Benar-benar hari yang sangat melelahkan. Aku dan Mas Doni sudah menyerah dengan apa yang terjadi diluar, kami berdua memutuskan untuk masuk kamar dan beristirahat. Diluar sebenarnya masih banyak para pekerja yang sibuk dengan pekerjaan sisa pesta tadi siang. Tapi biarkan saja pastinya sudah ada yang menangani mereka, sekarang aku hanya ingin lekas tidur. Tidur malam ini pastinya sangatlah berbeda dengan malam-malam sebelumnya, selain karena berada dalam kamar yang sangat indah dan harum karena hiasan bungan yang memenuhi ruangan, juga saat ini ada seseorang yang akan selalu menemani tidurku.
Entah kapan perasaan itu datang? tapi nyatanya tanpa aku sadari cinta itu nyata menghampiriku, perasaan yang awalnya sama sekali tidak ada, kini sedikit demi sedikit bersemi mulai mengisi hatiku. Semua yang awalnya hanya karena merasa pasrah akan keadaan, kini perlahan tapi pasti dia telah mengisi salah satu sudut dihatiku. Tidak menutup kemungkinan jika lama kelamaan seluruh hati ini bisa terisi oleh cinta pada laki-laki yang saat ini telah menjadi suamiku.
"Mas, kita akan berapa lama ya bermalam disini?" Tanyaku pada Mas Doni yang sedang mengeringkan rambut basahnya dengan handuk selepas keluar dari kamar mandi.
Mendengar pertanyaan dariku, laki-laki itu berjalan menghampiri aku yang sedang menyandarkan punggung diatas ranjang. Membuat posisi yang sama, Mas Doni bersandar tepat disampingku.
"Mungkin dua malam, malam ini sama besok satu malam lagi." Jawabnya. "Memang kenapa dek? Kamu tidak kerasan." Lanjutnya menatapku.
"Ah, bu-bukan begitu mas! Aku kerasan kok. Tempat ini sangat bagus mana mungkin aku tidak kerasan." aku yang merasa salah dengan pertanyaanku "Hanya ada satu hal yang ingin aku tahu saja." Lanjutku mengalihkan tatapan padanya.
"Hemm..apa itu?" Mas Doni yang masih menatapku.
"Bolehkah aku tahu? Dimana nanti kita akan tinggal setelah nanti." Tanyaku dengan nada bicara serendah mungkin. "Apakah kita akan ikut bersama mamih? atau kita akan mandiri? Tanyaku lagi.
"Aku sudah menyiapkan rumah yang nanti akan menjadi tempat tinggal kita berdua." Jawab Mas Doni.
"Berdua?" Singkatku.
"Yah, berdua. Mamih dan Clara Akan tetap tinggal bersama dirumah mamih." Jawab Mas Doni yang seolah mengerti atas pertanyaanku.
Clara adalah anak perempuan semata wayang Mas Doni yang berumur 12 tahun. Kita pernah bertemu satu kali, walaupun saat ini belum terlalu dekat tapi aku yakin lama kelamaan kita akan semakin akrab.
"Oohh.." setelah mendengar jawabnya aku mengalihkan tatapanku, kali ini aku lebih memilih untuk menundukan pandangan. Tak ada obrolan lagi, tetiba suasana menjadi hening, Entah mengapa suasana menjadi tampak canggung? aku tak berani untuk menoleh lagi kearahnya.
Mas Doni masih dengan posisi yang sama, menatap kearahku, betapa terkejutnya aku kemudian tangannya memungut daguku, secara perlahan mengarahkan wajahku untuk kembali menatapnya. Mata tajamnya menatap dalam mataku, sehingga mata kami saling beradu, sungguh jantung ini dibuat berdegup kecang olehnya. Secara perlahan wajahnya mendekati wajahku, kami benar-benar sangat dekat, bahkan kedua ujung hidung kami hampir saling bersentuhan.
"Kamu memang cantik, sejak awal aku melihatmu kamu sudah membuatku jatuh cinta" lirih Mas Doni dengan jarak wajahnya yang sangat dekat, bahkan hembusan yang keluar dari mulutnya saat bicara dapat aku rasakan. Tatapan mata-nya beralih sedikit kebawah melihat kearah bibirku, kemudian bibirnya memangut lembut bibirku. Mataku membulat penuh karena gugup, tapi sentuhan yang lembut membuatku terbawa menikmatinya, mataku lambat laun terpejam merasakan kelembutan bibirnya, nafasku pun semakin tak beraturan ditambah detak jantung yang semakin berdegup kencang. Malam itu kami berdua akhirnya larut dalam peraduan kami, pelepasan demi pelepasan dengan lembut tercipta.
***
Pagi yang terasa sangat berbeda, apalah gerangan yang membuat hati ini terasa berbunga-bunga. Sudah lama sekali aku tidak merasakan suasana hati seperti ini, rasanya dunia benar-benar sangat indah.
"Dek, habis sarapan kita kerumah Mamih yah! Ajak Mas Doni.
"Oh, iya mas." Aku mengangguk setuju.
"Ya sudah, sekarang kamu mandi duluan sana! Aku mau ke dapur bikin kopi dulu." Mas Doni mencium keningku lalu bangun dari ranjang. Aku yang tak ingin membuat Mas Doni meminta untuk kedua kali bergegas bangun dan mandi.
Aku melemaskan otot-otot yang menegang sisa pesta kemarin dengan mandi air hangat, hasilnya badan kembali terasa segar. Dengan masih menggunakan handuk yang menutupi rambut basah dikepala, aku menyusul Mas Doni di dapur, untuk memintanya bergantian mandi.
"Mas, aku sudah selesai. Kamu mau langsung mandi?" Seruku.
"Iya dek, bentar." Ucap Mas Doni yang masih fokus dengan ponselnya.
"Ada apa mas? Kok serius banget?" Tanyaku penasaran.
"Nggak ada apa-apa dek, ini cuma ada chat dari mamih." Jawab Mas Doni. "Okeh, aku mandi dulu. Kamu sarapan duluan saja dek! Aku sudah ngopi nggak sarapan kaya-nya." Mas Doni melanjutkan sambil berlalu menuju kamar.
Hari itu seharian penuh kami berdua menghabiskan waktu dirumah mamih, kebetulan seluruh anggota keluarga Mas Doni juga masih berkumpul disana, menjadikan waktu yang tepat untukku lebih mengenal semua anggota keluarga. Selama disana aku berusaha untuk mendekatkan diri pada Clara. Aku masih berusaha untuk mendekatinya secara perlahan berharap anak berumur 12 tahun itu membukakan hatinya untuk aku sejauh ini aku rasa komunikasi aku dan Clara berjalan lancar dan cukup baik.
Dari sepuluh adik beradik yang kumpul, hampir semuanya menyambutku cukup baik. Walaupun ada salah dua dari mereka yang sedikit cuek atas keberadaanku. Aku mencoba berpikir positif, semua dirasa sangatlah wajar mengingat kami belum terlalu mengenal. Aku berharap kedepannya semua akan berjalan dengan baik, tidak akan ada hambatan yang datang dari keluarga yang dapat mempengaruhi tumah tangga kami.
"Semuanya kami pamit, penganten baru mau bulan madu dulu ya." Seloroh Mas Doni saat pamit pada semua anggota keluarga nya.
"Ha..ha...ha." disambut riuhnya tawa semua yang mendengar.
Aku yang berada tepat disamping Mas Doni hanya bisa tersenyum malu mendengar candaannya.
Malam itu sudah menunjukan pukul setengah sembilan, kami berdua berjalan pulang kembali menuju tempat kami menginap semalam. Ini malam kedua bermalam di sana, rencananya besok mas Doni akan mengajakku untuk mulai menempati rumah yang sudah Mas Doni siapkan untuk kita tinggalin nanti. Sedangkan, esok harinya Mas Doni sudah mulai kembali aktif bekerja, dan saat itulah rutinitas kami sebagai suami istri baru akan dimulai.
Sesampainya ditempat tujuan kami langsung menuju kamar untuk membersihkan diri, Mas Doni yang terlebih dahulu pergi mandi lalu disusul aku belakangan. Belum sempat aku keluar kamar mandi, Mas Doni mengetuk pintu. Saat aku sedikit membuka pintu, Mas Doni menyodorkan tangannya yang sedang memegang tas jinjing, entah apa isinya.
"Pakailah ini." Mas Doni mintaku memakai barang yang berada di dalam tas jinjing tersebut.
Aku tak menjawab, aku sambut tas itu dengan raihan tanganku. Setelah selesai aku menjadi ragu untuk keluar kamar mandi, rasanya malu sekali, apakah aku yakin akan keluar dengan menggunakan baju yang Mas Doni beri ini. Di tengah aku yang masi ragu untuk keluar kamar mandi tiba-tiba terdengar lagi ketukan pintu kamar mandi.
"Dek, kamu belum selesai?" Seru Mas Doni yang ada dibalik pintu.
"Iya Mas ini baru selesai." Jawabku.
Dengan malu-malu aku memberanikan diri keluar dari kamar mandi, kulihat mas Doni sudah duduk bersandar di atas ranjang. Melihat aku yang keluar dari kamar mandi, dua mata mas Doni tidak berhenti menatapku, matanya bahkan tidak berkedip sedikit pun, itu membuatku menjadi tambah salah tingkah.
Baju yang tadi diberikan mas Doni sangatlah tidak biasa aku gunakan. Baju tidur transparan berwarna krem dengan belahan d**a yang sangat rendah ditambah panjangnya yang bahkan tidak sampai menutup lutut. Tatapan matanya masih tetap lekat menatap kearahku yang sedang berdiri mematung malu, Mas Doni menepuk-nepuk pelan ranjang dengan telapak tangannya, dia mengisyaratkan agar aku segera duduk disampingnya dengan malu aku mengikuti keinginannya.
Tanpa intro yang bertele-tele, malam yang penuh gairah kita lalui lagi, bahkan lebih panas dibanding malam sebelumnya. Kami berdua benar-benar dibuat mabuk kepayang oleh gairah yang ada. Keringat membasahi seluruh tubuh, kecupan demi kecupan bahkan menghujani setiap senti tubuhku. Mas Doni benar-benar membuatku gila karenanya, cinta yang tadinya sama sekali tidak ada lalu terisi sedikit di sudut hatiku bahkan saat ini cinta itu telah mengisi seluruh jiwa ragaku. Aku telah memberikan segalanya, hati dan jiwaku.
"Aku sangat mencintaimu, kamu benar-benar menbuatku gila karenamu." Ucap Mas Doni lirih berbisik ditelingaku, membuat tubuh ini menggeliat karenanya.
"Aku juga sangat mencintaimu mas" balasku masih sedikit malu-malu.
Melihatku menjawab dengan malu-malu, nyatanya membuat Mas Doni bertambah gemas, tanpa bisa ia tahan ia kembali memangut bibirku dengan lembut, entah sudah sentuhan yang ke berapa kali dimalam ini.
Setelah merasa lelah dengan segala pelepasan yang terjadi, akhirnya kami tertidur dengan saling memeluk satu sama lain. Berharap mimpi indah menyapa dalam tidur kami berdua.