Pintu ruangan diketuk dua kali, Kaivan yang fokus menatap laptop langsung teralihkan. “Masuk,” ucapnya singkat. “Masih sibuk, Pak? Sekarang udah jam istirahat.” Si pengetuk yang tidak lain adalah Khalida, menunjukkan dirinya. Di saat seperti ini biasanya dia selalu datang untuk mengajak Kaivan makan bersama. “Kata anak-anak, warung soto yang baru buka tiga hari lalu layak dijadikan tempat langganann. Saya mau ajak Bapak ke sana untuk membuktikan kebenaran testimoni mereka.” Sebelum menjawab, Kaivan melepas kacamatanya kemudian diletakkan di atas meja. Pangkal hidungnya sedikit ngilu akibat terlalu lama ditekan benda itu, tetapi kalau tanpa pelindung, mata Kaivan akan terasa perih dan lebih cepat berair. “Maaf, tapi saya belum merasa lapar. Pekerjaan saya juga tidak bisa ditinggal.” “Oh,