Part 12 : Festival Redmoon

1159 Kata
“Cepat, tangkap rusa itu,” teriak Wisky pada dua temannya. Luke yang berada di sekitar tempat itu hanya melihat teman-temannya yang lari ke sana ke mari menangkap rusa. Luke mengasah pisau yang ia bawa dari rumah dengan sebuah batu yang lunak―jenis batu pasir. Sebilah bambu ada di depannya siap untuk dibelah. Satu kali potongan bambu terbelah menjadi dua. Luke membaginya menjadi delapan lalu meruncingkan bagian ujungnya. “Cepat tangkap jangan sampai lolos.” Kali ini Husel berteriak sambil terengah. Luke menatap teman-temannya yang kesulitan menangkap rusa yang berlari . Entah kemampuan temannya yang berkurang atau kemampuan rusa yang ada di hutan yang meningkat? Luke hanya menyaksikan teman-temannya berjuang. Setelah semua ujung bambu berhasil diruncingkan, Luke berjalan ke sebuah sungai terdekat. Semua bambu yang diruncingkan sudah ia masukkan sebuah kantong yang terbuat dari bambu. Luke berdiri di pinggir sungai memandangi pantulan dirinya di air. Sehelai daun kering melayang ditiup angin hingga jatuh ke dalam air, membuat gelombang kecil yang mengusik ketenangan air sungai. Luke bergegas turun. Air yang jernih memudahkan ia melihat ikan-ikan yang berenang. Tubuh bagian bawahnya dari pinggang sampai kakinya basah terendam air. Mata Luke berubah biru untuk memudahkan dirinya menlihat target. Ia sangat tenang, satu tangannya mengambil bambu runcing yang berada pada kantong yang ia bawa di punggung. Dengan teliti Luke mengambil ancang-ancang untuk melesatkan serangan. “Berhasil,” teriak Luke sembari mengangkat ikan yang berhasil ia tangkap. Ketiga temannya berhenti berlari saat mendengar teriakan Luke. Mereka menatap takjub kemampuan Luke yang luar biasa. Husel, Domingo dan Wisky melupakan sejenak rusa yang mereka buru. Keberhasilan Luke menangkap ikan jauh lebih menarik dari seekor rusa. “Wah, kau hebat, Luke. Malam ini kita akan makan ikan,” seru Domino. “Aku sudah tidak sabar membuat api lalu memanggangnya,” kata Wisky antusias. “Aku sudah bosan makan daging rusa, tidak masalah sesekali makan ikan,” ujar Husel sembari mengambil ikan tangkapan Luke. Luke kembali melancarkan aksinya menangkap ikan dengan bambu runcing.  Husel, Wisky dan Domino ikut membantunya. Terkadang mereka tertawa melihat Domino yang terpeleset hingga sekujur tubuhnya basah kuyup. Luke merasakan bagaimana hangatnya persahabatan mereka. Ia ingin hidup seperti ini, Luke ingin melindungi orang-orang terdekatnya. Ya, aku harus kuat untuk bisa mendengar tawa mereka. Suatu hari nanti aku akan melindungi mereka dengan kekuatanku sendiri. Hari semakin gelap. Api sudah menyala menghangatkan badan ketiga sekawan ini. Ikan hasil tangkapan mereka hari ini sedang dipanggang di atas api.  Luke menatap kobaran api yang terus membesar ketika Wisky menambahkan ranting kecil yang kering. “Aku belum memikirkan untuk kembali pulang,” ujar Wisky setelah duduk di atas batu kecil berbentuk bulat sempurna. Batu hitam yang mereka dapatkan di dekat sungai tadi. “Kau masih marah dengan orang tuamu?” tanya Luke sembari membalikkan sisi ikan yang masih mentah. Wisky memalingkan wajahnya. Ia sendiri terlalu takut untuk disakiti dan dikecewakan lagi. “Sampai kapan kau akan tinggal di markas?” tanya Domino. Sudah tiga hari Wisky menempati markas mereka. Beruntungnya selama tiga hari ini tidak ada hujan dan angin kencang. Selamatlah markas tua mereka dari kehancuran. “Aku belum menentukannya,” gumam Wisky lalu menundukkan kepala. Husel yang berada di sampingnya hanya menepuk pundah Wisky. “Tempat ini tidak layak huni ketika hujan dan musim salju. Sepertinya kita harus memperbaiki markas itu segera,” usul Luke membuat mereka bertiga kompak menatapnya. Husel, Wisky dan Domino ikut menatap markas tua yang berada di belakang mereka. Luke benar, jika ada salah satu dari mereka ingin tinggal setidaknya rumah itu harus diperbaiki dulu. “Yosh, besok kita akan perbaiki markas tua itu. Siapa pun dari kita berempat boleh tinggal di sini sesuka hati,” kata Domino seraya mengepalkan tangannya. “Aku setuju,” kata Husel dan diangguki oleh Luke dan Wisky. Tepat saat fajar menyingsing keempat anak remaja itu bergegas mencari bahan-bahan. Luke dan Husel menjadikan jerami yang ada di dalam rumah tua itu sebagai atap. Mereka mengikat jerami-jerami pada sebuah kayu menggunakan akar dari pohon yang memiliki akar menggantung. Husel dan Domino mencari ranting pohon untuk dijadikan rangka atap rumah. Mereka bekerjasama tanpa mengenal lelah. Fuu yang sejak tadi berada di atas pohon hanya bisa tersenyum tipis. Angin berhembus membuat Fuu kembali bersandar pada batang pohon. “Suatu hari nanti anak itu akan memberikan kedamaian di kawasan ini,” kata Fuu. Kerangka sudah siap, Luke dan Husel membantu kedua temannya memasangkan atap jerami. Luke mengusap keringat yang mengalir dari dahinya. Ia menyesal tidak mengindahkan ucapan Megi untuk sarapan terlebih dahulu. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi. “Aku mendengar ada tangisan dari perutmu, Luke,” ujar Domino membuat Luke malu. Suara perutnya yang lapar sampai di dengar oleh teman-temannya. “Ya, kau benar. Aku merindukan sup jamur buatan ibu. Kau tahu rasa supnya seperti kaos kaki yang tidak pernah dicuci, tapi aku tetap menghabiskannya,” kata Luke membuat ketiga temannya tertawa. Mereka saling berbagi cerita tentang makanan aneh yang pernah mereka makan.  Luke melupakan sejenak rasa laparnya ketika mereka kembali tertawa. *** Tepat sebelum matahari terbenam pekerjaan mereka akhirnya selesai. Mereka tidak perlu takut markas itu akan kebocoran saat musim hujan tiba. “Aku harus pulang, sampai bertemu besok,” kata Domino sembari melambaikan tangannya. Ia berlari begitu cepat. Menghilang dari pandangan teman-temannya. “Aku juga harus pulang.” Husel berdiri membersihkan pakaiannya dari debu. “Sampai bertemu besok, Luke, Wisky,” ujar Husel lalu berjalan santai meninggalkan markas. Tinggal Luke dan Wisky yang masih bertahan. Sejujurnya Luke tidak tega membiarkan Wisky sendiri di markas. “Pulanglah, Luke. Ibumu pasti mengkhawatirkan dirimu di rumah. Aku akan baik-baik saja di sini. Rumah ini sudah diperbaiki, jadi aku akan tinggal di sini untuk sementara.” Wisky menepuk pundak Luke. “Aku masuk dulu.” Wisky meninggalkan Luke di luar.  Melihat Wisky yang sudah masuk akhirnya Luke memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu. “Selamat malam Wisky. Kita akan bertemu besok,” teriak Luke. Ia segera berlari pulang ke rumahnya. Luke sudah tidak sabar menyantap makanan buatan Megi. *** “Apa?” Luke berteriak dengan mata melotot saat Megi dan Efan membicarakan tentang Festival. Saat ini mereka bertiga berada di meja makan. Efan sedang minum air sementara Megi sedang mengumpulkan piring kotor. “Iya, sebentar lagi gerhana bulan akan tiba. Festival Redmoon akan diselenggarakan.” Efan meletakkan gelasnya di atas meja lalu menatap Luke lekat. “Ketika matahari, bumi dan bulan berada di satu garis sejajar maka Moon Godness akan memberikan berkatnya. Apa kau akan pergi?” tanya Efan membuat Luke berpikir ulang. Mega menghentikan gerakan tangannya lalu menatap Luke lekat. “Aku belum  tahu,” jawab Luke membuat Megi dan Efan saling bertatapan. “Aku tidak benar-benar tertarik dengan festival itu,” lanjutnya. “Tidak masalah. Kau tidak harus datang, banyak orang aneh yang akan kautemui. Terkadang itu tidak menyenangkan,” ucap Megi lalu pergi membawa semua piring kotor. “Semua  keputusan ada padamu, Luke.” Efan meninggalkan Luke sendiri di meja makan. Cukup lama Luke berdiam diri sampai akhirnya ia membulatkan tekadnya. “Aku harus bertemu dengan Master dan memberitahu teman-teman,” gumamnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN