garviti akan dihuni ras werewolf sehingga para vampire tidak memiliki hak atas wilayah ini. Berakhirnya pertarungan itu membuat para aliansi kembali ke pack masing-masing.                 10 tahun setelah kejadian itu tidak banyak hal yang berubah. Sampai suatu ketika ada seorang anak lelaki datang ke wilayah Graviti. Ia bertujuan untuk menggabungkan pack kecil menjadi satu. Selain itu ia berkeinginan untuk membuat sebuah desa di mana tidak ada lagi kekerasan dan penindasan karena perebutan wilayah.                 Namun, keinginannya dinilai mustahil. Tidak ada pack yang mau bergabung dan menjadi pengikutnya. Mereka menolak. Para Alpha menginginkan kekuasaan penuh atas wilayah yang mereka dapatkan.  Setelah mendapat penolakan dari banyak kelompok serigala akhirnya remaja itu dengan gagah berani menantang para Alpha untuk bertarung.  Bocah itu memenangkan setiap pertarungan membuat para Alpha dipermalukan di depan banyak orang.                 Nyala api semakin redup. Cerita Efan belum juga berakhir. Luke mendengar penuh takjub akan keberanian remaja laki-laki itu.                 “Ayah, apa yang terjadi pada pria itu? Apakah dia berhasil?”                 Efan mengambil kayu bakar yang ada di samping perapian.  Ruangan menjadi semakin hangat saat api menyala lebih besar.                 “Ya, dia berhasil. Dengan kerja keras, kecerdasan dan kekuatan dia berhasil mewujudkan keinginannya. Sekarang pria remaja itu menjadi pemimpin desa yang disegani. Dialah Aidan Branstom.”                 Luke belum pernah mendengar nama itu sebelumnya. Sejak kecil ia tinggal di pinggir desa. Klan Omega diperintahkan untuk tinggal di perbatasan daerah untuk menghindari kawasan tersebut diambil alih oleh para rouge. Menurut Luke itu sama saja menjadikan klan Omega sebagai tameng pertama jika serigala liar itu ingin menyerang desa.                 “Kau mungkin belum pernah mengenalnya. Aidan adalah pemimpin terkuat saat ini. Belum ada yang bisa mengalahkan kekuatan Aidan.  Berkat dirinya Alpha, Beta dan Omega bukan lagi sebuah jabatan, melainkan sebuah klan sehingga mereka para Alpha dan Beta tidak lagi menindas para Omega untuk dijadikan budak.”                 Luke tersentak, selama ini ia tidak mengetahui banyak hal tentang itu. Efan menatap Luke sembari tersenyum tipis. Tangannya terangkat mengusap kepala Luke penuh kasih.                 “Apa maksud ayah?” tanya Luke. Ia ingin sekali mengetahui semua rahasia tentang desanya.                 “Dulu Alpha adalah sebuah gelar yang diberikan pada mereka yang hebat dan menjadi pemimpin pack. Sedangkan Beta adalah wakil Alpha, dan Omega hanya pelayan mereka. Hidup dalam pack besar atau kecil itu  sama saja. Di dalamnya penuh penindasan terhadap kaum yang lemah. “ Efan beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan ke arah jendela. Di luar semakin gelap, terlihat lilin menyala di setiap rumah penduduk. Tidak banyak orang yang berlalu lalang. Mereka banyak menghabiskan waktu di dalam rumah untuk persiapan musim salju. Merajut, menjahit dan mengumpulkan makanan sebagai persediaan musim dingin. “Sejak Tuan Aidan membentuk desa ini para Omega mendapatkan perlakuan yang lebih baik, walau kami tinggal di luar desa bukan berarti kami diasingkan. Para Alpha tidak lagi bertindak semena-mena terhadap kami. Tuan Aidan adalah sosok pemimpin yang adil dan tegas, semua orang menghormatinya. Dialah yang membuat aturan bahwa Alpha, Beta dan Omega bukan lagi jabatan yang harus diperebutkan melainkan klan yang harus dijaga dengan hidup dan mati.” Luke menatap lantai kayu yang menjadi pijakan. Ia mulai mengetahui sejarah tentang desanya. Seulas senyum muncul di wajah tampan Luke. Semangat kembali berkobar dalam dirinya. Entah mengapa cerita Aidan membuat Luke ingin menjadi orang yang kuat dan bisa melampaui Aidan. “Apa yang terjadi pada setiap Alpha, Beta dan Omega?” tanya Luke. Efan berjalan medekatinya. Kedua tangan pria itu mengunci ke belakang, tatapannya menerawang jauh. Malam ini Luke bisa menghabiskan banyak waktu untuk bicara dengan ayahnya. Hal yang sangat jarang ia lakukan. Luke sangat menikmati setiap pembahasan mereka. “Para Alpha menjadi bangsawan yang tetap kami hormati, begitu juga dengan keturunan mereka. Namun, tidak ada ikatan yang terjadi. Seperti dirimu, Luke, ketika kau lahir dari klan Omega maka kau akan menjadi klan Omega selamanya. Sekuat apapun dirimu, kau tidak akan bisa menjadi Alpha atau juga Beta. Tidak ada kesempatan untuk mengubahnya. Karena Alpa, Beta dan Omega bukan lagi sebuah jabatan melainkan sebuah klan dan kasta.” Luke mengangguk paham. Ia sudah ditakdirkan menjadi bagian dari klan Omega yang dulu hanya menjadi b***k sang Alpha. “Apakah menjadi pemimpin desa disesuaikan dengan klan? Aku rasa itu tidak adil.” Efan membenarkan ucapan Luke. Tidak adil bagi mereka yang ingin menjadi pemimpin desa harus dihalangi oleh perbedaan kasta. “Siapa pun yang bisa mengalahkan Aidan Branstom maka dia memiliki peluang menjadi pemimpin desa selanjutnya. Itu yang ayah tahu.” Luke mengepalkan tangannya erat. Semangatnya kembali membara. “Bagaimana dengan werewolf vampire. Apakah mereka kawan atau musuh kita?” tanya Luke. Efan mengusap dagunya mengingat sesuatu. “Ayah tidak bisa menjawabnya dengan tepat. Werewolf vampire memiliki kekuatan campuran antara dua ras. Mereka bisa menjadi kawan atau musuh kita. Bisa dibilang mereka adalah mata-mata yang digunakan untuk mencari infrormasi tentang lawan. Sangat sulit untuk membedakan mereka. Selain untuk mencari informasi, mereka yang bergabung dalam werewolf vampire akan dijadikan pasukan ketika perang pecah. Sebelum mereka menjadi werewolf vampire ada upacara khusus yang harus dilakukan.” Efan menguap lebar. Bercerita panjang lebar membuatnya mengantuk. Berbeda dengan Luke yang masih sanggup mendengar cerita hingga larut. Efan menepuk pundak Luke saat melewatinya. “Tidurlah, Nak. Besok ayah akan mengajakmu pergi ke desa  pagi sekali.” Efan masuk ke ruang tidurnya. Luke masih duduk dekat perapian yang mulai padam. Kobaran api yang sejak tadi menghangatkan ruangan kini semakin redup membuat ruangan semakin gelap. Luke menatap lilin yang meleleh. “Luke,” panggil Megi. Ia menutup pintu kamar Luke sepelan mungkin. “Luka anak itu sebentar lagi sembuh. Kau istirahatlah. Besok pagi anak itu akan sadar.” Luke membalas senyum Megi. “Terima kasih, Bu. Aku akan tidur di sini.” Megi menolehkan kepalanya pada tempat duduk panjang yang terbuat dari kayu. Ada ukiran bunga di setiap tepinya. “Ibu akan ambilkan selimut.” Megi segera masuk ke ruangan yang ada di samping tempat tidur. Ia datang membawa selimut hangat hasil rajutannya. Setelah Megi pergi Luke merebahkan tubuhnya di atas kursi. Alas yang keras membuat  Luke kurang nyaman. Sulit baginya untuk memejamkan mata. “Aidan Branstom,” gumam Luke. “Orang seperti apa dia?” Luke menatap telapak tangannya, lalu mengepal dengan kuat hingga kuku tangannya memutih. “Aku ingin sekali bertemu dengannya,” gumam Luke sembari menutup mata. *** Luke terjaga lebih pagi dari biasanya. Hari ini ia sangat bersemangat untuk pergi ke Gunung Tengah, tentu setelah membantu ayahnya.  Luke melipat selimut hangatnya dengan rapi. Apa pun hasil kerajianan tangan buatan Megi akan ia perlakukan dengan baik. Luke beranjak ke kamar tidur untuk melihat bocah laki-laki yang ditolongnya. Sayang, kamar tidurnya kosong. Luke tidak melihat sosok anak itu berbaring di atas tempat tidur. “Ke mana perginya?” gumam Luke. Sentuhan di pundaknya membuat Luke menoleh. Megi berdiri di belakangnya. Bakul anyaman yang berisi daging ayam  yang sudah bersih dari bulu-bulu di tentengnya. Luke merasa ia tetap kalah dari Megi dalam urusan bangun pagi. “Dia sudah pergi,” kata Megi menjawab kebingungan Luke. “Kenapa dia pergi secepat itu?” Luke kembali bertanya. Megi meletakkan bakul bambunya di atas meja.  Beberapa botol tempat air yang terbuat dari bambu pun sudah penuh berisi air. Megi menuangkan air ke dalam gelas kayu lalu memberikannya pada Luke. “Dia masih punya keluarga. Nenek dan kakeknya masih hidup. Dia juga berterima kasih padamu karena sudah menolongnya,” jelas Megi. Luke menerima segelas air dari Megi lalu menghabiskannya.  Dinginnya air membuat kerongkongan Luke menjadi lebih segar. “Ayahmu sudah menunggu di luar, Luke. Kau tidak lupa untuk membantunya, bukan?” Luke bergegas memakai jubah lusuhnya. “Aku akan pulang larut malam, Bu. Sisakan makanan untukku,” teriak Luke sambil berlari keluar. Luke segera mengambil sepatunya dari rak lalu memakainya. Efan sudah memanggilnya, meminta Luke berlari lebih cepat. Gerobak tua berisi penuh dengan perabotan rumah tangga yang terbuat dari bambu dan kayu siap untuk ditarik. Luke berada di depan menarik gerobak, sementara Efan berada di belakang untuk mendorong gerobak. Hari ini aku akan berlatih lebih keras. Luke menengadah menatap langit tanpa awan. Cuaca sangat cerah membuat Luke semakin bersemangat. Sengatan matahari mengenai kulitnya tidak membuat Luke mengeluh. Ia akan membuktikan pada master bahwa dia pantas menjadi murid temannya―guru barunya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN