Part 8: Manson

1551 Kata
Pria itu duduk bersila dua meter di depan Luke. Tangannya terangkat membuat Luke kebingungan. Apa yang terjadi saat ini. Apa dia akan disandra lalu dihukum karena telah masuk gua tanpa izin? Ini bukan kesengajaan. Luke benar- benar tidak tahu akan hal itu. Dia  masuk ke markas para rouge― yang selalu dikatakan orang-orang desa sebagai pembuat onar. “Siapa namamu?” tanya pria itu setelah menurunkan tangannya. Luke masih terdiam mencerna apa yang telah terjadi padanya. Belum sempat Luke menjawab sebuah cahaya dari kegelapan menerangi seluruh gua. Gadis yang Luke lihat pertama kali muncul dari tengah gua membawa obor. Cahaya itu membuat gua yang dingin perlahan menghangat. “Luis, tolong obati luka--” Pria itu menatap Luke lekat. “Panggil aku Luke,” jawab Luke cepat. “Nama yang bagus,” sahut pria itu. Gadis bernama Luis mendekati Luke. Ia duduk bersimpuh di samping Luke lalu mengoleskan sesuatu yang ia ambil dari balik pakaian lusuhnya. Obat itu seperti daun yang ditumbuk halus― untuk mendapatkan khasiatnya―teksturnya  halus dan berair. Sesekali Luke meringis merasakan perih pada lukanya. Matanya bergulir ke atas menatap gadis yang tengah mengobatinya. Hidung mancung yang mungil ditambah bulu mata yang lentik. Tubuh gadis itu juga tidak seberapa tinggi dari Luke. Sangat mungil dan imut? Luke baru pertama kali menilai seorang gadis dengan kata imut. “Jangan melihat aku seperti itu.” Luke mengalihkan tatapannya. Ia sedikit malu karena ketahuan menatap seorang gadis. “Apa menatap seseorang itu salah?” tanya Luke. Sungguh keajaiban saat gadis itu bicara. Sejak awal Luke memancingnya untuk bicara, tapi selalu gagal. Gadis itu mendongkak setelah menempelkan obat pada luka Luke. “Tidak salah, hanya saja matamu seperti ingin keluar dari tempatnya. Apa kau tidak pernah melihat wanita sebelumnya?” tanya Luis membuat Luke terdiam. Tentu ia pernah melihat wanita. Megi adalah wanita satu-satunya di rumah. Namun, jelas bukan itu yang gadis itu maksud. Wanita sebayanya yang tidak memiliki hubungan darah. Itulah yang Luis maksud. “Hentikan pembicaraan kalian. Luis, masuklah obati mereka bertiga,” kata pria bertubuh besar itu. Sayang sekali Luke harus merelakan gadis cantik itu pergi--masuk ke dalam gua. Tubuh semampai itu menghilang di sebuah tikunganan yang membuat Luke penasaran. “Namamu Luke? Dari mana asalmu? Kenapa kau sendiri?” tanya pria itu membuat Luke mengalihkan tatapannya. “Sebelum aku menjawab bolehkah aku tahu siapa namamu? Tidak sopan rasanya ketika bicara, tetapi tidak mengetahui nama,” kata Luke. Pria itu tersenyum. Luka di wajah dan punggung tanganya bukanlah luka ringan. Terlihat dari bekasnya luka itu sangat dalam dan lebar. Bagaimana dia bisa menahan rasa sakit sehebat itu? “Namaku Manson. Aku adalah Alpha, pemimpin pack Monasti. Kami tinggal di gua ini dan kadang berpindah-pindah. Gunung Tengah adalah salah satu wilayah kekuasaan kami,” jelas Manson membuat Luke mengangguk paham. Berarti Luke sudah melanggar sejak menginjakkan kaki di Gunung Tengah. “Maaf telah masuk tanpa izin.” Luke coba duduk dengan santai. Manson melepaskan jubahnya membuat Luke terpana. Tubuh kekar itu penuh dengan luka berbagai ukuran. Luke berpikir apa dia mengoleksi luka sebanyak itu atau justru dia menyukainya? “Dari mana asalmu?” tanya Manson membuat Luke sadar. Sekali lagi Luke menatap luka di tubuh Manson. Kali ini ia berpikir bahwa Manson adalah petarung sejati. “Aku dari Desa Moonstone, lebih tepatnya di pinggir sungai Patana.” Manson menatap Luke lekat membuat ia was-was. Apa Luke salah bicara? Tatapan hangat Manson berubah dingin. “Kau tinggal di wilayah kekuasaan Aidan Branstom?” Luke tersentak kaget kalau Manson mengetahui Aidan Branstom yang merupakan pemimpin desa. Luke teringat akan cerita ayahnya tentang kekuatan Aidan. Mungkin mereka pernah bertarung sebelumnya. “Iya, dia pemimpin kami.” Luke menengadah menatap langit-langit gua. Suara tawa kecil membuat Luke kembali mengarahkan perhatiannya pada Manson. Pria itu sangat misterius dan juga menakutkan. Luke memperhatikan Manson dengan seksama. “Dulu kami berteman. Kami—aku dan Aidan-- memiliki mimpi menguasai seluruh wilayah Graviti dan menjadi yang terkuat. Sayang, itu hanya sekadar mimpi yang tidak pernah bisa kami wujudkan,” kata Manson. Luke semakin penasaran dengan masa lalu Aidan Branstom. Siapa sebenarnya pemimpin desanya itu. “Kalian berselisih?” tanya Luke. Manson menatap Luke lalu melipat kedua tangan di depan dadanya. Manson memejamkan mata sejenak. “Kami tidak sejalan. Aidan memilih untuk tetap tinggal dan menggabungkan beberapa pack kecil dengan alasan untuk melindungi mereka. Ia berhenti berkelana bersamaku. Mimpi untuk menguasai kawasan Graviti harus sirna. Hanya aku yang masih memiliki mimpi itu sampai saat ini.” Luke mengangguk paham. Ia tidak banyak mengetahui tentang pemimpin desa. Sejak kecil Luke merasa diasingkan. Klan Omega hanya menjadi garda terdepan ketika musuh menyerang. Itu sama saja menjadikan klan Omega sebagai umpan. “Itu berarti kau mengetahui banyak tentang desa kami?” tanya Luke. Suara petir menyambar membuat suara mereka teredam. Manson menatap bibir gua yang berkilat-kilat terkena cahaya petir. Di luar terjadi badai. Hujan lebat disertai angin kencang. “Tidak banyak. Aku hanya mendengar dari orang kepercayaanku.” Luke yang awalnya mengira Manson adalah pria kaku dan kejam seketika mengubah penilaiannya. Pria itu hangat dan terbuka. Ia sangat menyenangkan ketika bicara. “Dahulu saat masih muda  kami memiliki mimpi untuk menguasai benua. Kami ingin menjadi yang terhebat. Akhirnya kami berhasil menjadi Alpha di kelompok masing-masing. Walau kami berada dalam pack berbeda, tapi kami tidak pernah berselisih.” Manson menekuk satu tangannya. Rambut panjang yang terlihat kusut itu membuat dirinya terkesan menyeramkan. Luke masih sedia mendengarkan cerita Manson tanpa menyela. “Kami memutuskan untuk berpisah. Kami tetap berkelana untuk mencari daerah kekuasaan, bertarung untuk mengalahkan pack lainnya sementara Aidan memilih untuk menetap dan membentuk sebuah desa. Ia ingin melindungi orang-orang yang lemah dari penindasan. Terlebih, mimpi kami sudah mengorbankan banyak nyawa. Bahkan ia membuat aturan yang konyol, tapi itulah yang menyebabkan dia disegani banyak kelompok.” Manson menatap Luke. Tiba-tiba Luis kembali datang membawa dua botol minuman lalu meletakkanya dekat sang Alpha. Manson memberikan satu botol pada Luke lalu Luis pergi. Tatapan Luis mengarah pada Luke sebelum berbalik masuk ke tengah gua.             “Minumlah. Ini adalah air dari batang bambu. Kami menemukan bambu aneh yang mengeluarkan air.  Rasanya sangat segar, kau harus mencobanya,” kata Manson lalu meneguk minuman itu. Luke  lalu meminum airnya. Benar yang Manson katakan kalau air itu sangat segar. Seperti air di sungai Patana yang jernih dan bersih.             Luke kembali mendengar cerita Manson tentang Aidan. Pria itu mengatakan bahwa Aidan menyatukan beberapa pack kecil yang ada di sekitaran daerah Moonstone. Tidak mudah untuk mewujudkan keinginannya membentuk sebuah desa dan sistem pemerintahan yang baik. Namun, Aidan berhasil melakukannya.             Setelah para Alpha dari masing-masing pack setuju dengan rencana Aidan kemudian muncul masalah baru. Para Alpha tidak ingin melepaskan jabatan dan gelar mereka sebagai pemimpin. Mereka tetap ingin menjadi Alpha untuk kelompok mereka sendiri. Namun, itu jelas tidak memungkinkan karena hanya ada satu kepala untuk memimpin sebuah desa.             Aidan pun mencetuskan pernyataan yang membuat sebagaian dari mereka geram. Alpha bukan lagi sebuah jabatan sebagai pemimpin, justru mereka yang merupakan Alpha akan menjadi bangsawan yang berpengaruh pada desa. Bukan hanya itu, Aidan juga mengatakan bahwa setiap penduduk desa mempunyai kesempatan menjadi pemimpin. Dari mana pun asal mereka tidak peduli yang terpenting adalah mereka memiliki kekuatan untuk melindungi desa. Meski banyak yang memprotes keputusan Aidan, tetapi mereka akhirnya setuju.             “Dia orang gila yang memiliki mimpi dan dia berhasil.” Manson tertawa kecil, mungkin menertawakan dirinya yang meremehkan mimpi Aidan. Atau menertawakan kegagalannya setelah memutuskan meninggalkan Aidan.             “Iya, aku merasakan hal yang membingungkan. Sekarang Alpha, Beta dan Omega adalah klan bukan lagi sebuah jabatan yang membedaka antara lemah dan kuat,” kata Luke.             Ia hidup di lingkungan klan Omega yang dulu dipandang lemah dan hanya sebagai b***k dan tumbal peperangan. Namun, saat ini mereka merasakan keadilan dan tidak terikat dan tunduk  pada Alpha yang haus akan kekuasaan. Luke bersyukur akan hal itu. Mereka memiliki kehidupan yang baik walau sering kali klan Omega menjadi pelayan di rumah besar milik klan Alpha dan Beta.             “Kau terlihat kuat, Nak. Dari klan mana asalmu?” tanya Manson.             “Aku terlahir dari klan Omega.”             Manson mengangkat kedua alisnya. “Sayang sekali kau tdak beruntung, tetapi kau masih memiliki kesempatan mengubah jalan hidupmu jika berhasil mengalahkan Aidan,” kata Manson lalu meneguk sisa air dalam botol bambu.             “Iya, aku ingin sekali bertarung dengannya suatu hari nanti.”             Luke meneguk kembali air itu dengan penuh tekad. Itulah tujuannya saat ini. Ia akan berlatih untuk menjadi pria yang kuat jika ingin mengalahkan Aidan.             “Apakah kalian menetap di gua ini?” tanya Luke setelah lama hening.             “Tidak. Kami akan pergi besok pagi. Mimpiku belum berubah. Aku ingin menguasai wilayah Graviti sepenuhnya.” Manson bicara tanpa ragu. Luke bisa melihat dari sorot tajam matanya.             “Itu berarti suatu hari nanti kalian akan menyerang desa?” tanya Luke. Manson menyunggingkan senyumnya lalu berdiri. Api dalam obor berkobar tertiup angin ketika Manson mengenakan kembali jubahnya.             “Hari itu akan tiba di mana aku dan Aidan bertarung.” Manson masuk ke tengah gua meninggalkan Luke sendiri dekat bibir gua. Memikirkan mereka akan bertemu suatu saat nanti membuat semangat Luke untuk berlatih kembali berkobar. Ia akan menjadi kuat untuk melindungi desa dan tentu mengalahkan Aidan.             “Aku akan menunggu saat itu tiba,” gumam Luke menatap kegelapan yang ada di depan matanya. Luke terdiam sebentar lalu menepuk jidatnya.             “Aish, besok pagi aku harus bertanya alasan ketiga serigala itu menyerangku,” gumamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN