11
"Permisi, Aa', Teteh. Dek Ayu-nya ada?" tanya pria separuh muda separuh tua itu. Dia tersenyum memamerkan giginya yang berkawat emas.
"Ayu, ada yang nyari!" teriak para Emak yang rupanya sudah sampai di bungalow.
Mak Ayu yang berjalan paling belakang sontak saja kaget. Apalagi waktu satria bergitar itu mendekatinya sembari mulai bernyanyi.
Engkau laksana bulan
Tinggi di atas kahyangan
Hatiku t'lah kau tawan
Hidupku tak karuan
Mak Ayu pun tak mau kalah. Dengan jentikan jarinya maka teman-temannya langsung mengambil rebana dan kecrekan.
Dalam hitungan ketiga maka lagu yang berjudul Pertama milik Reva Artamevia, dinyanyikan dengan begitu sumbangnya oleh Mak Ayu, sembari meliukkan tubuh di jalan.
Ternyata pengamen separuh orang itu bernama Phillips Panasonic. Pria berusia empat puluh lima tahun tersebut memang sudah lama naksir sama Mak Ayu yang seorang single fighter.
Dia sering lewat di depan warung sambil pura-pura mengamen. Aslinya dia adalah pengusaha sukses.
Siapa yang nggak kenal Mc D?
Yang gerainya bertebaran di mana- mana?
Itu bukan punya Om Phillips sih. Melainkan punya orang lain.
Usaha Om Phillips adalah laundry kiloan. Cabangnya bertaburan di mana-mana. Di komplek perumahan kami aja cabangnya ada di tiap cluster. Pelanggan setianya adalah Mpus Zacky.
***
"Huft! Lega," ucap Aa' Andre setelah Om Phillips pamit pulang ke Australia.
"Kenapa lega?" tanyaku.
"Kirain om itu nekat ke sini buat ngejar-ngejar kamu," jawabnya sambil melirikku.
"Isshhh. Nggaklah. Aku nggak doyan om-om."
"Lahhh! Aku kan om-om?"
"Iya juga, ya," sahutku sambil bertopang dagu di bangku kayu yang penuh paku.
"Ehm, Sayang. Lihat deh," tunjuknya pada bintang di langit yang bermunculan sambil melambai.
"Bintang?"
"Bukan. Tapi itu. Titik di sebelah sana itu."
"Mana?" tanyaku sembari berdiri.
Tiba-tiba dia menarikku hingga jatuh dengan pasrah di pangkuannya.
"Titiknya itu bidadari. Sekarang udah turun ke pangkuan aa'," ucapnya lembut.
Kuyakin saat ini pipiku pasti sudah bersemu kehijauan. Aku menunduk malu-malu. Hanya bisa terdiam saat pria berperut buncit ini merangkul pundak dan memeluk tubuhku dengan erat.
Aa' mengecup puncak kepalaku beberapa kali. Kemudian, kecupannya turun ke dahi dan meluncur tanpa sanggup dibendung. Bibirnya yang hangat berhenti tepat di sudut bibirku.
Perlahan bergeser hingga bibir kami bertemu dan menempel. Aku menutup mata dan membiarkannya menjelajahi bibir dengan pelan. Menikmati setiap isapan dan pagutan yang melenakan.
Saat Aa' berhenti dan menarik diri, aku masih memejamkan mata dan menunduk. Sedikit malu untuk membuka mata.
Kembali Aa' merangkul pundak dan menempelkan tubuh kami.
Aku membuka mata dan menoleh saat menyadari bila pria tampan ini sedang menatapku dengan sangat dalam.
"Belum pernah ciuman, ya?" tanyanya lembut.
Aku mengangguk mengiyakan. Merasa saat ini pipiku pasti bersemu ungu kehitaman.
"Jadi, aa' yang pertama dong, ya?"
Aku mengangguk lagi.
Tiba-tiba Aa' mendekat dan menempelkan hidung ke pipiku. Menggosok-gosokkan wajah hingga membuatku sedikit geli.
Panggilan Mama dari dalam bungalow sontak membuat kami terkejut dan menjauh. Kemudian, berdiri dan jalan bersama ke pintu bungalow.
Aa' berhenti dan mengusap rambutku dengan pelan. Sebelum akhirnya membalikkan tubuh dan jalan sambil berjoget riang gembira.
Sedangkan aku hanya bisa tersenyum dan membalikkan tubuh. Jalan masuk ke kamar dengan kaki yang seolah tidak menapak di lantai.
***
Keesokan harinya, pagi hari yang seharusnya santai malah berubah menjadi pagi yang ricuh.
Para pria sudah ribut minta kopi dan sarapan sejak ayam baru selesai berkokok dari ponsel.
Aku yang bangun paling belakangan, membelalak sempurna saat menyadari Aa' Andre sedang mengamati sambil tengkurap dan bertopang dagu.
"Hai, Cantik. Enak tidurnya?" sapanya dengan hangat bak ayam yang baru digoreng.
"Lumayan," jawabku sambil menutup mulut dengan selimut.
"Mandi gih. Nanti kita jalan-jalan."
"Ke mana?"
"Keliling resort dengan naik delman."
Aku nyaris berteriak gembira. Untungnya sempat ditahan. Kemudian, aku melompat turun dari kasur dan berlari masuk kamar mandi. Memulai ritual pembersihan diri hingga menjadi wangi.
Beberapa menit kemudian aku sudah tampil rapi. Mengenakan celana jeans warna biru dan kaus lengan panjang berwarna putih keabuan. Sepatu ketika berwarna sama dengan baju pun ikut menyempurnakan penampilan.
Aa' sudah menunggu di di dalam delman pertama. Di delman kedua tampak para Emak sudah duduk dengan manis. Di delman ketiga tampak para pria sedang adu suit.
Aku naik ke sebelah Aa'. Disusul Mama dan Isah. Pak kusir duduk di muka. Mengendali kuda supaya baik jalannya.
Perjalanan keliling resort ini sangat menyenangkan. Kami berhenti di pintu masuk yang menuju ke taman tempat rekreasi.
Aku dan Aa' Andre jalan sambil bergandengan tangan. Tak peduli diledek para Emak yang sepertinya iri.
Melewati sebuah kolam dengan air terjun dadakan, rasanya aku ingin sekali ikut menceburkan diri. Akan tetapi, Aa' menarik tangan dan menggusurku untuk terus maju.
Rombongan kami berhenti di lapangan luas, yang dipenuhi banyak orang. Ada yang sedang duduk santai sambil menikmati sajian musik dangdut dari panggung hiburan. Ada yang sedang main congklak. Ada pula yang sedang adu balap mencari kutu.
Para Emak langsung turun dan bergabung dengan orang-orang yang sedang berjoget di bibir panggung. Demikian pula dengan pria six bag-ku. Tanpa malu-malu dia berjoget riang gembira.
Di tengah lagu, Aa' naik ke panggung dan tampak berbicara dengan seorang pria yang sepertinya pimpinan grup musik.
Setelah lagu usai, Aa' mulai bersiap di depan mic. Para Emak juga bersiap untuk berjoget. Di tangan mereka telah ada beberapa lembar uang berwarna krem kemerahan, yang sudah diberikan oleh Aa' pada Mama tadi, sebelum pria ganteng itu naik ke panggung.
"Are you ready?" teriak Aa'.
"Yess!" jawab para Emak dengan kompak.
Intro lagu dangdut yang sangat kukenal mulai mengalun. Aa' Andre mulai bernyanyi dengan sepenuh hati dan jiwa raga.
Sekuntum mawar merah
Yang kau berikan kepadaku
Di malam itu
Aku nangis ketusuk durinya
Beberapa pengunjung di sekeliling kami mulai tertawa. Ada pula yang bertepuk tangan untuk memberikan semangat pada Aa' Andre dan para penari latar.
Sementara aku hanya bisa pasrah sambil mencabuti rambut Mpus Zacky yang meringis.
Setelah selesai bernyanyi dan berjoget selama tiga puluh menit, akhirnya artis dadakan itu turun dari panggung. Jalan berlenggang dengan penuh percaya diri.
"Capek euy," keluh pria pemilik hati sambil berbaring di sebelah kiriku. Tidak peduli tubuhnya hanya separuh berada di atas tikar yang kusewa. Sedangkan separuh tubuhnya berada di luar tikar.
"Siapa suruh nyanyi satu album sambil joget heboh gitu?!" tanyaku tanpa perlu dijawab.
Aa' melirik sekilas, sebelum menutup mata dan mulai mencari posisi enak. Tak lama kemudian dengkuran khasnya terdengar.
Aku menatap wajahnya yang tampan dengan penuh rasa haru. Terutama saat jepitan baju kukaitkan ke telinganya.