Chapt 9. Still Considered a Child, a Special Invitation

1685 Kata
---**--- Beberapa hari kemudian., Mansion Gulbahar, Dubai, UAE., Kamar Agha dan Zuha., Malam hari.,             Zuha tengah membantu sang cucu tercinta merapikan setelan tuxedonya. Meski usianya sudah memasuki 77 tahun, tidak membuatnya merasa lelah jika merapikan cucunya agar terlihat lebih tampan.             Sedangkan cucu kebanggannya yang satu lagi, dia sudah rapi dan duduk disana sembari memainkan ponselnya. Dia meliriknya sekilas. “Aka Sayang? Kau sudah memakai parfum?” tanya Zuha seraya mengingatkan sang cucu.             Aiyaz menggeleng pelan, namun matanya masih fokus pada layar ponselnya. “Belum, Grandma. Sebentar lagi,” jawabnya singkat.             Arash, dia masih duduk di kursi sembari menatap lekat wajah wanita yang dia hormati. Kerutan di wajahnya membuat Arash semakin menyayanginya. “Grandma tidak perlu mengingatkan dia. Dia sudah bisa mandiri,” gumamnya pelan dan direspon senyuman oleh sang Grandma, Zuha.             Zuha memainkan kedua matanya, seakan tengah memarahi seorang anak kecil. “Kau ini! Kalau dia sampai lupa? Lalu dia beralasan untuk pergi dari pesta hanya untuk membeli parfum. Dan dia tidak akan kembali lagi ke acara dengan memakai alasan baru,” ujarnya panjang lebar sambil melirik ke arah sang cucu, Aiyaz.             Aiyaz melirik sang Grandma sekilas. “Grandma sudah bisa menebak jalan pikiranku. Luar biasa … aku akan beri Grandma hadiah berupa kecupan sebanyak-banyaknya,” sahut Aiyaz lalu direspon tawa geli oleh Zuha.             Arash ikut tertawa sebab sangat bahagia bisa berdekatan seperti ini dengan wanita tua yang telah melahirkan sang Mommy, Ayra.             Zuha kembali menyahutnya. “Grandma tidak butuh kecupan. Grandma hanya mau kalian menetap di Dubai dan menemani hari tua kami, Sayang.” Kalimat sang Grandma membuat Arash tertegun dibalik senyuman bahagianya. Begitu juga Aiyaz yang langsung melirik sang Grandma.             Saat kalimat itu seakan menyindir halus mereka, tiba-tiba suara seorang pria datang dari arah walk in closet. “Tidak ada alasan pergi dari pesta untuk membeli parfum!” ketus seorang pria yang sudah berusia 86 tahun. Suaranya masih terdengar tegas dan kejam.             Pria yang juga memakai setelan tuxedo berwarna serba hitam, dia berjalan ke arah sang cucu, Aiyaz sembari membawa sebuah botol parfum favorit cucunya.             Semua orang meliriknya. Arash tersenyum melihat sikap Grandpa mereka yang masih tetap menganggap mereka berdua seorang anak kecil. “Ayo, berdiri. Pakai ini.” Agha berdiri di hadapan sang cucu.             Aiyaz meletakkan ponselnya di nakas tepat di sisi kirinya. Dia lalu beranjak dari duduknya dan mengangkat kedua tangannya ke atas.             Agha mulai menekan benda bulat disana, lalu mengarahkan parfum itu ke seluruh tubuh sang cucu. Aiyaz paham, dia memutar tubuhnya agar seluruh pakaiannya mendapat semprotan parfum itu. “Grandpa masih menyimpan parfumku. Aku pikir sudah habis,” gumam Aiyaz masih sedikit membungkam bibirnya.             Agha melirik sang cucu dengan ekspresi datarnya. “Kau pikir selama ini aku tidak mengecek semua parfum kalian, huh? Bahkan jika habis, kalian selalu memakai parfum kami. Dan aku tidak mau kalau sampai parfum kami habis,” balasnya menohok. Tidak mungkin dia pelit terhadap cucunya sendiri. Dia hanya menyindir halus sekaligus memberitahu secara tidak langsung jika dirinya selalu memperhatikan barang-barang yang ada di kamar cucunya, meski para cucunya tidak menetap di Dubai bersama dengan mereka.             Arash dan Zuha, mereka tertawa mendengar kalimat pria tua itu yang hanya sekedar candaan semata. Begitu juga Aiyaz yang hanya senyam-senyum, dan menaik turunkan kedua alisnya ke arah sang Grandpa. “Grandpa benar-benar bermurah hati pada kami,” balasnya dan direspon tinjuan kecil di dadanya, hingga Aiyaz berpura-pura sakit. “Aahhh … Grandma, sa-sakit.” Aiyaz sedikit merundukkan tubuhnya. “Jangan berlebihan, Sayang!” ketus Zuha meliriknya dengan senyuman geli.             Agha semakin berekspresi kesal. Dia meletakkan botol parfum itu disana. Lalu sedikit merapikan setelan sang cucu yang memang sudah rapi.             Aiyaz hanya diam saja. Dia juga tahu jika sang Grandpa sangat merindukan mereka.             Meski hanya mereka berdua yang mengunjungi Dubai. Sebab Adik mereka, Azathea tidak bisa ikut karena dia ingin mengikuti praktek langsung di kampus. Grandpa dan Grandma mereka sudah sangat bahagia.             Apalagi mereka sudah 3 hari berada di Dubai. Dan mereka tidak pernah menolak permintaan sang Grandma yang ingin tidur bersama kedua cucunya.             Agha tersenyum melihat ketampanan sang cucu yang sangat mirip dengan menantunya, Dyrga. Kebanggaan tersendiri untuk Agha karena cucu-cucunya berhasil memegang perusahaan dan mengendalikannya dengan sangat hebat di usia mereka yang belum memasuki kepala tiga.             Zuha telah selesai merapikan setelan cucunya, Arash. “Sekarang, tinggal pakai parfum.” Zuha hendak berjalan menuju walk in closet, namun Arash segera menahannya. “Grandma … aku pakai parfum Aiyaz saja,” ujarnya lalu berjalan menuju nakas, dan memakai parfum dengan harga sangat fantastis itu.             Zuha tersenyum melihat para cucu tampannya sudah rapi dengan warna outfit yang berbeda. Dia melihat suaminya juga sama bahagianya dengan dirinya saat ini.             Setelah mereka selesai mempersiapkan diri, tidak lupa mereka berkaca disana.             Arash memperhatikan setiap detail setelan yang dipakai. Toxedo suit berwarna hitam penuh. Dasi panjang yang tersemat disana, menambah kesan manis dan gagah seorang Arash Rajaswa Althaf.             Tidak lupa rantai emas panjang terjuntai di area bawah tuxedo. Pocket square berwarna emas disana ikut memberi kesan berkharisma yang kuat. Tidak lupa bros bertangkai yang juga berwarna senada dengan pocket square.             Sedangkan Aiyaz, dia memakai setelan kemeja putih serta warna biru dongker bercampur coklat s**u. Jas berwarna biru dongker dipadukan dengan tuxedo berwarna coklat s**u, lalu dasi yang berwarna senada dengan coklat s**u.             Rantai emas tersemat di jas gagahnya. Tidak lupa bros limited edition itu juga menambah kesan elegan seorang Aiyaz Koswara Althaf.             Jarum jam sudah menunjukkan pukul 7.15 malam. Merasa sudah tidak ada kekurangan, Agha memutuskan untuk segera berangkat ke acara pesta. Kali ini, Agha dan Zuha merasa percaya diri dan bangga.             Karena di acara pesta nanti, mereka akan memperkenalkan cucu mereka kepada beberapa gadis yang mungkin bisa menarik perhatian kedua cucu mereka, Arash dan Aiyaz. *** Burj Al Arab Hotel, Dubai, UAE., Malam hari.,             Mereka turun dari mobil mewah berukuran panjang, dan disambut ramah oleh parkir valet yang hanya bisa merunduk hormat dengan kedatangan mereka. Sapaan manis dari beberapa penerima tamu undangan menjadi hal yang biasa untuk mereka.             Mereka pergi tanpa didampingi oleh sekretaris pribadi yang juga ikut berada di Dubai. Namun, mereka menginap di mansion khusus milik Arash dan Aiyaz yang berada tidak jauh dari mansion utama Gulbahar.             Agha merangkul sang istri tercinta. Sedangkan Arash dan Aiyaz berjalan tepat di belakang Grandpa dan Grandma mereka.             Mereka memasuki ruangan besar dan sangat mewah. Karpet mewah disana yang hanya boleh diinjak oleh tamu dengan undangan VIP, menuju lift utama VIP.             Mereka dijamu dan diantar oleh pelayan khusus untuk mengantar mereka menuju aula utama, tempat dimana pesta undangan itu digelar. Dengan sikap penuh wibawa, Arash dan Aiyaz menjaga sikap dan ekspresi mereka untuk tidak terlalu menebar senyum. Entah itu alasan dari mana, hanya saja sikap itu sudah temurun dari kedua keluarga mereka. Sebagai seorang Grandpa, Agha tidak mempermasalahkan sikap kedua cucunya yang tidak memasang ramah kepada pelayan yang menjamu dan ramah terhadap mereka.             Saat mereka sudah sampai di pintu utama ruangan, pelayan khusus membuka pintu dua pintu yang sangat tinggi dan besar itu hingga terbuka lebar dan menampakkan dekorasi sangat mewah dan serba putih bercahayakan berlian murni. ... VIP Ballroom.,             Zuha memakai isyarat khusus untuk memberitahu kedua cucunya agar berjalan, berdampingan dengan mereka. Dia terus menebar senyuman di hadapan orang-orang yang mulai menyapa mereka.             Terutama Agha, dia tentu saja mengenal penerus dari perusahaan-perusahaan yang pernah bekerja sama dengannya dulu. “Selamat malam, Tuan Alecjandro. Anda masih sangat tampan meski sudah tidak muda lagi.” “Selamat malam, Tuan Hogh. Terima kasih. Senang bisa bertemu dengan Anda lagi disini.” “Selamat malam, Nyonya Alecjandro … Anda sangat cantik sekali. Owh, saya tidak menyangka Anda menggandeng pengusaha tampan ini.” “Selamat malam, Nyonya Hogh. Iya, mereka berdua adalah cucu kesayangan kami. Saya juga punya satu cucu perempuan. Hanya saja, dia memiliki banyak jadwal, sehingga tidak bisa hadir malam ini.” “Selamat malam, Nyonya … saya mengagumi Anda sejak masih muda dulu. Dan saya tidak menyangka, cucu Anda mau menerima kontrak kerja sama dengan perusahaan kami.” “Aah … itu bukan masalah, Nyonya. Cucu saya mengerti, mana kontrak yang pantas dengan yang tidak pantas.” “Tuan Agha, apakah cucu kalian sudah memiliki kekasih. Saya memiliki satu anak perempuan. Dia berada di ujung sana. Dia gemar berkenalan dengan banyak pemuda jika kami mengajaknya di acara pesta seperti ini.” “Cucu saya tidak menerima sembarang wanita, Tuan Hogh. Mungkin kalian bisa mengatakan langsung pada mereka.” … “Wah, tampan sekali keturunan Abraham Althaf.” “Bukankah mereka pemilik saham terbesar di Amerika? Tidak heran jika mereka menjadi tamu yang sangat dihormati disini.” “Aku hanya mengenal mereka sebagai Presiden Direktur Althafiance dan Eruca Alp. Sepertinya perusahaan mobil mereka juga tidak kalah terkenal.” “Ada dua lagi saudara laki-laki mereka. Mereka juga sangat tampan dan berkharisma.” “Aku ingin mendekati mereka. Tapi aku ragu.” … Banyak sekali percakapan yang membuat mereka hampir bosan di pesta ini. Tapi sebisa mungkin mereka menjaga sikap agar tidak membuat malu keluarga mereka, terutama nama besar Althafiance dan Eruca Alp.             Aiyaz masih betah berjaga di sisi kanan sang Grandma. Dia yang hanya menikmati keindahan dan lekukan tubuh para wanita seksi disana. Tidak sedikit wanita yang bermain mata, lalu memasang wajah murahan ke arahnya dari jarak jauh. Aiyaz sungguh geli, sebab pesta ini dikhususkan untuk kalangan menengah ke atas. Namun sikap anggota keluarga mereka justru seperti layaknya w************n dan tidak berkelas. Berbeda dengan Aiyaz yang menikmati pesta dengan cuci mata, Arash justru jengah dan ingin sekali mencuci kedua matanya. Dia permisi dari mereka untuk pergi ke toilet.             Saat dia hendak permisi dari sang Grandma, Zuha. Dia justru mendapat tatapan tajam, mengancamnya jika saja tidak tidak kembali di aula pesta. …             Arash melangkahkan kakinya menuju toilet yang ada disana. Dia sedikit membenarkan dasi yang menurutnya sedikit miring. Namun saat dia hendak melangkah masuk ke arah toilet pria. Dia melihat ada yang tidak beres di pintu utama toilet wanita yang bisa dia lihat dengan jelas dari posisinya saat ini. ‘Ada apa disana?’ bathinnya merasa curiga.             Tanpa berpikir panjang, dia bergegas menuju ke arah yang dituju. Kakinya melangkah lebar.             Tiba-tiba saja, kedua tangannya tergepal kuat melihat pemandangan tak senonoh di hadapannya. Rahangnya mulai mengeras. Dia mempercepat langkah kakinya. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN