Luka di tangan dan tubuh Wisky telah diobati. Luke mengizinkan dirinya menginap semalam. Ini pertama kalinya ada teman yang mampir ke rumahnya. Megi dan Efan sangat senang mengetahui anak semata wayang mereka memiliki teman. Setidaknya di luar Luke tidak sendirian.
“Luke apa aku boleh bertanya?” Wisky berbaring di atas lantai yang dialasi tikar. Luke yang tidur di atas dipan segera bergiring menghadap Wisky. Ia menatap dari atas, Wisky sedang menerawang jauh.
“Bertanya tentang apa?” Kali ini Wisky menatapnya.
“Kau berbeda dari kedua orang tuamu. Apa kau tidak pernah bertanya? Kami bertiga sempat membicarakan dirimu yang sedikit aneh. Tubuhmu lebih tinggi dari rata-rata klan Omega. Kau juga memiliki tubuh yang kekar dan,ya, wajah yang tampan. Sayang ketampananmu tersembunyi di pinggir desa. Kalau saja kau tinggal di desa mungkin saja kau akan terkenal,” kata Wisky membuat Luke tersenyum. Ia kemudian membaringkan tubuhnya. Luke sebenarnya tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang.
Perkara fisiknya yang berbeda dari yang lain, Luke hanya menerimanya sebagai keuntungan baginya. Jelas ia memiliki keunggulan dari temannya yang lain.
“Aku tidak ingin hal kecil seperti itu membuat rumah hangat ini mendingin. Selama ibu dan ayahku berada di sisiku dan mereka selalu baik, aku rasa tidak ada yang perlu ditanyakan lagi.”
Jawaban Luke membuat Wisky menarik kedua sudut bibirnya datar. Entah mengapa ia merasa Luke sangat beruntung diberikan kedua orang tua yang sangat memahaminya.
“Wisky, kau tahu sesuatu tentang festival Redmoon?” tanya Luke membuat kerutan di kening Wisky tiba-tiba muncul.
“Aku belum pernah mendengarnya. Apakah itu festival untuk anak remaja?” Luke menyembulkan kepalanya menatap Wisky yang tidur di bawah.
“Tentu. Ada yang bilang festival itu untuk menyambut Moon Godness setiap gerhana bulan. Bagi mereka yang beruntung akan dipertemukan dengan mate yang membuat kekuatan mereka bertambah,” jelas Luke.
Wisky mengusap dagunya seperti mengingat sesuatu. “Ya, aku pernah mendengar hal semacam itu, tetapi sudah sangat lama, aku sudah melupakannya.Besok kita bisa bertanya pada Domino dan Husel. Mereka sepertinya tahu tentang festival itu.”
Luke kembali berbaring di tempat tidur. Satu tangannya diletakkan di atas kening.
“Ya, semoga saja mereka mau menerimaku.”
Luke memejamkan matanya perlahan. Rasa lelah membuatnya cepat terlelap. Sejujurnya ia sudah tidak sabar menyambut hari esok dan bertemu teman-temannya. Setidaknya mereka sudah memaafkan kesalahan Luke terdahuluu.
***
Suara kapak dan kayu beradu membuat Luke terjaga.Matahari sudah meninggi membuat ia bergegas bangun. Wisky sudah menghilang dari tempatnya. Luke bergegas ke belakang rumah tempat suara itu berasal. Ia pikir ayahnya sedang membelah kayu menjadi bagian yang lebih kecil sebagai umpan api, tetapi Wisky-lah orang yang melakukannya.
“Luke kau sudah bangun, Nak?” Megi muncul dari belakangnya membawa sebotol air dan gelas di atas nampannya.
“Ah, iya, Bu. Apa Wisky melakukannya sejak tadi?” Kini pandangan Luke beralih pada temannya yang sedang bekerja.
“Dia memaksa untuk melakukannya. Ajaklah dia pergi, sepertinya temanmu itu butuh bantuan dan hiburan.” Megi menyerahkan nampan pada Luke.
“Tolong kau berikan untuknya,” ujar Megi lalu pergi dari hadapan anaknya. Luke segera menghampiri Wisky yang sedang kelelahan.
“Hai, minumlah dulu kau terlihat haus,” kata Luke membuat Wisky menoleh. Sekujur tubuhnya bermandikan keringat, Wisky mengusap wajahnya dari cucuran keringat sebelum menghampiri Luke. Mereka duduk di sebatang pohon besar yang tumbang.
“Aku rindu mandi di sungai bersama kalian bertiga,” celetuk Luke. Wisky yang baru selesai meneguk airnya lalu memegang pundak Luke. Pria itu menoleh mendapati Wisky tersenyum.
“Tentu, kau akan mendapatkannya. Ayo, kita temui dua i***t itu.” Wisky bergegas memakai bajunya lalu membereskan peralatan yang digunakannya tadi. Luke membantu temannya membersihkan perkakas dan menyimpannya di gudang.
“Apa mereka tidak akan marah bertemu denganku?”
Luke masih mengkhawatirkan dua temannya yang lain. Ia tidak yakin mereka bisa menerima Luke dalam kelompoknya.
“Tenang saja, mereka akan menerimamu seperti dulu.” Wisky merangkul pundak Luke membuatnya sedikit berjinjit karena tinggi tubuh mereka yang berbeda.
“Kau tahu kami sudah memiliki markas di tengah hutan,” kata Wisky saat mereka memakai sepatu. Luke menghentikan kakinya memakai boots usang yang belum diganti. Sol bawah sepatu itu hampir lepas. Seperti mulut ikan yang minta diberi makan.
“Jadi kalian benar-benar mewujudkannya?” Luke sudah berdiri menunggu Wisky yang masih kesulitan memasukkan kakinya ke dalam sepatu. Permasalahan mereka sama. Sepatu mereka sudah kekecilan. Wisky berdiri sembari mengusap pantatnya dari debu.
“Iya, dan mungkin kami akan tinggal di sana setelah semuanya benar-benar layak.” Wisky berjalan mendahului, kemudian Luke mencoba mengejar. Tidak sabar rasanya ingin berjumpa dengan teman-temannya. Sampailah mereka di tengah hutan yang udaranya sedikit lembab. Gesekan dedaunan akibat angin yang berhembus membuat Luke merasakan keadaan yang mencengkam.
Dia belum pernah melintasi daerah itu membuat Luke terus waspada. Matanya bergerak awas pada sekitar. Wisky berdiri di sebuah rumah kumuh. Dari tempat Luke berdiri saat ini ia bisa melihat atap rumah yang hampir roboh dan lapuk. Semakin mendekat aroma basah kayu semakin tercium. Ada suara tawa dari dalam membuat ketegangan Luke mulai mengendur. Itu adalah tawa Domino dan Husel.
Wisky segera membuka pintu yang membuat suara tawa itu lenyap. Luke berada di belakang Wisky sedikit khawatir dengan penolakan temannya.
“Hai, aku membawa sesorang yang akan bergabung dengan kita,” ujar Wisky membuat Domino dan Husel saling bertetapan. Luke mendekati Wisky dan berdiri di samping temannya. Wajah Husel dan Domino cukup terkejut. Wisky adalah orang yang tidak menyukai Luke sejak awal. Melihat Wisky bersikap baik pada Luke membuat Husel dan Domino tidak percaya.
“Hai, kita bertemu lagi,” ucap Luke canggung. Husel dan Domino berdiri. Lantai kayu rumah tua itu cukup bersih. Ternyata di dalam rumah reyot itu tersimpan beberapa barang yang bagus dan layak pakai. Luke merasa takjub dengan isi di dalamnya.
Tidak ada debu yang membuat hidung Luke tergelitik untuk bersin. Bukan hanya itu, ada dua dipan besar yang terlihat kokoh dan bagus.
“Kenapa kau membawanya ke sini?” tanya Husel sembari menatap Luke.
“Dia akan bergabung dengan kita mulai sekarang,” jelas Wisky membuat kedua temannya tertawa.
“Apa yang terjadi sehingga membuatmu menerima Luke kembali?” Kini giliran Domino yang bicara. Ia tidak keberatan Luke kembali bergabung mengingat terakhir kali mereka bertemu Luke terasa sangat kuat. Pria itu bahkan bisa membaca gerakan lawannya dengan cepat tanpa berpindah dari posisinya untuk menghindar.
“Aku akan ceritakan nanti pada kalian. Duduklah ada yang ingin kutanyakan,” ucap Wisky. Luke, Domino dan Husel duduk melingkar di atas sebuah karpet berbulu. Luke sendiri cukup kaget ada karpen semahal itu di sini.
“Apa kalian tahu tentang festival Redmoon?” tanya Wisky membuat kedua teman-temannya kembali kebingungan. Tidak bisanya Wisky bertanya hal seperti itu. Sangat di luar kebiasaan.
“Kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya Husel yang kini menekuk satu kakinya. Sementara Domino yang berada di sampingnya hanya bersandar pada kotak kayu yang penuh jerami.
“Kalian pernah cerita padaku tentang Festival itu. Luke juga ingin tahu,” kata Wisky membuat Husel dan Domino lagi-lagi saling berpandangan. Sepertinya ada yang terjadi pada Wisky semalam, karena kemarin temannya itu masih menyimpan kekesalan pada Luke.
“Wisky, apa terjadi sesuatu padamu?” tanya Domino khawatir. Mendengar pertanyaan temannya membuat Wisky tertawa kecil, kemudian menepuk pundak Domino.
“Sekarang aku baik-baik saja. Tolong jelaskan padaku dan Luke tentang festival itu.”
Husel menghela napas lalu bersila sebelum memulai menceritakan tentang festival Redmoon yang ia tahu.
“Nenekku bilang Festival Redmoon adalah perayaan besar, para pria dan gadis remaja akan bertemu dengan pasangan mereka. Mereka percaya Moon Godness memberikan anugerah kekuatan bagi mereka yang berhasil berjodoh. Namun, ada sesuatu yang lebih menarik dari pada mencari pasangan,” kata Husel. Luke, Domino dan Wisky mencondongkan tubuh mereka untuk mendengar kelanjutan cerita Husel.
“Apa itu?” tanya Luke. Kalimat kedua yang keluar dari bibirnya selama menginjakkan kaki di markas.
“Perjudian dan adu kekuatan,” kata Huel. Ketiga temannya yang lain saling berpandangan.