Terdengar suara beberapa pria mengobrol akrab, bahkan tawa yang terkesan begitu ceria memasuki ruang tamu rumah itu. Gadis masih terpaku di tempat, rumah ini dibuat terbuka sehingga dari ruang tamu bisa melihat ke bagian dalam rumah termasuk tuang tengah dan ruang makan yang berdekatan dengan dapur bahkan antara bagian dalam rumah dan halaman belakang di nama terdapat taman dengan mini gym dan kolam ikan kecil juga hanya dipisahkan dengan dinding dan pintu kaca tebal.
"Hei, Bro ... kamu tinggal dengan seorang gadis?" tanya seorang lelaki yang berwarna rambut lebih terang dari Nicholas dengan bahasa Indonesia yang terdengar aneh, mungkin lidah bule-nya belum terbiasa dengan bahasa negara tempatnya tinggal saat ini.
Menyadari dirinya tengah dibicarakan Gadis menjadi salah tingkah, sesekali melirik mereka lalu menunduk menyembunyikan wajah ayunya.
"Wah, iya. Sejak kapan kamu berkencan dan mengajak wanita itu ke rumah, sepertinya dia wanita istimewa?" Salah seorang yang lainnya menimpali seraya menaruh barang-barang yang ia bawa di atas meja tetapi dengan mata yang tetap memperhatikan Gadis yang terlihat tidak nyaman di tempatnya.
"Dan ... lihat. Seleramu kali ini? Sungguh berbeda dari biasanya. Dia ... manis!" ujar yang lain, Nicholas masih diam tidak menjawab apapun tetapi ia tetap memperhatikan Gadis yang kini bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamarnya.
"Gadis." Saat itulah Nicholas memanggilnya, Gadis menghentikan langkah hanya menjawab panggilan itu lewat tatapan.
"Ambilin gelas dan es batu," perintah Nicholas, Gadis hanya mengangguk lalu beranjak ke dapur.
"Hei, Bro! Gadis itu sangat penurut padamu? Apa yang sudah kau lakukan padanya?" ledek seorang temannya, yang lain hanya menanggapinya dengan tertawa.
Sekarang di atas meja ruang tamu yang tidak seberapa besar itu sudah penuh aneka minuman beralkohol rendah juga berbagai cemilan, inilah yang sering mereka para warga negara asing itu lakukan jika sedang memiliki waktu luang, menghabiskan waktu itu dengan bercengkrama dengan teman-teman mereka. Kadang di rumah ini kadang juga di rumah yang lain.
Mereka akan saling bertukar cerita, saling bercanda dan bergurau sejenak melepaskan penat akibat perkerjaan ya g mereka tekuni setiap hari.
Gadis berjalan seraya menggenggam penampan dengan kedua tangannya ada empat gelas sesuai jumlah orang yang akan menggunakannya juga sebuah teremos es batu kecil berwarna silver lengkap dengan penjepit kecil.
"Silakan," ucap Gadis lirih, bahkan hampir tidak terdengar.
"Hei ... suaranya lembut sekali," ucap salah seorang teman Nicholas spontan saat mendengar suara Gadis, wanita itu melirik Nicholas dengan rasa tidak nyamannya.
"Gadis, perkenalkan ini teman-temanku. Bruno, Giant, dan ini Budi." Nicholas memperkenalkan Gadis pada teman-temannya.
"Dan ... ini Gadis, dia ...." Sejenak Nicholas tampak berpikir. "temanku juga." Nicholas menyebutkan Gadis sebagai seorang teman pada mereka, setidaknya itu lebih baik, bukan sebagai seorang pembantu.
Itulah yang ada dalam benak Gadis.
"Teman? Aku tidak yakin!" ucap salah satu temannya ragu, seraya menatap gadis di hadapannya.
Gadis menyalami mereka satu persatu dengan cepat, seolah tidak merelakan tangan halusnya mereka genggam, ia bahkan menghentakkan tangannya dengan keras saat Bruno berusaha mencium punggung tangan Gadis, padahal itu adalah ciri khas negaranya saat menjabat tangan seorang wanita sebagai tanda penghormatan.
"Maaf," ucap Gadis yang lalu dengan cepat membawa penampan-nya dari atas meja, ia bahkan berjalan cepat ke kamar tanpa menaruh benda itu di dapur.
Semua teman Nicholas menatap aneh pada Gadis yang sudah menghilang di balik pintu kamarnya tetapi berbeda dengan Nicholas yang justru mengulum senyum karena hal itu.
.
Entah sudah berapa jam berlalu.
Nicholas menghabiskan waktu bercengkrama dengan teman-temannya, Gadis bisa mendengar gelak tawa mereka dari kamarnya, juga percakapan-percakapan menggunakan bahasa Inggris yang sedikit banyak ia mengerti, lalu berganti dengan percakapan dengan bahasa yang tidak Gadis ketahui artinya.
Sungguh tidak ada yang bisa Gadis lakukan di kamarnya, tidak ada televisi, tidak ada buku dan tidak ada ponsel hanya selembar foto yang ia bawa dari desanya yang bisa ia pandangi setelah bosan memandangi pohon-pohon dari jendela.
Gadis menaruh foto Nicholas itu di atas nakas, foto yang beberapa tahun lalu ia temukan di ruang kerja sang Romo, foto yang ukuran besarnya juga ada di kamar Nicholas, entah kenapa sekarang memandangi foto itu rasanya berbeda, sudah tidak seindah dulu mungkin karena sekarang Gadis merasa jika memandangi wajah Nicholas secara langsung akan terasa lebih menyenangkan.
Indera pendengaran Gadis sudah tidak menangkap suara keempat lelaki itu, mungkin mereka sudah pulang saat sore hari telah menjelang. Menyebalkan, sebenarnya apa yang mereka bicarakan hingga membuat gadis terkurung hampir seharian di kamarnya, dan kini perutnya lapar.
Nicholas yang melihat ruang tamunya begitu berantakan akibat ulah teman-temannya juga aneka bungkus makanan ringan yang ia mereka habiskan isinya, juga kulit kacang yang menyebar kemana-mana menghela napas, ia memutuskan untuk meminta bantuan Gadis membersihkannya.
Berjalan cepat menuju kamar Gadis lalu mengetuk pintunya, tangannya memutar gagang pintu tetapi tidak bisa membukanya. Terkunci.
"Gadis," panggil Nicholas karena tidak juga mendapati pintu terbuka.
"Gadis." Nicholas mengulangi panggilannya.
"Nich, apa teman-temanmu susah pulang?" tanya Gadis dari balik pintu, suaranya terdengar setengah berbisik-bisik.
Nicholas mengerutkan kening mendengarnya. "Iya," jawabnya singkat.
Perlahan Gadis membuka pintu lalu menyembulkan kepalanya dari balik daun pintu yang ia tahan dengan tangan dan kakinya, ia melongok ke ruang tamu lalu menghela napas lega melihat tidak ada siapa pun di sana. Nicholas menggelengkan kepala melihat tingkah aneh wanita itu lalu mendorong daun pintu agar terbuka lebar dan dirinya bisa masuk ke kamar itu.
"Apa yang kamu lakukan seharian di kamar?" tanya Nicholas seraya menyisirkan pandangan ke setiap sudut kamar itu dan menyadari tidak ada yang bisa Gadis lakukan di sana.
Gadis menggeleng pelan. "Tidak ada," jawabnya lirih.
"Tidak ada yang bisa kamu lakukan tapi kamu mengurung dan mengunci dirimu seharian di kamar?" tanya Nicholas merasa aneh.
"Aku takut," jawab Gadis, membiarkan Nicholas berjalan lalu duduk di tepi ranjangnya.
"Takut apa?" tanya Nicholas yang lagi-lagi merasa aneh.
"Teman-temanmu membawa alkohol ke sini dan kalian meminumnya bersama, aku takut kalau kalian mabuk dan memper.kosaku bersama-sama," jawab Gadis cepat, dan jawaban itu membuat Nicholas menyemburkan tawa.
"Kamu takut akan hal itu?" tanya Nicholas di sela tawanya, Gadis yang berdiri tidak jauh darinya hanya mengangguk cepat.
"Aku juga minum alkohol, kalau aku mabuk apa kamu tidak takut aku memperkosamu?" tanya Nicholas setelah tawanya terhenti.
Gadis menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak, karena aku tau kamu orang baik."
"Bersihkan ruang tamu," ucap Nicholas datar setelah sempat ia merasakan hatinya menghangat.
Bukan hanya karena melihat wajah Gadis yang bersemu merah tetapi juga karena merasa jika Gadis memang memperlakukan dan menganggapnya istimewa, entah ada apa dengan wanita itu tetapi Nicholas begitu melihat jika wanita itu merasa risih hanya karena sebuah tatapan dari teman-temannya tetapi Gadis begitu merasa nyaman ketika Nicholas menatapnya. Wanita itu begitu ketakutan saat temannya akan mencium punggung tangannya tadi, tapi wanita itu merasa sangat mendamba sentuhan darinya.
Apa yang sebenarnya ia inginkan.
Nicholas menggelengkan kepala menepis semua tanya yang membuat kepalanya seolah berputar kencang, dan pandangannya tidak sengaja tertuju pada selembar foto yang tergeletak di atas nakas.
Secara spontan Nicholas mengambil foto itu lalu menatapnya dengan rasa tidak percaya.
"Foto ini? Bagaimana dia bisa memilikinya?" Nicholas yakin dirinya tidak sedang mabuk karena ia memang hanya sedikit minum tadi, ia tidak mau mabuk dan berbuat di luar kendali pada Gadis hingga ia yakin tidak salah melihat, foto itu memang foto dirinya.
[Siapa dirimu, wahai lelaki.
Terasa sempurna Tuhan menciptakan dirimu sehingga kini ragamu telah menawan jiwaku.
Tuhan, sesempurna Engkau menciptakannya, maka sempurnakanlah juga hidupku agar bisa bersamanya.]
Sebuah tulisan tangan yang indah di belakang foto itu, Nicholas yakin itu tulisan Gadis karena ia pernah membawa tulisan Gadis saat harus berbelanja keperluan dapur sepulang bekerja.
"Siapa dia sebenarnya? Bagaimana dia bisa memiliki fotoku, tidak mungkin dari studio foto karena aku melakukan pemotretan ini di Belanda." Nicholas bersenandika seraya kembali meletakkan foto itu di atas meja.
Entah kenapa hatinya menghangat mengingat kata demi kata yang tertulis di sana.
Sementara di ruang tamu, dengan bersiul ruang Gadis membersihkan meja, hal yang tidak mungkin bisa ia lakukan di rumahnya. Karena seorang wanita bersiul adalah hal yang tidak pantas, melanggar tata krama.
Ia mendengar telepon pintar Nicholas berdenting tanda ada sebuah pesan di terima, matanya membulat saat membawa nama Gendis sebagai pengirimnya. Sebuah rasa penasaran jelas langsung menguasai hatinya, ia melongokkan kepala memastikan Nicholas masih berada di kamarnya. Entah sedang apa dia.
Dengan cepat Gadis mengambil benda pipih itu lalu berusaha membukanya.
"Yes!" gumam Gadis saat berhasil membuka ponsel yang tidak menggunakan pin pengamanan itu, entah tidak mau ribet atau memang Nicholas merasa tidak akan ada yang berani menyentuh barang pribadinya itu, jika memang demikian ia salah, karena ada Gadis sekarang.
[Mas Nicholas, maaf kalau saya lancang dan mengganggu Mas Nicholas. Saya hanya ingin tau kabar Mas Nicholas.]
Gadis mencibirkan bibirnya membaca apa isi pesan yang sang kakak kirim untuk Nicholas, dalam hatinya berkata. "Kalau Romo tau, Mbak Gendis, menghubungi lelaki lebih dulu, pasti Romo ngamuk dan Mbak Gendis dihukum nyanting—membuat motif batik menggunakan canting dan malam— sebulan." Tanpa Gadis tahu jika itu semua adalah atas perintah sang Romo.
[Kabar saya baik.]
Secepat kilat Gadis membalas pesan yang Gendis kirim, lalu meletakkan kembali ponsel itu di atas meja yang sedang dibersihkannya. Ia kembali memelototkan mata saat melihat Gendis mengirim pesan kembali.
[Syukurlah, saya senang kalau kabar Mas Nicholas baik. Mas Nicholas sedang apa sekarang?]
Wajah Gadis mengerut aneh membaca pesan yang Gendis kirim.
Sekilas memastikan kalau Nicholas tidak melihat lalu membalas pesan itu.
[Aku senang bersenang-senang dengan pacarku. Kamu pasti tau kami sedang apa.]
Gadis terkikik geli dengan apa yang ia tulis, bisa ia bayangkan wajah sang kakak saat membaca itu, pasti ia sangat kecewa saat mengetahui Nicholas sudah memiliki kekasih.
Biarkan saja yang penting Nicholas tidak lagi menerima gangguan dari Gendis.
[Oh, iya. Maaf saya ganggu.]
Tidak lagi ada balasan yang Gadis kirimkan, ia langsung menghapus pesan itu agar Nicholas tidak mengetahuinya, lalu meletakkan kembali ponsel itu ditempat semula. Detik kemudian Nicholas keluar dari kamarnya dengan wajah datar lalu menghempaskan tubuhnya di sofa.
"Gadis, ada yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Nicholas serius, Gadis yang tengah berjongkok di samping meja menatapnya.
"Apa?" tanya Gadis lirih, dalam hatinya merasa takut jika Nicholas mengetahui jika ia memainkan ponselnya tadi.
"Apa arti tulisan yang ada di belakang kalungmu?"
(Untuk bulan Juli cerita ini update setiap hari Selasa dan Jumat jam 10 pagi, doain biar bulan depan bisa up tiap hari yang teman2)