Ayuna serta merta menoleh kearah samping dan melihat seorang pria tinggi yang sedang sibuk mengutak- atik lemari yang ada di depan mereka.
“Ukuran bajumu berapa?” pria itu bertanya tanpa menoleh kearah Ayuna, dia tampak mencari-cari pakaian untuk ukuran wanita yang susunannya sudah berantakan, tercampur dengan pakaian lain. Tampak sekali tidak ada yang bertanggung jawab di bagian itu. Sadar jika dirinyalah yang dimaksud oleh pria itu, Ayuna pun menjawab dengan kikuk.
“Eh..ukuranku M, kak.”
Pria itu mengambil salah satu bungkusan pakaian dan menyerahkannya kepada Ayuna.
“Ini, ambillah.” Ucapnya sambil menatap kearah Ayuna. Lagi-lagi Ayuna terkesiap melihat wajah pria itu. Tampan. Senyumnya juga sangat ramah, Ayuna menjadi sedikit tenang mendapatkan perlakuan baik di hari pertamanya bekerja. Setidaknya apa yang dia bayangkan selama ini belum terbukti. Dia berharap orang-orang yang akan dia jumpai selanjutnya juga akan bersikap baik padanya. Pria tampan itu juga memakai pakaian OB. Berarti dia adalah rekan kerjanya, Ayuna lalu menerima bungkusan itu sambil tersenyum.
“Terima kasih.” Balasnya.
“Sama-sama. Namaku Abram, kamu?” Tanya pria itu kemudian setelah menyusun kembali baju-baju dan menutup lemari.
“Saya Ayuna, mohon bimbingannya kak, saya baru di sini.” Jawab Ayuna dengan sopan. Meskipun pria itu terlihat seumuran dengannya, Ayuna berusaha bersikap sopan dengan berbicara formal, apalagi di pertemuan pertama. Tentunya kesan baik harus dia berikan.
“Aku tahu, dan sebagai anak baru kamu diwajibkan memperkenalkan diri kepada seluruh OB bagian departemen ini. Ayo ikut aku, kebetulan kami biasa berkumpul di jam segini.” ucap Abram lalu melangkah mendahului Ayuna. Gadis itu pun mengikuti langkahnya berjalan menuju sebuah ruangan yang ternyata sudah terdapat beberapa orang di dalamnya.
Awalnya Ayuna tampak ragu, tapi karena Abram memintanya untuk segera masuk, maka dia terpaksa melangkah masuk dengan senyum kikuk. Semua mata pun tentu saja tertuju pada Ayuna, dan itu membuatnya semakin gugup dan tegang. Ada 20 pasang mata yang menatapnya, 4 orang wanita dan 6 pria termasuk Abram.
“Hai, kamu yang di maksud Pak Darto ya? Selamat bergabung,” ucap salah seorang wanita yang kemungkinan berumur sekitar 25 tahun. Dia sedang duduk santai sambil meneguk minuman botolnya.
“Kau kelihatan masih muda, berapa umurmu, nak?” lanjut salah satu pria baruh baya, dia hampir seumuran pak Darto, hanya saja tubuhnya sedikit lebih berisi. Sedangkah yang lain hanya tersenyum terdiam, menunggu jawab Ayuna. Gadis itu hanya tersenyum malu.
“Ayo Ayuna, jangan malu-malu. Kami di sini orang-orang baik kok.” Canda Abram tersenyum menyemangati Ayuna.
Setelah menghela nafas dalam, Ayuna akhirnya memberanikan diri.
“Perkenalkan saya Ayuna, umur 18 tahun. Mohon bimbingannya kakak semua.” ucapnya sambil membungkuk hormat.
“Kalau namaku Anita, Kamu tidak usah bersikap formal begitu, kita di sini semua sama. Hanya saja diantara kami semua kaulah yang paling muda. Kau juga sangat cantik, mulai sekarang kita semua berteman.” Ucap seorang wanita yang sejak tadi meneguk botol minumannya.
Ayuna hanya merespon dengan anggukan dan tersenyum. Yang lain pun satu persatu memperkenalkan diri. Mereka kemudian berbincang dan saling bercanda sampai waktu istirahat berakhir dan satu persatu yang ada di ruangan itu beranjak meninggalkan tempat mereka dan keluar dari ruangan itu. Anita menghampiri Ayuna, dia memberi isyarat agar Ayuna mengikuti langkahnya.
“Untuk tugas pertama, kau bisa mencuci gelas dan piring kotor dulu di pantri. Merapikan semua yang ada di ruangan itu termasuk isi lemari pakaian yang adu di sebelah sana. Kau tidak perlu keluar dari ruangan ini tanpa di minta.” Jelas Anita dengan nada serius.
Ayuna hanya mengangguk mengerti, dia Bergegas melangkah ke bagian dapur. Ayuna mulai mengumpulkan gelas yang berserakan di sekitar pantri dan mulai mencucinya. Sedangkan Anita terlihat menyiapkan alat pembersih dan melangkah keluar dari ruangan.
Sudah seminggu Ayuna bekerja, dia mengerjakan pekerjaannya dengan tekun tanpa sedikit pun mengeluh. Pekerjaannya memang masih seputar membersihkan piring dan gelas kotor serta membersihkan sekitar ruangan OB, selama itu pula dia tidak pernah sekali pun meninggalkan ruangan tempatnya bekerja.
Semua berjalan lanjar, dia merasa sangat betah bekerja di tempatnya itu. Semua orang-orang di sekitarnya selalu memberikan arahan jika ada pekerjaan atau apa saja yang dia tidak pahami. Semua rekan-rekannya baik padanya sehingga hari-harinya bekerja selalu penuh semangat.
Pagi itu saat dia sedang membersihkan area pantri setelah mencuci beberapa gelas dan piring, Anita tiba-tiba menghampirinya.
“Ayuna, aku ada tugas untukmu pagi ini.” ucap Anita dengan nada sedikit serius. Ayuna menoleh kearahnya dengan senyum santai seperti biasa.
“Bilang saja kak, aku pasti akan menyelesaikannya dengan cepat.” Ucapnya. Anita tampak sedikit ragu.
“Tapi ini sedikit riskan, kau harus menggantikan tugas Sofi yang tidak hadir hari ini. Kamu harus mengantar sarapan dan kopi untuk CEO.” Mendengar itu Ayuna tersenyum dan mengangguk setuju. Menyajikan kopi untuk pas bos bukankah itu hal yang mudah? Tapi kenapa Anita menatapnya dengan tatapan gelisah begitu?
“Baik kak, aku akan mengerjakannya. Kapan kopinya saya bawa?” tanyanya santai.
“Ayuna, tugas ini tidak sesederhana yang kau bayangkan. CEO kita ini menyeramkan. Dia sangat galak kepada siapa pun, dia juga terkenal berhati dingin. Aku sangat menyayangkan Sofi tidak hadir hari ini, karena tugas ini hanya Sofi yang bisa melakukannya.” Jelas Anita dengan perasaan risau.
“Memangnya apa susahnya kak menyajikan kopi? Hanya tinggal bawa ke ruangan bos dan meletakkannya di atas meja lalu keluar, bukan begitu?” tanya Ayuna, dia merasa heran kenapa Anita terlihat sangat cemas. Anita terlihat menghela napas lalu menatap Ayuna dengan tatapan khawatir.
“Baiklah kalau begitu, sebentar lagi CEO datang. Kopi harus siap sebelum beliau masuk ke ruangannya. Jadi kau harus memastikan kopi ini sampai tepat waktu, jika tidak aku tidak akan bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Semoga berhasil.” ucap Anita lalu menyiapkan secangkir kopi panas untuk sang CEO.
Sedangkan Ayuna hanya mengangguk, dia merasa bingung kenapa Anita sampai sekhawatir itu padanya. Apakah CEO perusahaan ini segalak itu? Tapi selama dia tidak melakukan kesalahan apa pun, bukankah tidak ada yang perlu di khawatirkan?
Ruangan CEO hanya membutuhkan beberapa langkah untuk sampai ke sana. Berada satu lantai dengan ruangan sang CEO menjadikan OB bagian ruangan itu bertanggung jawab untuk menyajikan keperluan sang CEO termasuk menyediakan makanan dan kopi. Karena setiap lantai mempunyai pantri masing-masing sehingga kelompok OB yang satu lantai dengan ruangan CEO itulah yang bertugas menyiapkan semua kebutuhan konsumsi CEO.
“Baiklah Kak, aku akan melakukan tugas ini dengan baik. Doakan aku semoga tidak ada kendala.” Ucap Ayuna optimis. Selama ini dia tidak pernah menghadapi kendala sama sekali, semoga kali ini juga demikian. Memangnya pak CEO sebegitu mengerikannya ya? Mungkin beliau hanya stres menghadapi urusan yang membuatnya pusing.
Setelah kopi siap, Ayuna mengantar sarapan pagi menuju ruangan CEO.
Dengan perlahan dia berjalan membawa segelas kopi mocacino dengan kudapan yang ada diatas troli. Sesekali dia berpapasan dengan karyawan lain yang juga sudah akrab dengannya.
Meskipun pandangan mereka sedikit terlihat risau melihatnya ingin memasuki ruangan CEO tapi Ayuna tidak memedulikannya. Dia hanya perlu meletakkan kopi dan ucapan lalu keluar dari rungan.
Perlahan dia mengetuk pintu, tapi setelah beberapa lama tidak mendengar respon dari dalam, itu berarti Pak CEO belum datang. Ayuna sedikit merasa lega. Dia mendorong pintu kaca tebal itu lalu masuk membawa troli ke dalam. Benar saja, ruangan luas dan nyaman itu masih kosong, Ayuna pun segera meletakkan kopi dan kudapan di atas meja khusus yang terketak tidak jauh dari meja kerja sang CEO.
Setelah itu dia keluar dari ruangan dengan penuh kelegaan, akhirnya tugas perdananya selesai dengan mudah. Ayuna melangkah sambil kembali mendorong troli dengan hati senang, sampai dia tanpa sadar menabrak seorang wanita cantik yang sedang juga melangkah menuju ruangan CEO dengan tergesa.
“PRANGGGG….!” Suara benda jatuh terdengar mengejutkan semua orang yang ada di ruangan itu. Ayuna terkejut bukan main setelah menyadari jika baju wanita itu sudah kotor terkena noda bekas kopi yang di bawanya tadi.