Kenyataan Pahit

1085 Kata
Bagaikan seluruh langit runtuh dan menimpanya, tubuh Gio terhuyung karena kehilangan keseimbangan tubuhnya saat mendengar ucapan dari ibunya. Tatapan matanya menatap nanar ke arah sang ibu yang menangis tersedu. Hatinya kembali merasakan sakit, bahkan kali ini terasa berkali-kali lipat. Dia terus berdoa jika apa yang di dengarnya itu hanyalah ilusi yang tidak nyata, yang sebentar lagi dia akan kembali melihat Diana setelah dia kembali tertidur. Iya, itu benar. Diana akan kembali setelah dia terbangun nanti. “Mama jangan berisik, aku akan tidur dulu. Nanti kalau aku sudah bangun, Diana pasti akan berada di hadapanku.” Ucap Gio sambil kembali merebahkan tubuhnya di kasur dan memejamkan mata sembari berharap sang istri akan kembali hadir di hadapannya saat dia membuka mata. “Gio…” hanya panggilan lirih yang bisa terucap dari mulut sang ibu melihat betapa menyedihkannya sang putra. Air matanya kembali mengalir deras. Tidak lama, seorang dokter memasuki ruangan dan langsung memeriksa keadaan Gio. “Gio sudah sadar Dok, bahkan dia bisa langsung berdiri. Tapi setelah mengetahui istrinya sudah meninggal, dia tidak merespon berlebihan, dia hanya kembali ke pembaringan. Dia juga bilang kalau dia mau tidur dulu supaya nanti jika dia terbangun, istrinya sudah berada di hadapannya.” Jelas ibu Gio kepada dokter yang sedang memeriksa kondisi tubuh Gio. Mendengar itu, dokter terlihat sangat tegang. Dia lalu kembali memeriksa kondisi tubuh Gio. Menatap wanita yang ada di hadapannya itu dengan tatapan serius. “Bu Robert, saya harap ibu selalu memperhatikan semua kebutuhan Gio. Yang saya khawatirkan sekarang adalah kondisi mentalnya yang sedang mengalami guncangan. Sangat tidak mudah bagi siapa pun menghadapi cobaan seperti yang Gio alami. Dia sekarang ini sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekatnya. Selama 3 bulan dia mengalami koma sejak kecelakaan itu, kesembuhan tubuhnya sama sekali tidak mengalami kendala, tapi yang harus di waspadai adalah kesehatan mentalnya.” Ucap Dokter dengan wajah cemas. Ibu Gio sontak tertunduk lemas mendengar penjelasan dokter, dia tidak menyangka putra semata wayangnya harus mengalami kejadian yang sangat menyedihkan seperti ini. Kecelakaan yang merenggut nyawa istrinya dan menyebabkan dia koma selama m bulan dan ternyata penderitaan mereka tidak berhenti sampai di situ saja, gangguan mental yang di sebut dokter benar-benar mengguncang perasaan ibu Gio. Cobaan apa lagi ini, kenapa penderitaan keluarganya tidak pernah berujung. “Apakah yang dokter katakana itu benar-benar akan terjadi? Saya sangat ketakutan Dokter, saya tidak ingin anak saya mengelami hal itu. Saya tidak ingin Gio di masukkan ke rumah sakit jiwa.” Air mata wanita itu terus mengalir, dokter hanya menatapnya dengan tatapan sedih. Tapi tidak banyak k yang bisa di lakukan selain memantau kondisi Gio pada saat dirinya terbangun nanti. “Nyonya Robert tenang dulu, tidak semua penyakit gangguan mental akan berakhir di rumah sakit jiwa. Lagi pula semua yang saya katakana tidak mesti terjadi. Ini hanya dugaan sementara saya saja berdasar dari ciri-ciri dan reaksi Gio. Yang perlu kita lakukan adalah memberikan perhatian terbaik untuk Gio. Semoga saja apa yang katakana itu tidak benar, hanya saja sebagai dokter diagnosa saya tidak pernah salah. Baiklah saya permisi dulu, tolong perhatikan Gio dengan baik.” Ucap dokter itu sambil bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang perawatan. Ibu Gio kemudian menghampiri putranya, membelai kepalanya dengan penuh kasih sayang. Wajah polos putranya itu terlihat begitu tenang, di umur yang masih 18 tahun ini, dia harus mengalami kejadian yang sangat menyakitkan. Masih segar dalam ingatannya saat putranya menikah dengan Diana 5 bulan lalu. Gio begitu bahagia menikah dengan wanita pujaannya itu. Keluarganya pun turut bahagia karena akhirnya semua penderitaan akhirnya berlalu. Gio bahkan sudah bersiap melanjutkan kuliah bisnisnya sambil terus belajar mengelola perusahaan yang di embangkan kepadanya. Semua cita-cita mimpi dan rencana hidup telah mereka persiapkan dengan sempurna. Akan tetapi malam mencekam itu, seketika merenggut semuanya tanpa sisa. Air mata sang ibu pun kembali mengalir membasahi pipinya hingga menetes di wajah sang putra yang sedang tertidur. Membuat Gio akhirnya terbangun dan membuka mata, menatap ibunya dengan tatapan bingung. “Kenapa, Ma? Apa ada yang tidak beres?” Tanya Gio sambil mengedarkan pandangannya di seluruh ruangan, tapi yang di carinya tidak terlihat. Ibu Gio lalu menghapus air matanya dan tersenyum kearah putranya sembari menggeleng. “Tidak apa-apa sayang, kau sudah bangun rupanya. Apa kau lapar?” Tanya ibu Gio menatap lembut putranya dengan tatapan yang sangat sendu. Gio hanya menggeleng, pandangannya kembali mengelilingi ruangan lalu menatap ibunya yang juga menatapnya dengan wajah cemas. “Oiya Ma, apakah Diana belum kembali dari sekolahnya? Dia kan lagi hamil, tidak baik kalau masih memaksakan kesekolah.” Ucap Gio lalu bangkit dari pembaringannya. Wajahnya kembali tertunduk dan menatap kosong. “Gio, apakah kau tidak ingat apa yang pernah kau alami dengan Diana?” Tanya sang ibu dengan hatihati. Dia tidak ingin membuat putranya itu terkejut. Mendengar itu. Gio langsung mengangkat wajahnya dan menatap sang ibu dengan tatapan bingung. “Ingat apa, Ma? Kami terakhir berada dalam kendaraan setelah dari klinik kandungan. Setelah itu kami…” Gio menghentikan ucapannya dan kembali menatap ibunya dengan tatapan sangat tajam. “Mama, di mana Diana?” Gio bangkit dari duduknya dan berusaha turun dari pembaringan. “Gio..Gio sayang, tenang dulu. Biar mama jelaskan.” Bujuk sang ibu. “Tapi buat apa di jelaskan lagi, aku hanya mau tahu ada dimana istriku?” Gio mulai bersikeras dan kembali turun dari pembaringan, tapi alangkah terkejutnya dia saat merasakan kakinya tidak bisa berdiri dengan baik di pijakannya. Tubuhnya pun terperosok jatuh ke lantai. Gio ,merasa sangat tidak berdaya menyadari kondisinya yang sangat memprihatinkan itu. Tanpa sadar, ingatan kelam itu kembali terbayang dalam ingatannya, di situlah dia menyadari jika apa yang terjadi padanya sekarang adalah ujian Tuhan yang tidak bisa dia hadapi. “Diana..dimana istriku, Ma? Katakana padaku kalau dia masih hidup. Tolong, Ma. Cepat katakana Ma. Cepat katakaaaaannn, Aaaaaa…!!! Teriak Gio sambil memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit. Tubuhnya meringkuk di lantai yang dingin sambil memegangi kepalanya. Sang ibu tentu saja panik, dia lalu memencet tombol nursecall beberapa kali sambil kembali menghampiri putranya dan memeluknya dengan erat. “Gio, putraku. Tenangkan dirimu nak, semuanya akan baik-baik saja.” Ucapnya sambil terus memeluk putranya itu. Seakan tidak terima dengan semau yang dialaminya, Gio lalu berusaha bangkit dari tempatnya, tapi lagilagi kakinya sama sekali tidak bisa di gerakkan. “Kakiku, Ma. Ada apa lagi dengan kakiku ini. Diana..aku harus mencarinya istriku, dia pasti masih hidup. Iya, Diana pasti masih hidup. Tega-teganya mama berbohong jika Dianaku sudah tiada. Aku akan mencarinya dan membuktikan kepadamu jika Diana masih hidup.” “Cukup Gio..! Diana tidak akan kembali ke dunia ini lagi, karena dia sudah meninggal 3 bulan yang lalu. Kau mengerti..!!? ibu Gio akhirnya tidak tahan lagi, dia langsung berterus terang mengatakan hal yang sebenarnya. Melihat putranya ini terus saja menganggap jika Diana masih hidup.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN