Hari Pertama

1154 Kata
Tatapan Gio tajam seperti mata tajam elang, Ayuna bahkan sampai menahan nafas hanya supaya sang malaikat tampan itu tidak terganggu dengan suara nafasnya. Tapi beberapa detik kemudian Gio mengalihkan pandangannya dan berjalan masuk ke dalam ruangan tanpa berkata apa-apa. Ayuna baru bisa menghembuskan nafas lega setelah kepergian Gio. Dia pun beranjak dan meninggalkan tempat itu. “Ulfa, ada berapa banyak berkas yang harus kutandatangani hari ini?” Tanya Gio kepada sekretaris cantik berkacamata yang terlihat sedang menuangkan kopi untuk Gio. Dadanya yang penuh tersembul dari pakaiannya yang sempit, dia lalu menatap Gio dengan senyum menawan yang selalu dia tunjukkan di hadapan Gio. Dia lalu melangkah menghampiri sang CEO, berdiri di sampingnya lalu sedikit menunduk memperlihatkan lipatan penuh dadanya di hadapan mata Gio. “Ini Pak, ada sekitar sepuluh dokumen. Beberapa di antaranya dokumen perjanjian kontrak dan yang lainnya adalah proposal.” Ucapnya sambil terus mendekatkan dadanya di wajah Gio. Perhatian Gio yang tadinya berada pada layar monitor lantas beralih ke d**a besar dan montok yang ada di hadapannya. Gio sudah mengetahui tabiat sekretarisnya itu tapi dia membiarkannya saja, sekretarisnya ini sangat cantik dan memuaskan, selain itu dia juga cekatan dan bisa di andalkan sehingga Gio menyukainya karena itu. “Ini masih pagi, aku akan memanggilmu jika butuh.” Ucapnya sambil menatap m***m lalu menyentuh d**a sekretarisnya itu. Ulfa mendesah sambil menggigit bibirnya merasakan tangan Gio yang nakal meremas dadanya. Setelah itu dia pun melenggang keluar meninggalkan Gio yang terlihat kembali serius dengan laptopnya. **** Ayuna melangkah memasuki ruangan dengan perlahan sambil menatap sekeliling, baru kali ini dia melihat ruangan sebesar itu. Orang-orang terlihat hilir mudik melakukan urusan masing-masing. Penampilan mereka sangat rapi dan cantik. Ayuna bisa menebak jika semua orang yang ada di ruangan itu adalah karyawan tempat ini. Pakaian mereka terlihat mahal dan berkelas, karyawan wanita rata-rata memakai rok diatas lutut dengan sepatu hak tinggi. Sedangkan karyawan pria terlihat sangat rapi dengan kemeja dan dasi serta sepatu mengkilap mereka. Tanpa sadar dia melihat pakaiannya sendiri, sangat kontras dengan mereka. Tiba-tiba nyalinya jadi menciut sendiri, jika tidak mengingat wajah marah ibunya, dia pasti akan langsung melangkah keluar dan pergi dari tempat itu. Tapi karena tekadnya untuk menyenangkan hati sang ibu dan berharap sedikit senyum darinya, dia kemudian memantapkan hatinya untuk tetap berdiri di tempat itu. Sesekali dia tersenyum sambil membungkuk hormat kepada orang yang berpapasan dengannya. Di ruangan itu ada sebuah tangga menuju lantai atas yang dindingnya sebagian besar kaca. Sehingga dia bisa melihat orang-orang sibuk melakukan tugasnya masing-masing dari bawah. Seketika dia merasa sendiri di tempat itu, ada banyak orang tapi tidak satu pun yang menanyakan keperluannya. Ataupun hanya sekadar menyapa. Ada beberapa juga yang tersenyum tapi setelah itu mereka berlalu begitu saja. Apakah orang-orang di tempat ini bersikap seperti itu? Dia mungkin tidak cocok bekerja di sini. Ayuna kembali merasa ragu. Dari tempatnya berdiri, dia lalu mengedarkan pandangannya dan melihat meja resepsionis yang tidak jauh dari tempatnya. Ayuna lalu melangkah menghampiri seorang wanita cantik yang terlihat fokus menatap layar monitor yang ada di hadapannya. “Permisi, Bu.” Ucapnya menyapa sang resepsionis. Mendengar suara lembut Ayuna, wanita itu kemudian mengangkat wajahnya dan menatap Ayuna, memperhatikan penampilan Ayuna dari atas sampai bawah lalu mengangkat alisnya. “Ya, ada yang perlu saya bantu.” Ucapnya acuh tak acuh sambil kembali menatap layar monitor yang ada di hadapannya. “Perkenalkan nama saya Ayuna, saya ingin bertemu dengan Pak Darto, kepala OB di sini.” Resepsionis itu kembali mengangkat wajahnya dan menatap Ayuna penuh selidik. “Ada perlu apa kau betemu dengannya? kalau tidak ada janji sebelumnya, pak Darto tidak bisa di temui.” Tanyanya sambil menatap remeh gadis itu. Ayuna bisa merasakah ucapan sinis dan tidak ramah wanita itu, dan itu sangat membuatnya tidak enak untuk terus berada di tempat itu, tapi lagi-lagi tekadnya yang kuat membuatnya tetap tersenyum kecut menerima sambutan tidak ramah itu. Apakah orang-orang di sini akan seperti itu? Dia sangat berharap Pak Darto yang akan di temuinya adalah pria yang baik. “Saya sudah ada janji sebelumnya, Bu.” Jawab Ayuna segera. Wanita itu melirik Ayuna sebentar lalu menelepon seseorang. [“sambungkan ke bagian OB. Ya Pak Darto, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Anda, iya. Baiklah.”] ucapnya lalu menutup sabungan telepon dan kembali menatap Ayuna. “Kau duduklah diruang tunggu, Pak Darto akan menemuimu sebentar lagi.” Ucap resepsionis itu lalu kembali fokus dengan layar monitornya. Setelah mengucapkan terima kasih, Ayuna kemudian melangkah menghampiri kursi yang berjejer tidak jauh dari tempat resepsionis. Dia pun duduk dan menunggu dengan sabar. Tidak lama, datanglah seorang pria paruh baya bertubuh tinggi menuju ke arahnya. Ayuna lalu berdiri, dia merasa sangat tegang. Tapi setelah melihat senyum ramahnya, Ayuna jadi sedikit tenang, meskipun masih merasa gugup. Pria itu mengulurkan tangannya. “Halo, jadi kamu yang di maksud Indra tadi?” Ayuna menjabat tangan pria itu sambil tersenyum. “Iya, Pak. Perkenalkan nama saya Ayuna.” Ucapnya sambil membungkuk hormat. “Oho..tidak usah sungkan begitu, mari kita bicara di ruanganku saja.” Ucap Pak Darto sambil melangkah menuju arah bagian dalam ruangan. Ayuna mengikuti langkahnya sambil terus memperhatikan sekitarnya. Mereka terus berjalan memasuki koridor yang bagian sisi kanan kirinya hanya ada ruangan-ruangan. Sampai akhirnya mereka memasuki sebuah ruang sederhana yang hanya terdapat sebuah meja dan dua buah kursi. Ada kipas angin kecil juga yang sedikit menyegarkan tubuhnya setelah berjalan beberapa lama. Ruangan ini sangat kontrak dengan ruangan-ruangan mewah yang mereka lewati tadi. Atau mungkin karena di sini hanya ruangan pegawai rendahan, sehingga fasilitasnya pun di sesuaikan dengan kondisi? Tapi apa pun itu, dia sudah sangat bersyukur telah mendapatkan kesempatan untuk bekerja di sebuah perusahaan besar ternama. “Silakan duduk, Yuna, tidak apa-apa kan kalau saya memanggilmu nama itu? Soalnya putriku juga sumuran denganmu dan sekarang dia masih terbaring lemah di rumah. Tapi sudahlah, kita diaisni bukan untuk membicarakannya. Baiklah, kita mulai dengan tugas awalmu saja ya.” Ucap Pak Darto sambil berusaha tersenyum. Ayuna sempat melihat raut kesedihan di pancaran matanya. Ayuna ingin sekali menanyakan lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan putrinya itu, tapi Karena dia sendiri belum mengenal pria itu lebih jauh, makanya Ayuna hanya mengangguk setuju. Mereka pun terlihat membicarakan sesuatu, sesekali Ayuna terlihat berkata sesuatu dan setelah pak Darto memberikan penjelasan dia pun mengangguk. Tidak berapa lama, Ayuna pun menjabat tangan pria itu dan mengucapkan terima kasih telah memberinya kesempatan untuk bergabung dalam tim pekerjanya. “Saya harap kau bisa betah di sini. Ingat yang saya ucapkan tadi. Kau bisa mulai bekerja sekarang. ” Ucap Pak Darto sambil tersenyum. Ayuna pun bangkit dari duduknya lalu keluar dari tempat itu, dia langsung menoleh ke arah kiri dan benar saja di sana terlihat sebuah lemari seperti yang pris itu katakana tadi. Ayuna melangkah ke arah lemari itu dan membukanya perlahan. Dia menatap bingung pada isi lemari itu. Dia lalu mencari-cari bagian tersimpannya pakaian OB wanita . Dia merasa kesulitan mendapatkannya karena ternyata tempatnya sudah tidak beraturan. “Biarkan saya membantumu.” Tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari arah belakang, tapi belum sempat Ayuna menoleh untuk melihat siapa pemilik suara itu, kedua tangannya sudah terlihat mencari sesuatu di dalam lemari itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN