Chapt 8. Different Characters

1474 Kata
“Ini, aku.” Dia berjalan menuju ruangan kerja yang terletak di sudut ruangan khusus.             Yel Yuan memperlambat langkah kaki, kala melihat pria itu berjalan ke arahnya. “Maaf, Tuan.” Yel Yuan sedikit merundukkan kepalanya. Dia sedikit membuat jarak dan membiarkan pria bernama Aiyaz Koswara Althaf itu menemui Tuan Besarnya, Arash.             Aiyaz memahaminya dengan membalas sapaan Yel Yuan dengan santai. “Tidak masalah, Yel. Kau boleh pergi,” ucapnya lagi dan direspon paham oleh Yel Yuan.             Dia melirik ke arah Tuan Besarnya dan permisi untuk keluar dari ruangannya. “Tuan, saya permisi.”             Arash mengangguk paham. “Terima kasih, Yel.” Dia beralih menatap Aiyaz yang sudah duduk berseberangan meja dengannya. “Tidur jam berapa kalian tadi malam?” tanya Arash sembari mengecek dokumen yang ada di laci meja kerjanya.             Aiyaz menyandarkan tubuhnya di kursi berwarna hitam itu, dengan satu kaki terangkat dan menyilang bebas. Tidak peduli jika dirinya hanya mengenakan piyama sebatas lengan dengan celana sebatas paha. “Kau bertanya seakan aku ini kekasihmu, Mas. Sangat menggelikan,” ucapnya sembari menggoyang tubuhnya, seraya merinding.             Arash mengernyitkan kening, melihat ekspresi Aiyaz yang terlalu berlebihan. “Aku bertanya, Aka.” Arash meliriknya dengan ekspresi datar.             Aiyaz masih terus duduk santai disana. Memutar-mutar kursi itu sembari memainkan karet kecil yang ada di jarinya. “Kami pulang larut malam, Mas. Kau tahu sendiri kami sibuk membuat persiapan untuk peluncuran mobil terbaru kita. Lagi pula. Apa salahnya jika kami bangun lebih siang di hari libur.” Ekspresinya terlihat begitu menuntut.             Arash hanya bisa menghela panjang nafasnya saja. “Bukankah kita sudah sepakat untuk rapat bersama Daddy pagi ini? Kalian telat bangun. Bahkan Gamal sama sekali tidak mau menghadiri rapat. Dan kau justru datang dengan pakaian seperti itu?”             Dia masih melanjutkan kalimatnya. “Hanya sesekali saja Daddy ikut rapat dengan kita. Berulang kali aku memohon pada kalian untuk menghormati Daddy. Tapi—” Arash menggeleng pelan kepalanya. “Sepertinya kalian sangat susah untuk diajak kompromi,” ujarnya lagi menatap lekat Arash. Rahangnya sudah mengeras. Dia terlalu sabar menghadapi sikap Aiyaz dan Gamal yang jarang sekali mau ikut rapat dengan mereka.             Ekspresi Aiyaz mulai datar. Dia pikir, kesalahan terbesar yang dia lakukan pagi ini adalah menemui sang Abang.             Seharusnya dia menyampaikan pesan itu melalui surat elektronik saja. Meneruskan pesan dari sang Grandma, Zuha dan dikirim kembali ke alamat surat elektronik pria yang tengah menceramahinya saat ini.             Entah dia harus bagaimana, tapi dia merasa jika dia mulai tidak betah disini. Telinganya sungguh panas sekali. “Jika ini terus dibahas, apa keadaan tadi pagi bisa direka ulang?” sindir Aiyaz bernada tidak suka, melirik sang Abang dengan tatapan sinis. Dia lalu beranjak dari duduknya dan membenarkan kembali posisi kursi itu.             Arash masih diam, membalas tatapan sang Adik yang dia pikir, pasti sangat kesal.             Sedangkan Aiyaz sendiri, dia mulai mengatakan pesan yang membuatnya datang ke ruangan kerja sang Abang. “Ngomong-ngomong, aku kesini hanya untuk menyampaikan pesan Grandma. Dia mengatakan jika kita wajib menghadiri undangan itu. Dan Grandma sudah menyiapkan setelan pakaian untuk kita. Kita akan pergi bersama Grandpa dan Grandma. Grandma meminta kita untuk datang ke Dubai 3 hari sebelum acara undangan itu. Itu saja,” jelasnya lalu kembali melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu.             Arash hanya diam menatap kepergian Aiyaz yang sudah berwajah sebal. “Hahh …” Dia menghela panjang nafasnya, menyandarkan punggungnya. Kedua matanya terpejam menikmati waktunya saat ini.             Dia memikirkan satu hal yang mungkin saja terjadi jika Aiyaz dan Gamal benar-benar ingin melepas Althafiance begitu saja. Menjerat mereka dengan berbagai komitmen, pasti akan membuat mereka semakin keras kepala.             Tapi jika dia tidak melakukan sesuatu untuk mengubah sikap mereka, kemungkinan besar Aiyaz dan Gamal akan terus fokus pada Althafa Sport Car dan tidak mau lagi campur tangan untuk Althafiance. Dan itu akan menyulitkan dirinya dan Gaza menyeimbangkan waktu antara dua perusahaan yang berbeda.             Sesaat dia memikirkan ucapan Yel Yuan tadi. Sekretaris pribadinya itu mengatakan jika rival mereka juga diundang di acara yang sama, dan akan membawa keluarga besarnya.             Arash memahami satu hal mengenai keluarga rivalnya. Tidak mungkin dia berani memperkenalkan keluarga besarnya di acara khusus, dimana seluruh tamu hanyalah orang-orang yang memang memegang jabatan sebagai seorang Presiden Direktur.             Dia yakin, akan ada yang dilakukan mereka dalam acara nanti. Apalagi mereka pasti tahu jika wakil dari Eruca Alp juga akan hadir disana.             Sungguh Arash tidak menyukai kelicikan yang seperti ini. Terutama sekali jika menyenggol keluarganya.             Tidak hanya akan marah besar, dia takut khilaf dan bersikap diluar kendali jika ada salah satu keluarganya yang terluka. Karena Arash tidak akan memberi toleransi apapun bagi mereka yang mengganggu ketenangan keluarganya. … Kamar Gamal.,             Dia menjatuhkan tubuhnya di ranjang milik Gamal. Sedangkan sang pemilik kamar tengah sibuk di meja kerjanya, melihat berbagai desain mobil yang sudah direvisi oleh beberapa pekerjanya. “Haaahhh!”             Gamal melirik ke arah ranjangnya. Dia menyeringai tipis. “Ada apa?” tanyanya seakan tidak membutuhkan jawaban apapun.             Aiyaz, dia menatap langit-langit kamar bermotif sederhana. Kamar yang sungguh minimalis, namun terlihat menyeramkan sebab warna dinding terlihat gelap.             Kedua tangannya merentang disana. Dia sedikit melirik ke arah Gamal yang tampak sibuk. “Pagiku hancur berkeping-keping,” jawabnya asal dengan nada malas.             Gamal meliriknya dengan ekspresi geli. “Pphhffftttt …” Dia menutup mulutnya agar tidak menyemburkan tawa yang meledak-ledak. “Bahasa kalbumu menggelitik telingaku,” ujar Gamal mengejeknya.             Aiyaz menyeringai tipis. “Dia marah lagi,” gumamnya pelan sembari menutup kedua matanya.             Tanpa melirik Aiyaz, Gamal menyahut cepat. “Masalah rapat tadi pagi? Karena aku tidak hadir, dan kau telat datang?” tanyanya menebak pasti.             Kepala Aiyaz mengangguk seraya membenarkan. “Aku tidak habis pikir dengan pria itu. Wajahnya begitu datar. Hidupnya penuh dengan jadwal. Apa dia tidak merasa jenuh? Bagaimana wanita mau mendekatinya jika dia saja selalu sibuk bekerja dan wajahnya seperti patung kesayangan Grandma,” ujar Aiyaz panjang lebar seraya mengejek, meluapkan semua isi hatinya yang masih kesal.             Gamal terus tertawa mendengar celotehan saudaranya, Aiyaz. Dia juga memikirkan hal yang sama. “Maksudmu wajahnya seperti patung Liberty? Lalu, dia membawa sebuah piala bergengsi dan memamerkannya ke seluruh keluarga Althaf, dan mengatakan jika dia adalah patung Arash begitu?” Cara bicara Gamal seakan mengejek sang Abang yang menurutnya memang berwajah datar dan berhati dingin.             Aiyaz tersenyum tipis menanggapi pernyataan dari Gamal. “Aku merasa, wanita tidak akan betah menjalani hubungan dengan pria datar seperti dia. Ah, tidak-tidak. Arash dan Gaza memiliki sifat hampir sama,” ujar Aiyaz sambil mengangguk kecil.             Gamal menatap lurus ke depan. Seketika dia menghentikan kegiatannya, lalu beranjak dari duduknya. “Ya … aku sering berpikir, apakah kita salah rahim?” Dia berjalan menuju ruangan khusus tempat penyimpanan rak Playstation miliknya.             Aiyaz tidak membalasnya. Namun, dia justru menegakkan tubuhnya dan melihat Gamal hendak bermain game. “Aku sangat malas sekali.” Dia berjalan mendekati Gamal, dan menarik kursi bersisi disana.             Gamal mulai mengatur perangkat disana. “Lebih baik kita bermain saja. Aku merasa butuh pendingin untuk otakku yang hampir sekarat,” ujar Gamal asal bicara, lalu duduk di kursi bundar miliknya.             Mereka berdua bermain game bersama, tanpa menyadari jika seseorang masuk ke dalam kamar dan mendengarkan pembicaraan mereka sejak tadi. ..**..             Yah … Arash paham jika meskipun mereka bersaudara kembar, tidak memungkinkan mereka memiliki karakter yang sama. Justru perbedaan karakter sangat menonjol antara dirinya dan Aiyaz. Begitu juga dengan Gaza dan Gamal yang saling bertolak belakang.             Mansion yang besar itu seperti tampak sibuk, meski kenyataannya tidak. Setelah Arash keluar dari kamar Gamal, dia menemui sang Daddy untuk membahas sekali lagi perihal dirinya yang pasti akan berjumpa dengan rival sang Grandpa.             Tidak hanya sang Daddy, Dyrga saja. Namun Daddy-nya Dyrta juga ikut berdiskusi dengan mereka.             Arash sangat yakin sekali, jika mereka akan melakukan sesuatu saat acara pesta nanti. Dan dia sendiri juga belum pernah bertatap muka langsung dengan mereka. Bahkan untuk satu ruangan saja pun, dia tidak pernah berpas-pasan jalan dengan salah keturunan mereka.             Dyrga dan Dyrta memberinya saran agar tidak terlalu dekat atau berlama-lama ketika mereka mengajak untuk mengobrol santai. Selain itu, mereka juga mengingatkan Arash jika keluarga Armaghan memiliki 1 anak perempuan yang sangat dijaga ketat.             Mungkin Arash sudah mengetahui hal itu. Tapi mereka mengingatkan, jika Arash harus hati-hati.             Jika anak perempuan mereka ikut datang ke acara pesta nanti. Itu berarti mereka tengah merencanakan sesuatu yang mungkin saja sebagai jebakan untuk pertemuan kali pertama.             Arash sudah menyimpan semua saran dari kedua Daddy-nya. Nanti, dia akan mengatakan hal itu pada Aiyaz.             Dia sempat berbicara pada sang Mommy, Ayra agar ikut juga dengan mereka ke Dubai. Setidaknya, berlibur selama beberapa hari sembari menunggu mereka selesai menghadiri pesta.             Namun saat itu sang Daddy menolak, sebab mereka harus menghadiri undangan tahunan yang diadakan oleh salah satu perusahaan investor. Dan Ayra menyarankan Arash dan Aiyaz agar datang ke acara pesta tepat waktu. Lalu kembali ke Amerika sehari setelahnya.             Arash hanya bisa mengikuti saran dari orang tuanya. Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan saat ini selain mengikuti waktu yang berjalan. * * Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN