Info dari Nenek

1202 Kata
"Padahal aku baru saja sampai, tapi ibu sudah mau pergi?" keluhku dengan sedikit kecewa. Saat aku tiba di rumah nenek pagi ini, ibu sudah terlihat sangat rapih. Rupanya ibu baru saja akan pergi bersama Om Hendra. "Iya, maafkan ibu! Ibu tidak enak jika harus membatalkan janji. Nanti ibu usahakan pulang cepat ya." Jawab ibu, yang sedang tergesa-gesa. "Aku harus menunggu ibu sampai pulang?" Tanyaku ragu. "Iya, sekalian saja temani nenek." Sahut ibu. "Sudah yah ibu pergi dulu." Pamitnya dengan berlari kecil. Jadi sedikit menyesal telah datang kesini, sama saja aku akan bosan-bosan juga. Apa mungkin aku kerumah ayah saja? Menunggu agak siangan setelah ayah selesai narik, sepertinya aku akan ke rumah ayah saja. Aku menghampiri nenek yang sedang berbaring di kamarnya. Aku terduduk di bibir ranjang, ku pijat kakinya secara perlahan. Menyadari kedatanganku, nenek lantas membalikan badannya dan mengahadap kearahku. "Bagaimana rasanya jadi pengantin baru?" Tanya nenek coba menggodaku. "Ih, nenek." "Ibumu sudah pergi?" Tanya nenek lirih. "Sudah, baru saja." Jawabku, dengan tangan yang masih memijit kakinya. "Sempet ngobrol tidak dengan ibumu?" nenek kembali bertanya. " Nggak, ibu sangat terburu-buru. Kami bahkan belum sempat mengobrol sedikit pun." Jawabku dengan perasaan kecewa. " Semalam ibumu bilang pada nenek, kalau bulan depan dia akan menikah dengan Hendra." seloroh nenek dengan pandangan kosong tanpa melihatku. Aku spontan menghentikan tanganku yang sedang memijat. "Bulan depan? Menikah?" gumamku sedikit terkejut. "Ya, semalam ibumu bicara pada nenek. Dia akan menikah secara sihir dengan Hendra. Dia meminta ijin pada nenek untuk mengadakan acara di rumah ini." Ucap nenek yang sekarang menatap kearahku. "Aku tidak terlalu kaget sebenarnya nek, hanya saja ternyata secepat ini. padahal belum terlalu lama aku menikah." Ucapku membalas tatapan nenek. "Mungkin ini memang rencana yang sudah ibumu pikirkan sejak awal ." rupanya pemikiran nenek sama dengan pemikiranku. Jujur saja ada rasa kecewa didalam hati ini, akhirnya ibu menikah juga dengan laki-laki beristri yang menjadi penyebab hancurnya keluargaku dulu. Sesaat aku tenggelam dalam lamunanku sendiri, aku menbayangkan semua yang telah terjadi pada hidupku berubah 180° jauh dari apa yang ada dalam angan-anganku. Keluarga bahagia yang aku rasakan dulu telah lama hilang, semua rencana indah yang aku rangkai pun harus hancur berantakan. Aku berjalan mengikuti alur yang tidak pernah ada dalam rancangan yang aku buat. Ibu meninggalkan kami dan menyakiti ayah demi cinta pertamanya, bahkan impianku untuk membahagiakan ayah dan ibu harus pupus karena aku yang jatuh sakit. Pada akhirnya aku pun harus menikah dengan orang yang awalnya sama sekali tidak aku cintai. Itulah garis hidupku, semua rencana yang aku buat tidak akan pernah menang dengan segala sesuatu yang telah tuhan gariskan. Aku mencoba berdamai dengan keadaan, itu satu-satunya cara agar aku bisa hidup bahagia. Seperti yang pernah ayah sampaikan, dia tidak pernah membenci ibu. Semua yang terjadi padanya sudah ayah terima dengan ikhlas. Bahkan ayah selalu berdoa akan kebahagian ibu. Begitu pun aku, aku ikhlas dengan jodoh yang sudah digariskan untukku, walaupun awalnya bukan laki-laki yang aku harapkan. Tapi aku menerima rumah tangga ini, berusaha mencintai suamiku sekarang, aku ingin meraih kebahagianku. Dengan pernikahan ibu dengan Om Hendra pun sama, aku akan berusaha untuk menerimanya. Mengharapkan kebahagian untuk ibu, jika memang itu yang dapat membuatnya bahagia. "Nek, aku tidak menunggu ibu sampai pulang yah." Ucapku pada nenek, setelah kembali tersadar dari lamunan. "Kenapa, nenek kira teteh mau menunggu ibu pulang?" Nenek balik bertanya. "Teteh takut ibu akan pulang telat, soalnya teteh harus pulang sebelum Mas Doni pulang nek." aku beralasan. "Oh, iya sudah. Nenek kira Doni akan menjemput kesini?" Nenek kembali bertanya. " Tidak nek, aku pulang sendiri saja. Aku tidak mau merepotkan Mas Doni." mencoba menjelaskan perlahan pada nenek. "Tapi nenek tidak apa-apa sendiri dirumah?" Tanyaku memastikan. "Tidak apa-apa. Nenek sudah terbiasa sendiri." Jawaban nenek malah membuatku kasihan padanya. Tapi rencananya aku ingin ke rumah ayah dulu sebelum pulang. Sengaja aku tidak memberi kabar kedatanganku pada ayah. Jika nanti ternyata ayah belum pulang, biarlah aku tunggu sejenak diteras rumah. Sesampainya aku dirumah ayah, ayah sudah ada dirumah dan sedang merapihkan beberapa tanaman yang ada di halaman. "Assalamualaikum" "Waallaikumsalam" ayah mendongakkan kepala dari posisinya yang sedang membungkuk. Ada gurat senyum dari bibir ayah saat melihat kedatanganku. "Sedang apa yah?" Aku berjalan mendekatinya. Ayah bangun dari posisinya dan mengibaskan tangan yang kotor karena tanah pada celananya. "Iseng aja ini, dari pada bengong jadi rapihin tanaman." sambil merangkul pundakku dan menuntun aku berjalan ke dalam rumah. "Ayah tumben jam segini sudah ada dirumah?" Tanyaku yang baru menyadari keanehan itu. "Ayah nggak pergi narik hari ini." Jawab ayah. "Loh, kenapa? Apa ayah sakit?" Tanyaku khawatir. "Tidak, ayah sehat. Lagi pingin istirahat saja." Jawab ayah menenangkanku. "Benar ya? Kalau ayah sakit, katakan pada teteh. Ngomong-ngomong si Neng nggak ada? Kemana yah?" Tanyaku, menolek kiri kanan mencari keberadaan adik perempuanku satu-satunya itu. "Neng, tadi pagi pergi. Ada panggilan interview pekerjaan." Jawab ayah sambil duduk dengan remote ditangan. Aku menyusul ayah duduk di bangku panjang depan TV, menonton siaran di TV yang baru ayah nyalakan. Sesekali ada obrolan ringan antara aku dan ayah disela-sela siaran TV berlangsung. Waktu tak terasa sudah menunjukan pukul tiga sore, sebenarnya niat awal ingin menunggu sampai Rani adikku pulang -- ingin mengetahui bagaimana hasil test interview-nya hari ini. Tapi aku takut nanti jadi terlalu sore, sedang kan aku ingin sudah sampai dirumah sebelum Mas Doni pulang. "Yah, teteh pamit pulang. Nanti sesekali ayah main atau menginap kerumah yah!" Ucapku pada ayah, setelah bersiap untuk pulang. "Iya nanti ayah main." Jawabnya. Perjalanan dari rumah ayah menuju rumahku, membutuhkan waktu kurang lebih empat puluh menit-- dengan dua kali naik turun angkutan umum dan keadaan jalan yang tidak macet. Mumpung ada diluar aku membeli beberapa makanan untuk makan malam nanti. Saat sedang dalam perjalanan di angkutan yang kedua, terdengar suara notif pesan masuk di handphone ku, [Teh, masih dirumah nenek atau sudah pulang? Maaf ya, sepertinya ibu akan pulang malam] "Aku sudah jalan pulang bu. Iya, nggak apa-apa, lain kali aja aku main lagi." Jawabku. [Besok ibu main kerumah teteh yah? Ada yang mau ibu bicarakan.] "Iya bu, teteh tunggu." Jawabku. Untung saja aku tidak jadi menunggu ibu sampai pulang. Benar dugaanku ibu akan pulang terlambat. Sepertinya besok ibu akan membicarakan perihal pernikahannya dengan Om Hendra. Biar kita lihat, apa rencana ibu mengenai pernikahannya itu. Sesampainya dirumah, tidak banyak yang bisa aku kerjakan. Seluruh rumah masih dalam keadaan sangat rapih. Ku putuskan untuk membaringkan badan disofa panjang depan TV, lama kelamaan rasa kantuk menghampiri dan membuatku terlelap. Aku terperejat bangun dari tidurku, saat mendengar suara panggilan telepon masuk. Belum sempat aku angkat, panggilan tersebut sudah berhenti. Kulihat layar handphone terdapat satu missed call dari Rani. Kulihat jarum jam sudah menunjukan pukul lima sore, rupanya aku terlelap cukup lama. Aku lebih memilih untuk terlebih dahulu mandi, menunda menelpon balik Rani –– Sebelum Mas Doni lebih dulu sampai di rumah. Pukul setengan enam sore Mas Doni belum juga sampai. Biasanya pukul lima lewat sedikit Mas Doni sudah sampai dirumah. Sempat ingin mengirim pesan pada Mas Doni, untuk menanyakan dimana keberadaannya. Tapi belum sempat aku mengirimnya, aku teringat ucapan Mas Doni semalam –– saat kami sedang bersantai diteras. Kenapa aku bisa lupa, padahal Mas Doni sudah bilang, kalau hari ini dia akan pulang terlambat karena ada urusan lain diluar pekerjaannya. Akhirnya kuurungkan niatku, dan melanjutkan aktivitasku berbaring sambil menonton siaran TV.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN