Chapt 5. Familiarity with Each Other

1608 Kata
…             Setelah pembicaraan panjang dalam rapat pagi yang sengaja mereka sempatkan sebelum sarapan, Dyrga memutuskan untuk mengakhiri rapat. Dia keluar bersama dengan Dyrta. Namun Arash dan Gaza memilih untuk tetap disana dengan alasan merapikan beberapa dokumen tertinggal.             Arash melirik Gaza yang tampak berpikir. “Aku dan Aiyaz harus menghadiri acara pesta itu. Kita tidak bisa menghindarinya, Gaza.” Arash mencoba untuk mengingatkan sekali lagi pada Gaza, jika pesta besar bagi para pengusaha yang terdaftar tidak boleh ditolak sembarangan.             Gaza hanya bisa menghela panjang nafasnya saja. Sebab dia sendiri tidak tahu harus bagaimana. Bukan dirinya tidak mau datang, hanya saja dia merasa pesta itu sangat tidak penting. Apalagi dia memiliki jadwal untuk berangkat ke Indonesia. “Bukan aku menolak, Mas. Kau tahu sendiri, aku butuh keseimbangan waktu untuk 2 perusahaan dengan beda Negara.”             Dia menatap lekat sang Abang yang duduk berseberangan meja dengannya. Berulang kali dia menghela nafas hanya karena memikirkan waktu yang bertabrakan.             Arash menyahut kalimatnya. “Dan Gamal tidak bisa diandalkan dalam hal ini. Dia pasti akan keluar dari acara sebelum 30 menit berlalu. Dan kau mau nama perusahaan kotor hanya karena itu?” Dia menutup beberapa dokumen yang ada diatas meja.             Gaza ikut membantu sang Abang membereskan dokumen yang ada disana. “Kalau begitu aku akan meminta Daddy untuk mewakilkan aku,” balasnya asal bicara.             Arash meliriknya dengan seringaian tipis. “Kau ini, tidak mungkin Daddy turun tangan setelah dunia tahu bahwa Althafiance sudah berpindah tangan.” Dia menjawabnya santai dan direspon geli oleh Gaza.             Yah, Gaza paham mengenai aturan dalam undangan pesta besar yang terpilih. Tapi dia sendiri juga tidak bisa memaksakan waktunya untuk berbagi dengan pesta yang sangat tidak dia minati itu. “Aku akan memikirkannya nanti. Sepertinya aku mulai gila dengan pesta konyol seperti itu,” ucapnya lalu beranjak dari duduknya dan membawa beberapa berkas, hendak disimpan ke dalam berangkas rahasia keluarga Althaf yang ada disana.             Arash juga membawa beberapa berkas di tangannya, dia mengikuti langkah kaki sang Adik dengan ekspresi geli. “Jangan terlalu lama. Pesta itu akan diadakan minggu depan, Gaza. Jangan sampai Grandma menasehati kita lagi karena tidak menghormati sebuah undangan VIP,” sahutnya seraya menyindir Gaza yang lebih sering menolak undangan dari manapun.             Gaza memutar malas bola matanya, lalu menekan beberapa nomor disana agar berangkas berbentuk besi dan berlapis kayu di bagian luarnya dapat terbuka. “Seandainya Grandma tahu, jika sebuah pesta adalah keadaan yang sangat membosankan.” Gaza mengutarakan isi berkasnya.             Arash memberi beberapa berkas ke arahnya. “Hey!” Dia meninju pelan lengan kiri Gaza, dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Kau tahu sendiri kalau sebuah pesta selalu mengundang banyak pengusaha cantik. Atau putri bangsawan dari berbagai pengusaha tersohor dari Negeri lain. Tentu saja Grandma mau jika kau terpesona dengan salah satu dari mereka,” jelas Arash sembari berjalan menuju meja kerja atas namanya. Dan dia tidak sadar dengan ucapannya barusan yang juga sangat cocok untuk dilempar untuk dirinya sendiri.             Gaza menaikkan satu alisnya ke atas, melirik Arash sembari merapikan dokumen-dokumen itu di dalam berangkas. “Dan saat aku telah terpesona dengan salah satu dari mereka. Aku akan jatuh cinta padanya. Lalu kami menikah dan memiliki keturunan. Dan kami hidup bahagia selamanya, begitu?” sambung Gaza sembari menahan tawa di mulutnya.             Arash tertawa geli mendengarnya. Dia juga merasa lucu dengan segala keanehan wanita memandang sebuah pesta.             Gaza berjalan ke arah meja kerja miliknya dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Dan setelah itu, aku akan hidup di negeri ala dongeng putri tidur.” Gaza mengambil ponselnya disana.             Arash masih terus tertawa geli mendengar kalimat beruntun Gaza. “Aku pikir, Grandma menginginkan para cucunya hidup ala pangeran dan putri dari negeri dongeng. Mungkin itu cita-citanya yang tertunda,” balasnya semakin membuat candaan.             Gaza meliriknya dengan gelengan kepala pelan. “Dan aku mau, kau jadi pangeran pertama di mansion ini Mas.” Dia melirik Arash.             Arash hanya diam saja dengan kuluman senyumannya. Dia tahu, cucu pertama yang akan dicecar soal pernikahan adalah dirinya. Itu sebabnya Arash juga tidak mengambil pusing mengenai pesta undangan. Dia selalu menghadirinya agar tidak ada bahan nasehat yang mereka dengar dari 3 wanita penguasa di mansion ini.             Mereka melangkahkan kakinya keluar dari dari sana, dan berjalan menuju dapur. Keyakinan mereka saat ini adalah mendengar omelan sebab mereka melanggar perjanjian di hari libur. Yah, setidaknya mereka akan terbiasa untuk hal itu. … Dapur.,             Aiyaz dan Gamal berulang kali membuat lelucon sehingga sang Grandma, Anta terus saja tertawa. “Hey, sudah cukup! Wajah Grandma sampai memerah begitu.” Ayra menatap dua pria itu dengan tatapan tajam dan bibir tersenyum geli.             Sedangkan Aiyaz dan Gamal, mereka juga masih geli mengkhayalkan sebuah keajaiban nyata yang bisa membuat wajah sang Grandma kembali muda seperti dulu.             Chandly yang juga tertawa sejak tadi, dia kembali membuka suaranya. “Kalau wajah Grandma kembali muda. Mommy pikir, kekasih kalian akan berpikir jika kalian memiliki kekasih lain di mansion ini.” Chandly tertawa geli.             Ayra hanya mengangguk, membenarkan hal itu. Dia menutup wajahnya yang tak mampu menahan rasa geli.             Saat mereka tengah tertawa dan bercanda, suara dua pria dari pintu penghubung dapur, terdengar di telinga mereka. “Oh God … Mommy, wajahmu sampai memerah.” Arash berjalan mendekati mereka yang berkumpul di meja dapur. “Jangan katakan kalau kalian tengah membicarakan Daddy?” Gaza turut melihat mereka dengan kening berkerut.             Mereka semua menoleh ke sumber suara. Anta, dia mengernyitkan keningnya melihat yang datang hanyalah Arash dan Gaza. “Kemana Daddy kalian? Grandpa dan cucu kesayanganku kemana?” tanyanya dengan ekspresi wajah mulai berubah.             Arash melirik ke arah Gaza yang berjalan mendekati sang Grandma. “Pagi, Grandma?” Dia mengecup pipi kanan dan kirinya. “Pagi, Sayang Grandma. Kalian ini, lama sekali rapatnya!” Anta merapikan rambut cucunya. Gaza tersenyum dan membiarkan sang Grandma melakukan kebiasaan paginya seperti biasa, yaitu menyisir rambut mereka dengan jemarinya. “Aku pikir Daddy sudah lebih dulu ke dapur. Ternyata belum,” jawab Arash juga berjalan mendekati sang Grandma.             Tidak lupa Gaza menyapa sang Mommy yang sudah menunggunya sejak tadi.             Anta tersenyum, memeluk sang cucu. “Pagi, Grandma?” “Pagi, Sayang. Lain kali, kalau rapat itu malam saja. Jangan pagi begini,” ucapnya menyugar rambut cucunya ke arah belakang.             Arash mengangguk pelan agar nasihat itu selesai dan tidak berbuntut panjang.             Gamal melirik ke arah dua saudara laki-lakinya. “Dimana mereka semua, Mas?” tanyanya sembari memakan kukis coklat yang tersedia disana.             Gaza menyahutnya. “Kami juga tidak tahu. Tadi Daddy lebih dulu keluar dari ruangan. Dan Grandpa … kami tidak tahu dimana mereka,” jawab Gaza dan disahut oleh Arash. “Mungkin Grandpa dan anak gadis itu masih di halaman samping,” jawabnya dan direspon kernyitan oleh Ayra.             Ayra mencari salah satu penjaga yang ada disana. “Pak? Bisa kemari sebentar?”             Mereka melihat apa yang tengah dilakukan oleh Ayra sekarang. Penjaga yang dipanggil berlari ke arah mereka. “Mommy mau apa?” tanya Aiyaz memastikan.             Ayra menghela panjang nafasnya. “Ini seharusnya tugas kalian! Tapi apa kalian mau mencari mereka ke seluruh sudut mansion?!” jawabnya sinis, lalu beralih menatap penjaga yang sudah berdiri disana. “Dih … orang bertanya juga. Malah sewot,” jawab Aiyaz berbahasa Indonesia, mencetak ekspresi kesalnya sembari memakan kukis miliknya.             Arash dan Gaza ikut duduk disana, sembari menunggu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh wanita itu.             Berbeda dengan Gamal yang tertawa mengejek Aiyaz. “Kacang-kacang … kacang satu kilo harganya berapa?” Gamal mengejek lalu bersiul.             Chandly langsung menyahutnya. “Gamal, diam!” ketusnya lalu membuat Gamal terdiam sesaat.             Anta hanya tertawa geli, lalu memeluk sang cucu, Gamal. “Kalian berdua ini apa tidak bisa tenang sedikit, hmm? Jangan pecicilan, tahu tidak?” ucap Anta berbahasa Indonesia, mengecup pipi sang cucu, Gamal.             Gamal tersenyum sembari menggeleng pelan kepalanya.             Aiyaz yang duduk di sisi kiri sang Grandma, dia membuka suaranya. “Pecicilan itu sayur-sayuran yang diberi bumbu kacang. Benar kan, Grandma?” sahut Aiyaz dengan penuh percaya diri.             Anta mengulum senyumannya dan membelai wajah sang cucu. “Itu namanya pecal, Sayang. Beda dong.” Anta memberitahunya, membalasnya dengan bahasa berbeda.             Gamal meledeknya lagi. “Sotoy lu!” balasnya menohok dengan Bahasa Indonesia.             Arash dan Gaza melirik mereka yang bertengkar kecil disana. “Hey!” Arash menatap tajam ke arah mereka.             Aiyaz dan Gamal langsung diam.             Ayra bertanya pada penjaga itu mengenai keberadaan orang-orang yang belum hadir di dapur. Dan penjaga itu mengatakan jika mereka berada di halaman kolam renang.             Ketika Ayra bertanya mereka sedang apa, penjaga itu hanya menggelengkan kepala, mengatakan tidak tahu. Chandly mengatakan pada penjaga itu untuk memanggil mereka agar segera menyusul ke dapur.             Tapi, Arash menahannya dan mengatakan pada sang Mommy jika dia yang akan memanggil Grandpa, sang Daddy, dan ketiga Adik perempuannya. Akhirnya mereka menunggu di dapur sembari memakan kukis, menunggu mereka yang belum hadir sejak tadi. … Kolam renang.,             Mansion Abraham Althaf difasilitasi dengan dua kolam renang. Kolam renang tertutup yang terletak di dalam mansion, tepatnya di lantai 2. Dan kolam renang terbuka yang terletak di halaman samping, berdekatan dengan taman bunga milik wanita bernama Adyanta.             Arash berjalan menyusuri ruangan yang sangat luas. Sebagai seorang pria yang diharapkan dapat menjadi contoh untuk ketiga Adik perempuannya, Arash memiliki banyak beban di pundaknya. Namun dia turut membaginya kepada sang Adik, Gaza yang memiliki karakter sepertinya.             Meskipun dia tahu kalau Aiyaz dan Gamal juga sosok baik dan penurut. Namun, mereka memiliki sisi liar yang hanya diketahui oleh mereka saja. Itu sebabnya Arash dan Gaza menasehati Aiyaz dan Gamal agar tidak sembarangan bersikap ketika berada di mansion. Mereka takut jika ketiga Adik mereka akan mengikuti apa yang Aiyaz dan Gamal lakukan.             Saat langkah kakinya mulai mendekati aula penghubung antara taman samping dan kolam renang bagian luar, keningnya berkerut tatkala dia melihat siapa yang ada di ujung sana. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN