Udara semakin dingin saat Luke mendekati area pegunungan. Teriknya matahari tidak membuat dinginnya udara berubah. Luke bisa merasakan melalui kulitnya. Musim akan segera berganti. Suara air terjun mulai terdengar jelas ketika Luke mendekati area dekat pegunungan yang dilintasi sungai kecil. Airnya sangat jernih, cahaya matahari yang menyinari semakin memperjelas bebatuan yang ada di dasar. Ikan warna-warni berenang sepanjang sungai. Luke berjongkok, menjulurkan tangannya ke sungai, mengambil air jernih untuk diminum.
“Segar sekali,” ujar Luke saat meminum air itu. Bukan hanya udara, air pun terasa dingin. Luke membuka botol minuman yang terbuat dari bambu lalu mengisinya sampai penuh. Ia kembali melanjutkan perjalanan untuk bisa mencapai puncak. Luke akan membawakan bunga langka sebagai bukti bahwa dia sampai di pegunungan dan mendaki puncaknya.
Suara teriakan membuat Luke menghentikan langkahnya. Ditatapnya sekitar penuh waspada. Tidak ada seorang pun di sekitarnya. Suara auman serigala liar terdengar samar. Luke segera mendekati sumber suara. Ia ingin tahu seberapa hebatnya rouge yang ditakuti pemimpin pack.
Dari kejauhan Luke melihat delapan ekor serigala sedang berkelahi. Darah bercecer di tanah yang tertutupi dedaunan kering. Luke bersembunyi di belakang pohon rindang tidak jauh dari tempat kedelapan serigala itu bertarung. Sejak awal kekuatan mereka tidak seimbang. Serigala cokelat bertubuh kecil penuh luka-luka. Tubuhnya lemah membuat Luke bersimpati.
Dia harus menyelamatkan serigala itu sebelum lawannya mencakar tubuhnya lebih banyak. Luke masih memperhatikan pertarungan sengit yang membuat tiga serigala tumbang dengan tubuh penuh luka. Beberapa saat kemudian tiga serigala itu berubah menjadi manusia.
Luke tersentak melihat anak kecil itu sudah tidak sadarkan diri. Lima serigala yang masih bugar seketika berubah menjadi manusia. Mereka tertawa membuat Luke mengepalkan tangannya erat. Luke tidak bisa membiarkan mereka menyakiti anak kecil dan dua orang dewasa itu.
“Kalian tahu dunia ini tidak pernah adil sampai kapan pun. Aku ingin kalian bergabung dengan kami, para werewolf vampir, tapi kalian menolaknya,” ujar pria bertubuh besar itu di depan dua orang dewasa yang hampir sekarat. Ada luka di mata kanan, tubuh berototnya tidak luput dari bekas luka. Seluruh tubuh kelima orang itu berwarna putih pucat.
Banyak hal yang Luke tidak ketahui tentang werewolf dan vampire yang pria itu maksud. Pria itu berjongkok di depan pria yang sedang sekarat sementara empat temannya yang lain berdiri di belakangnya. Dengan mudah pria bertubuh kekar itu mengangkat tubuh lemah musuhnya. Ia tersenyum licik diiringi suara tawa penuh kemenangan.
Luke terperangah melihat taring tajam milik pria itu. Ia tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Kedua tangan Luke mengepal kuat. Kehidupan di luar desa lebih keras dari yang ia bayangkan. Banyak musuh yang siap mengintai dan saling membunuh.
Perhatian Luke tidak beralih sedikit pun dari peristiwa di depannya. Kali ini Pria itu mulai mendekatkan mulutnya ke leher pria yang tak berdaya. Luke yakin pria yang mengaku sebagai werewolf vampire itu sedang menghisap darah musuh. Tubuh pria sekarat itu memucat. Ia berteriak kesakitan membuat anak dan wanita yang bersamanya menjerit.
Bruuk!
Tubuh lemas itu jatuh tak bernyawa. Kaki Luke gemetar menyaksikan kekejaman di depan matanya. Suara tawa terasa seperti ledekan semata seakan kehilangan nyawa bagi mereka adalah hal biasa. Wajah pucat anak kecil dan seorang wanita itu semakin membuat mereka bahagia. Itulah keinginan mereka, menebar ketakutan sehingga mereka menyerah dan menjadi pengikutnya.
Luke tidak bisa bersembunyi lebih lama lagi saat tubuh wanita itu diangkat dengan satu tangan. Beberapa kali wanita bertubuh kurus itu memukul tangan kekar yang mencekik lehernya aagar wanita itu kehabisan napas. Luke mulai menyusun rencana untuk menyelamatkan dua orang tak berdaya itu.
“Kau akan menerima hukuman yang lebih berat lagi.” Taring tajam kembali muncul saat pria kejam itu bicara. Lidah pucatnya membasahi bibir bawah bersiap untuk menghisap darah wanita itu. Namun, sebatang ranting kering yang jatuh membuatnya melempar wanita itu.
Luke keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berlari menyelamatkan bocah kecil yang hampir ditimpa ranting besar. Cepat kilat, Luke juga berhasil menangkap tubuh wanita itu sebelum membentur batu besar dekat pohon. Ia segera pergi sebelum kelima serigala vampire itu mengejar.
Luke meletakkan kedua orang itu di samping batu besar dekat air terjun. Ia yakin tempat ini lebih aman untuk bersembunyi. Luka sobek dan memar di sekujur tubuh mereka harus segera diobati.
“Apa yang harus aku lakukan?” gumam Luke saat melihat wanita itu terbuka. Tangan wanita itu terangkat dan gemetar.
“To-tolong… se-selamat-kan… a-anakku.” Tangan wanita terkulai lemas saat Luke akan menggapainya. Luke mengepalkan tangannya kuat-kuat. Andai ia lebih kuat dari kelima orang itu, maka Luke akan menolongnya lebih cepat. Namun, kekuatan Luke tidak sebanding dengan kelima serigala vampire itu.
“Sial, aku gagal,” gumam Luke. Tatapannya beralih pada anak kecil penuh luka di sekujur tubuh. Anak itu masih bernapas, hanya saja ia kehilangan kesadaran. Luke segera mencari tempat untuk menguburkan jasad si wanita. Ia tidak akan melupakan wajah kelima pria kejam itu.
***
Pendakian Luke hari ini harus pupus. Ia tidak bisa melanjutkan perjalanan. Tubuh kecil yang tidur di punggungnya membuat Luke sadar bahwa dia harus pulang. Anak itu butuh perawatan sesegera mungkin. Langit sudah gelap saat Luke tiba di rumah. Tidak seperti biasanya, Megi menunggu kepulangan Luke di depan rumah.
Luke segera menghampiri ibunya. “Aku pulang,” ucap Luke seperti biasa. Ia membuka sepatunya lalu masuk ke dalam rumah.
“Luke, siapa anak itu?” tanya Megi. Ia segera membantu Luke membawa anak yang tidak sadarkan diri itu ke kamar. Luke membaringkan tubuh kecil itu di atas tempat tidur.
“Dia anak kecil yang aku tolong dari werewolf vampire,” ujar Luke membuat Megi kaget. Tangannya yang sedang menyelimuti anak kecil itu seketika berhenti.
“Ke mana kamu pergi Luke? Kenapa kamu bisa melihat werewolf vampire?” tanya Megi. Ia sangat khawatir anaknya mendapat masalah. Luke duduk di pinggir tempat itu. Perhatiannya masih tersita oleh anak kecil yang ia tolong.
“Aku tidak sengaja melihat pertarungan mereka dan menyelamatkan anak ini,” ujarnya membuat Megi semkain tidak tenang.
“Apa kau terluka, Nak?” Megi mencari luka di tubuh anaknya beruntung Luke tidak mengalami lecet sedikit pun.
“Aku baik-baik saja, tapi anak ini butuh perawatan.”
Megi menatap malang anak laki-laki itu. Luka gores di sekujur tubuhnya ditambah luka lebam di sekitar wajah. Megi menepuk pundak sang anak membuat Luke mendongkak.
“Mandilah, ibu akan memanggilkan tabib untuk mengobatinya.”
Luke mengangguk. Setelah Megi keluar dari kamarnya ia segera membersihkan diri. Bayang-bayang peristiwa yang merenggut orang tua anak itu membuat Luke kesal. Tangannya mengepal erat. Jika kekuatan membuat kedamaian tercipta, maka Luke ingin menjadi yang terkuat.
“Siapa mereka? Aku tidak tahu tentang werewolf vampire.”
Luke segera mengeringkan tubuhnya lalu mengenakan kembali pakaian. Ia bergegas menemui ayahnya yang baru pulang. Wajah lelah Efan membuat Luke ragu untuk bertanya. Namun, rasa ingin tahunya lebih besar dan menuntut jawaban.
“Ayah,” panggil Luke ketika Efan menggantung jaket kulit lusuhnya pada paku yang tertancap di dinding. Efan menoleh menunggu Luke kembali bicara.
“Apakah ayah tahu tentang werewolf vampire?” tanya Luke membuat Efan terdiam cukup lama.
“Dari mana kau tahu tentang mereka?” tanya Efan. Luke memejamkan mata sejenak lalu menghembuskan napas panjang.
“Aku bertemu mereka sore tadi.” Jawaban Luke membuat Efan tersentak.
“Apa kau baik-baik saja, Luke?” tanya Efan sembari memegang kedua lengan anaknya. Luke terheran melihat reaksi Megi dan Efan ketika ia bicara tentang werewolf vampire.
“Aku baik-baik saja, tidak perlu khawatir.”
Efan bernapas lega lalu berjalan ke tempat perapian. Kobaran api yang melahap kayu bakar membuat tubuh Efan menghangat. Cuaca di luar sangat dingin walau salju belum turun.
“Ceritanya cukup panjang apa kau mau mendengarkannya?” Efan menatap Luke yang sekarang duduk di lantai. Efan menarik kursi kayu buatannya untuk diduduki. Ia mengambil tempat yang nyaman untuk bercerita.
“Aku akan mendengarkan dengan baik.” Luke sangat bersemangat membuat Efan tersenyum tipis.
“Baiklah, kita mulai dari sejarah desa,” kata Efan membuat Luke semakin tidak sabaran. Luke ingin tahu banyak hal tentang desanya. Tentunya juga tentang werewolf vampire.