Sebuah ketukan Nicholas lakukan pada daun pintu kamar gadis yang tertutup rapat, tidak ada jawaban terdengar.
"Gadis," panggil Nicholas, ia tahu jika wanita itu sedang merajuk tidak mungkin jika Gadis akan menjawab panggilannya maka dari itu Nicholas lebih memilih untuk memutar gagang pintu lalu dengan sekali dorong daun pintu itu terbuka.
"Gadis." Lagi, Nicholas memanggil Gadis yang sama sekali tidak menjawab panggilannya.
Nicholas membuka daun pintu itu lebar-lebar lalu memasuki kamar yang terlihat kosong itu.
"Gadis."
Kini Nicholas mengetuk pintu kamar mandi, tidak ada jawaban atau suara gemericik air di dalam tanda ada sebuah kegiatan, maka dengan cepat Nicholas membuka pintu. Kosong.
Nicholas menghela napas kasar. "Ke mana anak itu?"
Nicholas keluar dari kamar Gadis, lalu berdiri di sebelah meja makan di mana tertata apik makanan yang sudah dingin, terlihat sama sekali belum tersentuh.
"Apa aku terlalu kasar padanya?" gumam Nicholas yang lalu memikirkan ke mana wanita itu pergi, entah kenapa kini justru ada rasa takut jika Gadis benar-benar meninggalkannya.
Nicholas keluar dari pintu depan rumahnya, meniti anak-anak tangga yang hanya beberapa untuk turun dari teras berharap di halaman ia bisa mendapati Gadis yang sedang menyiram tanaman seperti biasanya.
Tetapi hasilnya nihil, gadis itu tidak ada di halaman depan, tidak mau menyerah Nicholas berjalan mengitari rumahnya, halaman samping dan kiri tetap bukan tempat Gadis berada sekarang.
Nicholas semakin merasakan kekhawatiran, tempat ini jauh dari kota tidak ada angkot yang melewati jalanannya tetapi tetap saja Nicholas takut jika Gadis pergi jauh meninggalkannya, buka hanya karena misteri yang belum berhasil diungkapnya tetapi karena rasa yang ... entah.
Nicholas kembali memasuki rumah, ia mengambil kunci mobil berniat mencari Gadis di jalan raya, jalan beraspal yang hanya bisa Gadis lalui dengan berjalan kaki dan pastinya dia belum jauh.
.
Nicholas sempat bingung menentukan jalan, kanan atau kiri yang harus diambilnya untuk mencari Gadis.
"Kanan, kata orang mulailah sesuatu yang baik dengan arah kanan," gumam Nicholas yang lalu membelokkan mobilnya ke arah kanan, menyusuri jalanan dengan kecepatan sedang. Seperti biasa, jalanan itu tampak lengang karena memang daerah itu bukanlah daerah padat penduduk.
Merasa sudah menjalankan mobilnya cukup jauh dan tidak mendapati tanda-tanda Gadis di sana, Nicholas segera memutar arah, ia mencari Gadis ke arah kiri hingga cukup jauh dan nyatanya sama, tidak ada wanita yang ia cari.
"Pulang."
Akhirnya Nicholas menyerah, tetapi saat akan memasukkan mobilnya ke dalam garasi Nicholas teringat sesuatu lalu dengan cepat memacu kendaraannya itu ke belakang rumah, jauh meninggalkan rumah.
.
"Awas ada buaya!" pekik Nicholas yang baru saja menutup pintu mobilnya setelah ia keluar.
Gadis hanya sekilas menoleh lalu kembali melempar pandangan jauh ke depan, di depan sana ada sebuah danau alam, tidak terlalu besar dan dalam hanya sebuah dataran yang lebih rendah dari tanah di sekitarnya. Tumbuhan Eichhornia crassipes liar atau yang lebih dikenal dengan nama enceng gondok berbunga ungu menghiasi permukaan danau yang terlihat tenang itu.
Nicholas berjalan santai mendekati wanita yang tengah duduk menekuk lutut sekitar dua meter dari tepian danau, Nicholas pernah menceritakan danau itu pada Gadis dan wanita itu sangat ingin melihatnya, hanya saja Nicholas belum sempat mengajaknya.
Danau itu masuk ke dalam tanah luas yang Nicholas beli beberapa tahun yang lalu, termasuk bagian kanan dan kiri rumahnya yang bisa di bangun sebuah kompleks perumahan, itulah alasan Nicholas tidak memiliki tetangga. Mungkin suatu saat nanti tempat itu akan Nicholas bangun sebuah tempat rekreasi seperti bisnis yang sedang digelutinya sekarang.
"Ngambek di pinggir danau begini, kalau kesambet gimana?" tanya Nicholas yang kini duduk di samping Gadis, tidak ada jawaban yang terdengar, wanita itu tetap bergeming dengan bibir manyunnya.
"Boleh minta sesuatu, enggak?" tanya Nicholas lagi karena melihat Gadis yang masih tetap membisu.
"Aku enggak tau kamu siapa, yang aku tau, kamu seorang gadis desa yang tiba-tiba masuk mobilku dan minta tolong agar tidak dinikahkan dengan seorang juragan yang aku yakin kamu sendiri lupa siapa namanya!" Gadis menoleh cepat pada Nicholas yang kini pandangannya tertuju jauh pada sebuah enceng gondok yang berbunga indah.
"Aku ingat, namanya juragan Marto!" jawab Gadis cepat karena takut jika dirinya tidak mengingat nama juragan karangannya itu maka penyamaran yang ia lakukan akan terbongkar, dan sayangnya dia memang benar-benar lupa siapa nama yang dirinya sebut waktu itu.
"Oh, Marto. Siapa nama lengkapnya?" tanya Nicholas lagi, karena tanpa Gadis sangka Nicholas mengingat siapa nama yang Gadis sebut waktu itu. Doli.
"Namanya Sumarto, iya, Sumarto." Gadis menggunakan nama salah satu pegawai ladang sang Romo untuk membohongi Nicholas, lelaki itu hanya tersenyum memyembunyikan jika ia tahu kebohongan yang Gadis ucap.
Nicholas akan mengikuti permainan gadis itu karena ia juga memerlukan sebuah jawaban yang ia cari, selain itu, entah kenapa hati kecilnya begitu gembira bisa menemukan Gadis kembali.
"Udah, kamu mau minta apa, pake acara bertele-tele menyinggung cara bertemu kita dan latar belakangku yang gadis desa. Aku juga tau kalau aku hanya gadis desa, itu kenapa kamu sama sekali enggak pernah menyukaiku, tho?" Dengan kecepatan penuh Gadis mengatakannya dengan logat khas jawanya yang membuat Nicholas senang mendengarnya hal itu membuat ia merasa mendengar suara mendiang ibundanya.
Dulu ... sang ibu selalu mengajarkannya bahasa Indonesia meski mereka tinggal di Belanda, menurut ibunya darah Nicholas tetaplah darah Indonesia. Dan logat bicara sang ibu sama persis dengan logat bicara Gadis saat ini, Nicholas juga mengingat betul dulu, setiap kali Andini ibunya merasa kesal dengan tetangga mereka maka wanita itu akan mengumpat dan mengomel dengan kecepatan tinggi dalam bahasa Jawa, bahkan Nicholas sendiri tidak tahu apa artinya.
"Aku mau minta maaf karena sudah lancang menciummu semalam," ucap Nicholas mata indah Gadis mendelik mendengarnya.
"Tapi kamu juga harus minta maaf karena sudah menciumi bibirku tadi pagi." Gadis semakin memelototkan matanya mendengarnya ucapan Nicholas yang kini sedang terkekeh itu.
Kesal merasa ditertawakan Gadis bangun lalu meninggalkan Nicholas sendirian.
"Eh, Gadis! Tunggu!" Nicholas segera bangkit lalu mengejar Gadis.
"Aku minta maaf, tapi kenapa kamu semakin marah?" tanya Nicholas seraya mengejar Gadis yang berjalan cepat ia bahkan sudah melewati mobil yang Nicholas parkir.
"Gadis!" Wanita itu sama sekali tidak memperdulikannya.
"Apa, sih, maunya perempuan ini!" gerutu Nicholas ia benar-benar pusing dengan kelakuan Gadis, selama ini tidak pernah Nicholas bertemu dengan wanita seperti dia. Semua wanita yang ia kencani tidak pernah sekali pun marah padanya, tentu saja, jika seorang wanita berani marah padanya maka hilang sudah tambang emasnya.
Itulah yang Nicholas sadari hingga ia malas berdekatan atau berhubungan serius dengan seorang wanita, karena yang ada dalam benak mereka hanya hidup enak bergelimang harta dan berdampingan dengan lelaki tampan sepertinya.
"Gadis!"
Nicholas menyentakan suaranya, kini pergelangan Gadis sudah ada dalam genggamannya, wanita itu berusaha meronta tetapi Nicholas malah memasukkannya dalam pelukan.
"Aku minta maaf, kamu dengar?" Nicholas tidak mempedulikan Gadis yang terus meronta-ronta.
"Kamu enggak perlu minta maaf karena sudah menciumku, tapi minta maaflah karena kamu sudah mengejekku!" ucap Gadis, ia tetap berusaha melepaskan diri dari pelukan Nicholas.
"Siapa yang mengejekmu?" tanya Nicholas hanya untuk menggoda Gadis, ia ingin mendengar gadis itu mengomel lagi dan merasakan rasa itu, rasa seolah kerinduannya pada sang ibu sedikit terobati.
Akan tetapi Gadis hanya diam, malah kini Nicholas melihat air meleleh dari kedua matanya. Melihat itu Nicholas mengendurkan pelukannya hingga Gadis bisa melepaskan diri, dengan cepat Gadis mengelap mata dengan ujung jarinya.
Bukankah mengenaskan saat sejak dulu mendamba, memuja seseorang tetapi saat sudah berhasil bertemu malah mendapat ejekan dan cibiran, itulah yang Gadis rasakan. Hatinya terasa tercubit-cubit setiap kali Nicholas mengatakan tidak tertarik padanya, meskipun ia tahu itu hanya candaan dan Nicholas juga belum tahu perasannya yang sesungguhnya tapi itu tetap menyakitkan.
Gadis mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia tidak kuasa beradu mata dengan Nicholas yang kini tengah menatapnya dengan intens seolah sedang mencari sebuah jawaban di sana.
"Kenapa kamu nangis?" tanya Nicholas, hanya sebuah basa-basi saja karena ia tahu tangisan Gadis adalah karena dirinya yang sudah bersikap keterlaluan, bukankah tadi Gadis memintanya meminta maaf karena sudah mengejeknya?
Nicholas yakin Gadis menangis karena hal itu.
"Maafin aku, aku udah keterlaluan mengejekmu, aku pikir itu hanya candaan," ucap Nicholas, Gadis hanya mengangguk.
"Kita pulang, ya, aku lapar," ajak Nicholas kali ini suaranya melunak.
Gadis mengikuti langkah Nicholas menuju mobilnya yang agak jauh tertinggal.
* Dita Andriyani *
"Masakan kamu selalu enak, siapa yang ngajarin?" tanya Nicholas, sekedar untuk memecah sunyi karena sikap Gadis yang ia rasa sedikit berbeda. Gadis itu banyak diam.
"Mbok Marpu," jawab Gadis menyebut nama salah seorang juru masak di rumahnya, lalu dalam hati merutuki kecerobohannya.
"Mbok Marpu itu, ibumu?" selidik Nicholas melihat raut wajah Gadis yang berubah-ubah.
"Iy—, hem ... bu—bukan, dia saudaraku. Iya masih saudara dengan keluargaku," jawab Gadis berusaha tidak panik.
Nicholas hanya membulatkan bibirnya.
"Aku punya sesuatu buat kamu," ucap Nicholas, Gadis menatapnya dengan mata malas, coba saja jika tidak sedang merajuk tentu saja dia akan berjingkat antusias mendengar Nicholas memiliki sesuatu untuknya. Dia akan bahagia karena merasa mendapat perhatian Nicholas.
"Apa?" tanya Gadis datar, Nicholas merogoh saku celananya lalu menunjukkan apa yang ia pegang pada Gadis.
"Kalungku?" tanya Gadis tidak percaya benda keramat itu bisa ada di tangan Nicholas, ia meraba lehernya sendiri dan tidak mendapati apa-apa di sana, saat keluar dari kamar Nicholas seraya merajuk tadi ia langsung berjalan cepat ke belakang rumah, ia sampai tidak menyadari jika kalungnya terjatuh.
"Terjatuh di ranjangku, tadi," ucap Nicholas seraya mengerlingkan sebelah matanya, pipi Gadis memanas hanya karena hal sesepele itu.
"Untung enggak ilang, coba aja kalau ilang, nenek moyangku bisa ngomel di atas sana! Bisa-bisa dikutuk jadi kodok aku!" gerutu Gadis, Nicholas tersenyum karena merasa Gadis yang sesungguhnya telah kembali.
Nicholas hanya diam, ia yakin jika masa lalu ibunya dan leluhur Gadis saling berhubungan terbukti dengan kalung yang benar-benar serupa itu. Nicholas sudah mencocokkan keduanya di kamar tadi, semuanya benar-benar sama, bahkan hingga tulisan dengan huruf Jawa yang ada di bagian belakang kalung itu juga serupa.
"Kalau kamu dikutuk jadi kodok, danau belakang rumah itu punya penghuni baru, dong!" jawab Nicholas, Gadis hanya mendelik padanya.
"Sini aku pakein!" Nicholas kembali meraih kalung yang Gadis pegang lalu mengalungkannya di leher Gadis, wanita itu hanya diam menikmati hangatnya hembusan napas Nicholas di lehernya, napasnya seolah tercekat saat merasakan hembusan napas Nicholas semakin mendekat lalu berakhir dengan sebuah kecupan di tengkuknya, seketika bulu-bulu halus di tubuhnya meremang.
Keduanya terkesiap saat mendengar bell pintu rumah berbunyi.
Nicholas segera bangun dan berjalan ke depan untuk melihat siapa yang datang, Gadis tetap duduk di tempatnya lalu terdengar suara-suara gaduh memasuki rumah itu.