Semalaman aku tidak bisa tidur. Setiap kali aku menutup mata, hanya wajah Mas Natan yang sedang tergolek lemah di rumah sakit yang terlintas. Rasa bersalahku ini benar-benar membunuhku. Aku ingin mas Natan baik-baik saja. Pagi ini aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit guna menjenguk Mas Natan. Aku berharap Mas Natan sudah siuman dan dia benar-benar tidak apa-apa. Aku mengetuk pintu kamar rawat Mas Natan, tak lama kemudian Adik Mas Natan membukakan pintu. “Hai,” sapaku padanya seraya menyinggungkan senyum. “Kina,” sapanya tampak sedikit terkejut. Detik berikutnya iya mempersilakan aku masuk. Dengan ragu-ragu aku memasuki ruangan tersebut sambil menengok ke arah mas Natan yang masih terlelap. Aku harap dia tertidur, bukannya pingsan ataupun koma. Pandanganku terarah pada sosok