14. Yang Sebenarnya

1244 Kata
Begitu memulangkan Alice, Damian segera memacu kendaraannya menuju kediaman mewah keluarga Alexis. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Tentu saja Om Charles akan melimpahkan semua kesalahan kepadanya. Namun, alih-alih menghindar, Damian justru memberanikan diri untuk menemui pria itu secara langsung. Dia juga perlu menjelaskan segalanya. Segala permasalahan yang terjadi. Tak kurang dari lima belas menit perjalanan, dia telah sampai di rumah mewah itu. Damian lantas memarkirkan mobilnya di pelataran dan bergegas untuk masuk. Namun, sebelum itu Damian juga memastikan penampilannya telah sempurna. Dia tidak ingin terlihat konyol di hadapan Om Charles. Ting tong! Pria itu menekan bel rumah sebentar. Dan tidak butuh waktu lama seorang pelayan paruh baya datang untuk membukakan pintu. Beliau mempersilahkan Damian untuk masuk. "Tuan Damian, masuk lah. Tuan Charles dan Nyonya Alexis sudah menunggu anda di dalam," ucapnya. Damian mengangguk singkat. Pria itu membetulkan kancing kemejanya sebentar, baru lah mengayun langkah memasuki rumah. Sampai di ruang tamu, pria itu sudah disambut oleh tatapan tajam yang Charles layangkan kepadanya. Juga dengan wajah sedih Alexis yang tampak terduduk lemas di atas sofa. Dia tersenyum miring. Entah apa yang sudah Alexis katakan kepada Om Charles beberapa saat lalu. Akan tetapi, dia sungguh yakin jika gadis itu menjadikan dirinya sebagai tameng atas kesalahan yang telah diperbuat. "Duduk lah!" seru Charles bahkan sebelum Damian buka mulut. Pria itu lantas menurut. Dia duduk di seberang Charles, memandang kedua manusia itu dengan bergantian. "Saya pikir tanpa menjelaskan pun kau sudah tahu apa yang membuatmu harus datang ke sini, Damian." Damian mengangguk singkat. "Ya, saya tahu alasannya," jawab pria itu. Charles tersenyum simpul. Bahkan, di saat seperti ini saja Damian masih bisa mempertahankan sikap dinginnya. "Lalu, apa yang ingin kau pertanggung jawabkan atas sakit hati putriku? Apa yang bisa kau berikan untuk membayar atas apa yang kau perbuat, Damian?!" Pria itu mengangkat wajahnya, memandang Charles dengan Alexis secara bergantian. Lalu, tersenyum tipis. "Bertanggung jawab untuk apa? Atas dasar apa Om meminta saya bertanggung jawab?" Dia balik bertanya, kini justru dengan nada sedikit menyebalkan. Charles yang mendengar itu pun menggeram tertahan. Kedua tangannya sudah mengepal erat. "Kau masih bertanya untuk apa harus bertanggung jawab, hah? Setelah kau memutuskan Alexis secara sepihak dan memilih mendekati pelayan rumahmu itu? Ck! Apa kau sudah tidak punya harga diri, Damian? Kau meninggalkan Alexis hanya demi pelayan kampungan itu dan sekarang kau masih tanya untuk apa? Jangan g i l a, Damian!" Untuk sejenak Damian mengalihkan pandangannya pada Alexis. Jadi itu alasan yang Alexis bilang kepada Om Charles? Memalukan sekali. "Apa Alexis mengatakan semuanya?" tanya Damian mulai menurunkan nada bicaranya. "Ya. Alexis telah menceritakan semua keburukan mu! Dia telah menceritakan semua sikap b u r u k mu kepadaku." "Apa Om yakin dia telah menceritakan semuanya?" tanya Damian lagi. "M-maksdumu?" Hening. Damian melirik Alexis dengan senyum miringnya. Sementara Alexis sendiri tampak tidak nyaman dengan tatapan itu. "Iya, semuanya," sambungnya berdiri. Damian berjalan mendekat ke arah Alexis, lalu membanting tubuhnya di sebelah gadis itu. Memeluk bahu Alexis dengan erat seraya melempar senyum yang terlihat begitu manis namun menyimpan banyak arti. Bisa dia rasakan kedua bahu itu bergetar. Damian yakin Alexis ketakutan. Wanita itu pasti khawatir jika dia akan mengatakan yang sebenarnya. "Biar saya perjelas, Om. Mungkin, Alexis baru menceritakan setengah dari semuanya. Dia belum selesai menceritakan kronologinya secara lengkap. Bukan kah begitu, Sayang?" tanyanya melirik Alexis. Damian kembali memamerkan senyum manisnya seraya mengangkat sebelah alis. Alexis yang merasa tertekan pun mengangguk patuh, dia memandang sang papa dengan raut ketakutan. "I—iya, Pa. Damian benar, aku belum menceritakan semuanya." "Kalau begitu ceritakan semuanya, Alexis. Papa perlu tahu. Apa lagi rencana pernikahan kalian akan berlangsung sebentar lagi. Jangan main-main kalian!" serunya. "Ayo, Sayang. Ceritakan semuanya. Papamu perlu tahu soal itu ..." Damian berujar. Namun, bukannya segera buka suara, Alexis justru meneguk ludahnya dengan susah payah. Wanita itu menggeleng pelan. Bagaimana mungkin dia bisa menceritakan semuanya? Itu sama saja dia bunuh diri. Bisa-bisa sang papa menghajarnya habis-habisan karena sudah membuat malu keluarga. Iya, meskipun selama ini Charles juga tahu pergaulan Alexis sangat bebas. Terlebih dengan profesinya yang sebagai model itu. Namun, Charles sangat membenci sebuah perselingkuhan. Pria itu tidak peduli dengan one night stand atau kencan semalam lainnya. Namun, jika hal itu sudah menjurus dalam sebuah perselingkuhan, dia pasti tidak akan tinggal diam. "Honey, kenapa diam saja? Papamu sudah menunggu. Ayo katakan yang sebenarnya ..." Damian kembali bersuara, kali ini nada bicaranya terdengar sedikit mendesak. Membuat Alexis merasa frustrasi dan ingin berteriak saat itu juga. "A-aku ... aku tidak bisa mengatakannya!" jawab Alexis cepat. Gadis itu menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangan. "Apa ini? Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau tidak bisa mengatakannya, Alexis? Katakan yang apa yang sebenarnya terjadi, papa perlu tahu soal ini. Apa benar Damian sudah mengkhianati kamu. Katakan, Alexis!" Charles yang tidak paham pun memandang Damian penuh tanya. Dia hanya ingin tahu yang sebenarnya terjadi, bukan malah dibuat bertanya-tanya seperti ini. "Damian, sekarang katakan kepada Om apa yang sebenarnya terjadi. Jelaskan sejelas-jelasnya. Om tidak ingin dengar ada yang disembunyikan lagi! Hubungan kalian sudah bukan permainan, sebentar lagi kalian akan menikah. Kau tahu itu kan!" Damian mengangguk pelan. Pria itu melepaskan pelukannya pada bahu Alexis dan berdiri. Dia memandangi Charles dengan senyum hambar. "Seharusnya hal ini bisa menjadi pertimbangan apakah pernikahan ini bisa dilanjutkan atau tidak. Karena, apa yang putri anda lakukan sudah di luar batas, Om. Ah ya, mungkin hal ini terkesan biasa untuk wanita yang bekerja sebagai model. Namun, ini terasa menyakitkan untuk saya." Damian menjeda ucapannya sebentar. Dia melirik Alexis yang masih duduk menundukkan wajahnya. Kedua jemari itu saling bertaut dan m e r e m a s. Terlihat juga keringat dingin yang mulai membasahi dahinya. Damian tahu, Alexis pasti ketakutan. "Bukan kah anda sendiri yang mengatakan jika ada hal yang tidak bisa dimaafkan, jawabannya adalah perselingkuhan. Kalau begitu, saya juga sependapat dengan anda. Saya paling tidak bisa memaafkan sebuah perselingkuhan. Karena, yang namanya pengkhianat sampai kapan pun akan tetap menjadi seorang pengkhianat. Termasuk putri anda!" serunya. Seketika Charles bangkit. "Apa maksud kamu, Damian! Jangan sembarangan bicara. Alexis tidak mungkin melakukan itu. Jangan memutarbalikkan fakta!" serunya lantang. Namun, Damian hanya membalas dengan senyuman tipis. "Kalau begitu, tanyakan kepada putri anda sendiri. Siapa yang sebenarnya berselingkuh, saya atau dia. Dan satu lagi, saya tidak pernah berselingkuh atau menjalin hubungan dengan pelayan saya. Jika anda memang papa yang baik, silakan didik anak anda dengan baik juga. Dia masih memerlukan banyak sekali bimbingan," ujarnya. Damian meraih ponsel miliknya yang semula diletakkan di atas meja. Pria itu berniat untuk pergi. "Kalau begitu saya permisi dulu, Om. Oh ya, satu lagi. Kalau anda memerlukan video perselingkuhan itu, saya bisa mengirim rekaman CCTV di kamar mandi lokasi pemotretan saat ini juga. Anda bisa melihatnya sendiri betapa liarnya putri kecil anda ini saat bermain dengan pria lain. Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya permisi." Dia melangkah pergi dengan senyum seadanya. Jujur, Damian merasa bersalah karena sudah mengungkapkan semuanya. Namun jika tidak, mau sampai kapan? Alexis tidak sekali dua kali berbuat seperti itu. Dia gampang sekali memutarbalikkan fakta. Jika dirinya terus mengalah, maka Alexis akan merasa menang. Dia akan menggunakan hal yang sama untuk mempertahankan hubungan mereka, dan semua itu salah. Tepat ketika Damian melangkah pergi, tatapan Charles tertuju pada gadis yang masih menunduk dengan isak tangis yang terdengar lirih itu. Dia berjalan mendekat, menarik lengan Alexis dengan kasar. "Sekarang katakan, katakan kepada papa apa yang diucapkan Damian itu benar. KATAKAN, ALEXIS!!" teriaknya lantang. Kedua bahu Alexis bergetar. Wanita itu semakin terisak. Lalu, mengangguk lemah. "Maaf, Pa ..." lirihnya seketika membuat Charles terduduk lemas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN